Flashback

1.5K 57 4
                                    

Esther duduk diam, menunggu ayahnya yang tak kunjung datang. “sayang, kenapa kamu nggak tidur? Ini uda malem lho”, kata Belinda, ibunya. “daddy tadi telpon. Katanya hari ini mau pulang”, jawab Esther cepat. “kamu tidur dulu. Nanti kalo daddy pulang, mommy bangunin”, katanya lembut sambil mengusap kepala putra kesayangannya itu.

“daddy uda lama banget nggak pulang, mom. Esther cuman mau menyambut hangat kepulangannya. Emangnya nggak boleh?”, tanya Esther sambil tersenyum kecil. “yauda kalo gitu. Mommy temenin kamu disini”, kata Belinda dengan senyumnya yang merekah, membuat Esther juga tersenyum.

Setelah beberapa jam menunggu, akhirnya ayahnya pun datang juga. Esther yang mendengar suara langkah kaki, langsung berlari menghampirinya. Larinya pun terhenti setelah melihat seseorang yang ia tak kenal datang bersama ayahnya.

“hey, Esther. Kenapa kamu belum tidur?”, tanya Andi sedikit terkejut melihat anaknya masih terjaga. “Esther nunggu daddy”, jawabnya pelan sambil menatap seseorang yang berdiri di sebelah ayahnya penuh tanya. “ayo masuk!”, ajak Andi kemudian berjalan masuk. “kenapa kalian berdua diam saja?”, tanya Andi kebingungan melihat kedua anak itu hanya diam di tempat.

“ah, iya daddy”, kata Esther kemudian berjalan mengikuti Andi dan disusul oleh anak itu. “tolong siapkan ini”, kata Andi kepada istrinya sambil memberikan bungkusan makanan. Belinda pun mengambilnya dengan senyum dan menyiapkannya. Andi melihat mereka berdua duduk dalam diam. Andi merasakan kecanggungan disana dan memutuskan untuk menghampiri mereka. “kenapa kalian hanya diam? Kenapa nggak ngobrol?”, tanya Andi dengan nada jenaka. “sepertinya dia tidak mau bicara, dad”, sahut Esther.

Esther bingung bagaimana caranya membuka pembicaraan dengan anak yang belum ia kenal. Terlebih lagi, dengan tubuhnya yang penuh luka dan sepertinya ia enggan untuk menerima orang-orang baru. Kepala Esther penuh pertanyaan tapi tak berniat untuk menanyakannya. “Robert. Kenalkan ini anak om, Esther. Esther, ini Robert”, kata Andi saling memperkenalkan mereka. “hey, kak. aku Esther”, kata Esther sambil mengulurkan tangannya.

Esther memanggilnya dengan sebutan ‘kakak’ karena ia tahu bahwa Robert lebih tua darinya. Robert datang dengan penuh luka dan juga masih menggunakan seragam SMA nya.“Robert”, balasnya sambil menjabat tangan Esther. “kalian lapar?”, tanya Belinda sambil membawa dua piring berisi spagheti dan meletakkannya di atas meja. “tentu saja aku lapar”, sahut Esther kegirangan. Esther sedikit berlari menghampiri ibunya. “kak Robert, sini makan bareng aku”, ajak Esther sambil mengayunkan tangannya.

Robert yang bingung harus menjawab apa, memandang Andi penuh tanya. Andi hanya mengangguk, memberi isyarat untuk makan bersama Esther. Robert pun menurut dan berjalan menghampiri Esther. “kalian makan disini. Daddy mau bicara penting dengan mommy. Bon appetite!”, kata Andi kemudian menggandeng lengan istrinya dan membawanya masuk ke dalam. “kak, apa aku boleh tanya sesuatu?”, tanya Esther sambil mengunyah makanannya. “apa?”, jawab Robert pelan.

“apa luka-luka itu nggak sakit?”, tanya Esther sambil menunjuk luka-luka yang ada di tangan Robert. “kamu tidak bertanya darimana aku mendapatkan luka-luka ini?”, tanya Robert heran. “memangnya kalo aku tanya, kakak akan jawab? Santai aja, kak. aku juga begitu. Jika kau mendapatkan luka, aku juga paling benci ditanya darimana aku mendapatkannya. Selain aku malu mengatakannya, hal yang paling aku benci adalah aku harus mengingat hal yang tidak menyenangkan itu lagi dan lagi”, jelas Esther panjang lebar.

Robert hanya tersenyum miring mendengar penjelasan Esther. “akhirnya aku menemukan seseorang yang memahamiku”, katanya pelan kemudian memasukkan makanannya ke dalam mulut. “jadi apa luka-luka itu nggak sakit?”, Esther mengulang pertanyaannya. “tentu saja sakit. Kenapa kamu harus menanyakan pertanyaan yang sudah pasti jawabannya”, jawab Robert cepat sambil menggelengkan kepalanya. “lalu kenapa bukannya ke rumah sakit tapi malah kemari?”, tanya Esther lagi. “kamu mengusirku?”, tanya Robert cepat. Tiba-tiba ia menjadi tidak memiliki nafsu makan dan meletakkan sendoknya.

AMBERLYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang