Waktu berputar cepat, kini tiga bulan sudah Nayla pergi meninggalkan Jakarta. Meninggalkan kedua sahabat nya. Pada masa pembagian kelas, ternyata Mentari dan Shiha masih dapat bisa satu kelas. Alhamdulillah ungkap mereka.
Sebulan sebelum Nayla pergi, Mentari dia Shiha membuat sebuah kado terakhir untuk Nayla disana.
Flashback On.
"Shiha ini guntingin solasi nya." Ujar Mentari yang sedang keribetan, tangan kiri nya memegangi ujung kado dan tangan kanan nya sudah membuka solasi putih yang ingin digunakan atas bantuan kaki nya juga.
"Iyaa sabar." Shiha menggunting solasi yang cukup panjang dan kini bergantian mulai dari Shiha yang memegangi ujung kado dan Mentari yang menempelkan solasi sebagai perekat nya.
"Kado nya udah selesai nih, gede banget ya jadi nya. Muat ga ya nanti dia taro di pesawat?." Ujar Mentari.
"Muat pasti, tapi kayaknya. HAHA. Eh itu isi buku diary nya." Shiha menunjuk buku diary lumayan besar bergambar panda lucu itu.
Memang mereka berdua menyiapkan sebuah kado yang isinya boneka panda besar dan sebuah buku diary yang mereka berdua tulis bergantian apa saja perasaan persahabatan mereka kala itu. Dan mereka menyisakan nya mungkin lima puluh lembar halaman yang selanjutnya di isi oleh Nayla.
Flashback Off.
"Nayla lagi apa yak? Apa dia udah bersosialisasi dengan teman baru nya disana? Haha, pasti canggung dah tuh dia." Ujar Mentari.
"Nah iya juga tuh, pasti dia malu malu kucing duluan." Kata Shiha
Dan mereka berdua tertawa di meja yang sama. Kini Mentari dan Shiha mendapat kelas di 11 Ips 3 lagi dengan walikelas yang berbeda. Sejauh ini aman aman saja dan cukup paham dengan status nya yang sebagai kakak kelas ini.
Membahas soal kepergian Nayla, mereka berdua berusaha untuk tidak meninggalkan komunikasi yang terjalin satu sama lain. Entah kadang meramaikan grup di line maupun whatsapp, kadang juga saling bertatap muka dengan melakukan video call.
Sebenarnya ada perasaan sedih juga dari Shiha dan Mentari rasakan, namun ini memang sudah rencana Allah. Mungkin nanti mereka akan bertemu lagi lain waktu, jika Allah menghendaki.
Kring.. Kringg...
Bel pulang sekolah tiba, menaiki kelas sebelas Mentari dan Shiha memutuskan untuk memasuki ekstrakulikuler PMR. Dan pulang sekolah ini memang sudah ada jadwal untuk latihan.
Mereka berdua memasuki ruangan serba putih ini dan menyeruak bau obat obatan di dalam sini. Mereka melongok hampir semua teman nya tidak ada ruangan ini.
Tiba tiba keluar Ka Damar dengan menggunakan masker. Itu barusan membuat jantung mereka berdua kaget.
"Loh kalian masih disini? Kita sekarang jadwal nya di laboratorium, ada dokter muda yang ingin menjelaskan tentang luka yang infeksi." Ucap Damar.
"Hmm, oh ya? Yaudah kak, makasih infonya." Balas Mentari yang keluar menggandeng Shiha mengikuti keluar ruangan.
"Yasudah ayo, saya juga mau kesana." Tuturnya.
Mereka semua berjalan menaiki tangga ke gedung B menuju ruangan laboratorium. Sesampainya di sana, sudah banyak teman eskul nya dan kakak eskul yang duduk. Terlihat juga dokter wanita dan dua perawat lainnya.
"Iyaa silahkan duduk, terima kasih saya ucapkan untuk adik adik yang sudah ikut berpartisipasi dalam kegiatan kali ini." Ujar sang dokter muda yang terlihat namanya bernama Madya.
