"Nay? Bunda minta tolong sebentar boleh?." Ujar Fera dari dalam dapur dengan sedikit berteriak.
Nayla yang berada di ruang tv bersama Ayahnya mendengar ucapan Bunda nya. Daripada berteriak menjawabnya, Nayla menghampiri Bunda nya yang sedang duduk di meja makan.
"Ada apa, Bun?." Tanya Nayla.
"Kamu ke supermarket dulu dih, mau gak?." Tanya Fera menyuruh anaknya.
"Ngapain, Bun?."
"Ya belanja lah sayang. Tolong ya, plis. Kamu tinggal beli aja kok, ini daftar belanjaannya udah Bunda tulis." Fera memberikan selembar sobekan kertas harian pada anak semata wayang nya ini.
"Yaudah Nayla beliin, tapi ada satu syarat ya Bun?." Tawar Nayla yang ingin sedikit sesuatu dari Bunda nya.
"Kuota kan? Yaudah nanti, Bunda beliin." Jawab Fera.
"Serius, Bun? Ih Bunda tau aja, hehe. Yaudah sini mana uang nya?." Nayla menedeng tangannya.
Bunda nya memberikan uang tiga ratus ribu rupiah kepada Nayla.
"Yaudah, Bun. Nay, berangkat ya." Ujar Nayla mengambil helm dan jaket milik nya diatas sofa.
Dengan jaket kuning berkartun minion dan celana training hitam ini yang dipakainya, terlihat sangat imut dikenakannya. Tak lupa jilbab yang selalu dikenakan, Jika keluar saja.
****
Setiba di salah satu supermarket terdekat di rumah nya, Nayla memarkirkan motor miliknya di depan. Mulai memasuki supermarket dan mengambil besar untuk belanjaannya.
"Selamat datang, silahkan berbelanja." Ujar salah satu pelayan perempuan berambut pendek.
Nayla tersenyum menanggapi pelayan tadi, setelah itu ia mulai menyusuri rak demi rak. Membuka kertas kecil bertulis kan bahan bahan yang harus dibutuhkan.
"Minyak goreng 2 liter, tepung roti, mie instan 6, susu 2 kotak besar, buah jeruk sekilo, buah semangka 1, shampo, sabun cair." Ujar Nayla mengambil yang tadi disebutkan.
Bunda belanja banyak banget si, pusing deh gua. Batin Nayla.
"Oiya gua belum beli persediaan gua lagi." Nayla berjalan ke salah satu rak yang berisi perlengkapan dan keperluan perempuan.
Nayla mengambil 1 pack pembalut, yang sudah ia timbang timbang bingung dari tadi antara warna merah muda atau hijau. Jadi Nayla mengambil pembalut berwarna merah muda.
Baru saja mengambil nya, pembalut itu terjatuh akibat senggolan seseorang oleh keranjang besar juga.
"Eh maaf yaa, ga sengaja." Ujar seseorang yang menyenggol Nayla.
Nayla jadi salah tingkah ingin mengambil pembalut yang tadi terjatuh. Ia berjongkok untuk mengambil nya dan si penyenggol juga berniat mengambilnya. Jadi mereka saling tatap dan tangan nya memegang satu pembalut yang sama.
"Kak Raka?." Ujar Nayla.
"Nayla kan?." Ucap Raka.
Nayla langsung merebut pembalut itu dengan cepat dan menaruhnya dikeranjang belanja miliknya, sangat malu menurut nya saat ini.
"Hm..., yang tadi lupain aja Kak. Hehe." Nayla tersenyum kikuk.
"Ooo,,,, iyyya.." Raka menggaruk kepala nya.
"Yaudah Kak, saya duluan ya." Nayla berjalan terburu buru menghindari malu.
Raka ikut menyusul Nayla ke arah kasir.
"Loh Kak, ngapain ngikutin saya?." Ujar Nayla meletakkan keranjang nya kepada pelayan untuk di jumlahkan.
"Saya kan juga mau bayar." Balas Raka.
"Oh iya ya, hehe." Nayla langsung memalingkan wajah nya menghadap pelayan kasir.
****
Sepi dan sunyi, suasana yang dapat digambarkan pada saat ini. Memang seperti itu, setiap perpustakaan pasti punya cara tersendiri untuk membuat suasana lebih tenang dan santai. Hanya ada beberapa siswa dan siswi yang berada di dalam perpustakaan, tapi suasana tetaplah suasana. Sepi.
Daripada menghabiskan jam kosong sia sia tanpa ada pengajaran apapun kini Awan dan Damar tengah duduk santai di perpustakaan sambil memegangi buku ditangannya. Bukan novel ataupun komik yang dibaca nya, melainkan buku tentang unsur unsur bagian manusia.
Cukup sulit bagi mereka siswa yang notaben nya memasuki jurusan Ipa, banyak pengajaran tambahan yang memang sangat wajib untuk diketahui yakni fisika, kimia dan biologi.
"Wan, abis ini jam istirahat mau ke masjid gak? Sholat dhuha?." Damar bertanya pada Awan tapi tatapan matanya masih tertuju pada buku yang terbilang sangat besar.
"Iyaa." Jawab Awan juga tidak sekalipun mengubah pandangan nya dari arah buku.
Sikap nya tidak pernah berubah kepada setiap orang, bukan ke sahabat nya saja Awan bersikap dingin seperti ini melainkan juga kepada keluarga nya sendiri. Karakter yang selalu tertanam dari dalam diri nya seakan akan belum juga dapat terkuak. Dingin dan cuek memang salah satu ciri khas sikap Awan Dizarahman.
Kringg.. Kringg..
Bel istirahat berbunyi, Damar dan Awan menghampiri meja Pak Herman yang berada di ujung pintu masuk. Pak Herman adalah penjaga buku buku perpustakaan disini.
"Oiya pak, saya minjem buku untuk tiga hari kedepan. Ini kartu perpus nya." Damar memberikan kartu perpus miliknya dan mulai menandatangani di buku pinjaman sama hal nya juga dengan Awan.
"Inget, jangan telat ngembaliin! Telat denda loh." Ujar Pak Herman mengambil dua kartu perpus dan memasukkan nya ke dalam laci kecil di atas meja nya.
"Siap pak!! Yasudah saya keluar ya pak." Pamit Damar.
"Iyaa." Jawab Pak Herman.
****
"Lu dari kapan disini Rak, Han?." Tanya Damar bergantian menatap Raka dan Farhan.
"Baru aja, tadi abis dari kelas gua langsung ke masjid sama Farhan. Lu berdua dari mana? Tadi gua sama Farhan lewat depan kelas lu kaga ada?." Ucap Raka membuka satu demi tali yang mengikat sepatu nya.
Dan mereka berempat memasuki masjid yang terbilang sangat sepi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way (END)✔️
Teen FictionYUK FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA✅ Kisah persahabatan yang terjalin antara tiga perempuan dari mereka masih berusia belia. Bukan hanya mereka yang bersahabat bahkan keluarga mereka masing-masing, serasa keluarga besar. Tapi wajarnya itu, dari mereka...