"Ka Riga, saya mau hubungan kakak dengan saya seperti dulu lagi kak. Tidak menjalani nya dengan seperti ini." Ujar Mentari yang memulai pembicaraan dari diam diam nya mereka berdua di taman belakang sekolah ini. Akhirnya kata kata yang ingin ia ungkapkan berhasil keluar dari mulut nya sendiri.
Riga langsung menghadap Mentari dengan penuh tanya, apa yang ia pikirkan saat ini sungguh tidak dapat dipercaya.
"T-tapi, kenapa? Apa ada yang salah sama aku?." Balas Riga yang masih belum paham apa yang di ucapkan oleh Mentari.
"Hmm.."
"Ya hubungan seperti dulu, saat saya mengenal Ka Riga sebagai kakak kelas saya di sini."
"Maksud kamu? Apa, aku gak paham sama sekali. Coba ngomong yang jelas gak usah bertele tele." Ungkap nya yang sekarang sudah mulai geram dengan sikap Mentari lewat pembicaraan nya.
"Saya sama Ka Riga ya sekarang hanya sebatas kakak kelas dan adik kelas, Kak. Tidak usah ada hubungan apa lagi selain teman."
Riga langsung terkaget dengan apa yang barusan diucapkan oleh Mentari. Ia malah berdiri dihadapan Mentari berusaha meminta kejelasan yang jelas dari Mentari. Yang ditatap malah mengalihkan wajahnya.
"Kita putus? Kamu mau itu? Loh kenapa?." Riga langsung menanyakan itu yang tertuju dari apa maksud Mentari yang sekarang ia mulai paham.
Kringg... Kringg..
"Iyaa Kak, maaf. Yaudah kalo gitu aku permisi kak, udah bel masuk. Assalamualaikum." Mentari meninggalkan Riga yang masih diam di tempat.
"Wa-alaikumsalam." Ujar nya pelan, Sungguh ini baru pertama kali nya Riga di putusin sama seorang perempuan. Biasanya ia yang memutuskan duluan dalam hal ini karna ia mulai bosan dan berganti pasangan.
"Apa ini karma?." Batin nya bertanya tanya.
Dalam hati nya Riga memang benar benar mencintai tulus sama Mentari, tapi untuk saat ini ia bisa apa?.
****
Mentari sudah menaiki motornya, sore ini ia memang sudah janjian untuk bertemu bersama kedua sahabat nya. Ia masih saja termenung memikirkan ucapan yang beberapa jam lalu ia lontarkan kepada Riga.
"Loh, mama kira kamu udah berangkat dari tadi? Tunggu apa lagi? Ada yang ketinggalan?." Tanya Ira yang kebingungan, padahal tadi di ruang tamu Mentari sudah meminta izin untuk pergi kerumah Nayla.
"A-ah iya ma, ini mau jalan kok. Yaudah Tari berangkat dulu, Assalamualaikum." Setelah mengecup punggung tangan Ira, Mentari mulai menyalakan motor nya dan memakai helm milik nya.
"Iyaa hati hati, salam buat tante Fera dari mama." Ujar Ira.
"Siap."
****
"Sebenarnya sih ya, gue itu bukan mojok mojokin lu buat putus dari Riga. Tapi ya yang lu lakuin itu emang salah, pacaran lagi. Kan ada hadistnya di alquran yang seperti ini 'Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk' surah Al Isra ayat 32." Ucap Shiha yang memang sudah memiliki bakat menjadi ustadzah. *aamiin.
Mentari meneguk minuman yang telah disediakan sama Nayla barusan, yang baru saja dibuat.
"Alhamdulillah, gua punya sahabat kayak kalian. A-aaa, maaciw." Ujar Mentari setelah selesai meneguk minuman nya dan sekarang beralih ditengah diantara Shiha dan Nayla. Tanpa mereka berdua sangka, Mentari memeluk nya erat saat ini.
"Aduh, Tari. Nanti gua sesak nafas kalo lu peluk kayak gini." Nayla berkomentar, memang situasi nya begini.