****
Sesudah kegiatan tadi yang kurang lebih memakan waktu empat puluh lima menit, kini waktunya mereka semua pulang meninggalkan sekolah ini.
"Shiha, ayo gua anter." Ujar Mentari.
"Ah gausah, Tar. Gaenak gua nanti, arah kita kan beda." Tolak Shiha yang memang merasa tidak enak hati, kan memang biasa nya ia bareng Nayla yang searah jalan dengan nya.
"Kayak sama siapa aja si. Ayo santai hahha. Udah ayo buruan naik." Mentari menyarani Shiha, akhirnya Shiha menyetujui nya.
Di perjalanan mereka saling mengobrol, tak terasa sudah sampai di depan rumah Shiha.
"Tar, mampir dulu aja. Dikit lagi maghrib loh?." Setelah turun dari motor, Shiha menawari Mentari untuk maghrib dirumah nya.
"Ah gausah lah, gua maghrib di rumah aja. Kan gua joki jadi bawa motor nya cepet." Ucap Mentari.
"Ih jangan cepet cepet bahaya tau, pelan pelan aja yang penting sampai tujuan." Imbuh Shiha menasihati Mentari.
"Iyaa iya, yaudah gua balik ya Assalamualaikum." Kata nya, lanjut melajukan motor nya setelah di balas salamnya oleh Shiha.
Hujan menimpa Mentari yang baru saja ia jalan beberapa menit lalu, hujan mengguyur nya. Untung saja ada warung terdekat dipinggir jalan yang buka jadi ia bisa meneduh sejenak.
Langit sudah mulai gelap efek dari hujan yang berdatangan dengan kilatan petir yang cukup kuat. Berkumandang lah adzan dari masjid yang sangat dekat dengan warung ini, hujan hanya gerimis kecil Mentari berlari ke arah masjid untuk menunaikan sholat maghrib.
"Alhamdulillah gak basah kuyup." Batin nya.
Setelah mengambil wudhu ia membuka tas nya dan mengambil mukena milik nya. Dan imam pun memulai sholat berjamaah nya.
****
Hujan nya ternyata betah sekali menghujani kota ini, apa mungkin ada seseorang yang sedang menangis yang berdoa ingin di datangkan oleh nya. Kilat petir sudah tidak menampakki nya, hanya saja hujan yang masih betah turun dari atas.
"Bu, pesan wedang jahe nya satu ya." Pinta Mentari kepada ibu pemilik warung.
"Iyaa, neng. Tunggu sebentar."
Minuman yang biasa selalu Mentari minum dikala dingin nya suasana ya ini, wedang jahe. Dulu ia paling tidak suka dengan minuman ini karna menurut nya pedas tapi lama kelamaan ia jadi suka minuman ini karna Nayla. Ya, karna Nayla suka jadi ia juga suka.
Dan minuman nya sudah berada di depan nya, sesekali ia menyesap wedang jahe nya. Ia merogoh isi tas nya dan mengambil ponsel nya beserta earphone nya. Setelah mengabari mama nya bahwa ia terhambat pulang karna hujan, langsung ia memakai earphone di telinga nya bersenandung dalam alunan irama dan nada dalam lagu itu.
Lebih baik kita usai disini
Sebelum cerita indah
Tergantikan pahitnya sakit hati
Bukannya aku mudah menyerah
Tapi bijaksana
Mengerti kapan harus berhentiSesekali Mentari bernyanyi pelan mengikuti lirik yang ada di ponsel nya.
*
☀️Jazakumullahu khairan khatsiira☀️
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way (END)✔️
Teen FictionYUK FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA✅ Kisah persahabatan yang terjalin antara tiga perempuan dari mereka masih berusia belia. Bukan hanya mereka yang bersahabat bahkan keluarga mereka masing-masing, serasa keluarga besar. Tapi wajarnya itu, dari mereka...