Amberly’s POV
Setelah prosesi lamaran yang dilakukan Esther beberapa jam yang lalu, aku memutuskan untuk menginap di rumah. Sudah lama kami tidak berkumpul seperti ini. “uncle! Aunty! Nanti menginap di rumah aja. jangan di hotel. Ya?”, pintaku dengan tatapan memohon. “baiklah. Akan uncle turuti semua kemauan keponakanku ini”, jawab pamanku sambil merangkul bahuku dan mendekapnya.
“tapi sepertinya rumahmu akan sangat amat ramai”, tambah bibiku sambil memandang dua anak kembar fraternal yang sedang berlarian di Hall Hotel, tempat kami berada sekarang. Aku hanya tersenyum tipis melihat mereka. Benar sekali, mereka adalah Jina dan Jimin, anak dari Kim Seo Jin, sepupu laki-lakiku. Kalian ingat kan? anak sulung dari bibiku, Kim Yu Mi.
“kebetulan aku suka keramaian”, timpalku yang membuat semua tertawa kecil. “Jina! Jimin!”, panggil kak Seo Jin dan mereka pun langsung datang menghampirinya. “kita akan tinggal beberapa hari di rumah aunty. Jadi, kalian mau menurut kan dengan Aunty?”, tanya kak Seo Jin pelan sambil mengusap kepala mereka berdua. “hmm”, jawab mereka cepat sambil mengangguk.
Mereka pun menatapku kemudian sedikit membungkuk. Setahuku, itulah kebiasaan orang korea saat memberi salam kepada orang lain. Ini pertama kalinya aku melihat mereka. Akan aku manfaatkan waktuku untuk dekat dengan dua keponakan imutku ini. Aku berlutut dan mensejajarkan pandanganku dengan mereka.
“hey, nama Aunty Amberly”, kataku dengan senyum termanisku. Mereka pun saling pandang dan tak memberiku respon. Kenapa? Ada yang salah?Aku pun menatap kak Seo Jin meminta penjelasan. “they can’t speak english, Em”, jawab kak Seo Jin mengingatkanku. Ah, iya. Aku lupa.
“anyeong! Amberly Kim imnida. Pangawo!”, kataku dengan wajah ceria. (“halo! Namaku Amberly Kim. Senang bertemu kalian”). Kupikir mereka mengerti karena mereka mulai meresponku. “Anyeonghaseyo! Naneun Jimin imnida”, katanya sambil membungkuk untuk kedua kalinya. (“halo! Namaku Jimin”).
“chae dongsaengiyeyo, Jina imnida. Pangapseumnida”, sambungnya sambil menekan punggung adiknya untuk ikut membungkuk sepertinya. (“ini adikku, namanya Jina. Senang bertemu denganmu”). Ah, so cute!
“oppa, boleh aku membawa Jimin dan Jina pulang bersamaku?”, tanyaku dalam bahasa inggris. “bukannya kamu mau menginap di rumah?”, tanya kak Seo Jin bingung. “iya. Maksudku biarkan mereka satu mobil denganku dan Esther”, jelasku.
“oh, baiklah. Tapi perlu kamu tahu, mereka sangat merepotkan”, guraunya. “sepertinya begitu”, kataku meladeni gurauannya. Kemudian kak Seo Jin membujuk mereka untuk pulang denganku. Walaupun awalnya menolak, tapi pada akhirnya mereka hanya menurut dengan ayahnya.
“mom, aku pulang duluan ya. Mungkin setelah ini mau mampir-mampir dulu sama Jimin sama Jina”, bisikku. “baiklah. Hati-hati”, kata mom dengan senyum hangatnya kemudian memelukku sekilas. Aku berpamitan dengan yang lainnya satu persatu lalu menggandeng tangan Jimin dan Jina dengan kedua tanganku.
“Esther!”, panggilku yang membuatnya menoleh dan sedikit berlari ke arahku. “bisa kamu gendong Jimin?”, tanyaku. “sure”, jawabnya cepat tanpa berpikir kemudian meraih Jimin ke dalam pelukannya. Aku melihat Esther dan Jimin yang berjalan keluar sampai kurasakan ada sesuatu yang menarik ujung dressku.
Aku menoleh ke bawah dan kudapati Jina sedang menarik dressku dengan tangan mungilnya. “Aunty, Jina mau digendong juga seperti oppa”, pintanya pelan. “tentu saja. Sini Aunty gendong”, kataku kemudian meraih tubuhnya. Anggap saja aku sedang bicara menggunakan bahasa korea. Terlalu sulit untuk mengartikannya, hahaha.
Aku, Jimin dan Jina duduk di kursi penumpang, sedangkan Esther duduk sendiri di kursi kemudi. Aku khawatir akan terjadi sesuatu pada Jimin dan Jina karena Esther tidak memiliki kursi khusus anak-anak. Hanya untuk berjaga-jaga saja, maka dari itu aku memilih duduk di belakang. “tuan, nyonya, sekarang kita kemana?”, tanya Esther dengan suara yang dibuat-buat.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMBERLY
Random[TAMAT] "Semua tidak akan sesuai dengan apa yang kita inginkan, karena Tuhan memiliki kuasa untuk mengubah takdir tanpa seizin kita" - Amberly Kim - "Walau semua takdir Tuhan merubah semua rencana kita, aku percaya semua takdir itu menuntunku pada...