"Maaf elah, karna gua bahagia aja karna Allah ngasih gua sahabat yang kayak kalian. Semoga kita bersahabat sampai syurga ya."
"Aamiin."
"Aamiin."
"Oiya gue mau ngasih tau, beberapa bulan lagi kan kita naik kelas sebelas dan gua mau pindah ke Jambi." Ujar Nayla yang membuat Mentari dan Shiha diam membisu bahkan kaget bukan main.
"Bercanda kan lu. Udah ah gausah bercanda Nay, garing dah serius." Mentari mencomot snack yang ada didepan nya saat ini lalu memasukkan nya kedalam mulutnya.
"Tau lu, boong aja terus. Dosa kan." Ujar Shiha yang memang tidak percaya apa yang diucapkan oleh Nayla ini. Karna memang biasanya Nayla hanya bercanda dan berbohong.
"Ini seriusan. Gua gak bercanda sama sekali, emang muka gua ada tampang tampang bercanda atau boong?." Nayla mulai intens menjelaskan nya. Sehingga adzan maghrib berkumandang.
"Ah udah lah nanti aja lanjut nya, sholat dulu." Shiha beranjak dari atas ranjang Nayla.
"Nay, kayak nya lu harus sholat dulu deh. Biar dapet pencerahan jangan boong mulu." Imbrung Mentari yang kini mengikuti jejak Shiha turun ke kamar mandi yang khusus mengambil wudhu.
Nayla masih diatas ranjang, memangku bantal diatas paha nya. Ia bingung mau memulai nya bagaimana. Sejauh ini yang ia ucapkan benar adanya.
"Kok mereka gak percaya." Batin nya.
Selesai sudah mereka sholat berjamaah, tetapi mereka masih memakai mukena karna memang Nayla yang menyuruh Shiha dan Mentari untuk mendengarkan apa yang ingin ia ucapkan.
"Shiha, Tari. Gua ini serius, gua gak bercanda atau pun boong. Gua emang mau pindah ke Jambi, Ayah gua bilang ia mau lanjutin kerja nya disana. Dan juga keluarga besar gua disana semua, gua dan keluarga disini hanya merantau."
"Tapi kenapa sekarang? Tanggung Nay, masih ada waktu untuk tamatin SMA lu dulu." Kata Mentari yang mulai memasang raut wajah sendu.
"Dan kenapa mendadak?." Shiha menimbrung ikut berbicara.
"Memang ini dadakan, kan biar kayak tahu bulat yang digoreng dadakan." Ungkap nya dengan segala kerecehan yang ada, padahal kedua sahabat nya ini menatap intens Nayla.
"Receh lu garing, tapi ini serius? Gua masih gak percaya." Ucap Mentari.
"Mulai dah receh." Ujar Shiha yang memukul pelan pundak Nayla.
"Aww, sakit. Ini serius. Kita udah ngambil rapot sebelum LDK kemarin, dan sekarang kita hanya masuk kelas meeting kan. Bunda gua juga udah ngurus surat pindah." Ujar Nayla sesuai fakta.
"Jadi lu beneran pindah? Lo balik kapan?."
"Kan dia belum berangkat, Tar. Udah nanya balik kapan. Gimana sih." Ujar Shiha.
"Hmm, untuk balik nya gua gatau kapan."
Entah kenapa malam ini menjadi malam yang buruk bagi mereka bertiga. Tanpa sadar air mata menetes dan berair dari mata mereka bertiga, mereka berpelukan dengan masih menggunakan mukena.
*
☀️Jazakumullahu khairan khatsiira☀️
Terima kasih atas cover baru nya yang buat SindiAyuni
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way (END)✔️
Teen FictionYUK FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA✅ Kisah persahabatan yang terjalin antara tiga perempuan dari mereka masih berusia belia. Bukan hanya mereka yang bersahabat bahkan keluarga mereka masing-masing, serasa keluarga besar. Tapi wajarnya itu, dari mereka...