Happy Reading!!
~
"Demi apapun ini capek banget." Keluh Nayla saat ia dan yang lainnya sudah berada di depan barak perempuan.
Mengapa Nayla keluh? Sebab ia harus menaiki tangga yang terbuat dari batu asli yang cukup panjang untuk ia dan semua murid nya lalui. Tangga yang sekira nya dapat berjumlah lima puluhan untai. Terlebih lagi semua anak murid membawa barang barangnya, dan mereka perempuan yang bawaan nya cukup banyak karna kebutuhan mereka banyak.
Setiba nya di dalam barak, para murid perempuan semua pada kecewa dengan yang ada saat ini. Apa lagi? Sebab semua harus tidur di atas balai panjang yang terbuat dari kayu, entah ini kenyataan yang penuh penyiksaan atau emang apa?.
"Astaga, udah nyampe sini berharap dapet kasur empuk jadi gini?." Keluh lagi Nayla.
"Hussh!! Keluh mulu lu kerjaan nya gimana mau bersyukur?." Timpal Shiha yang sudah berada di samping Nayla.
"Ih Shiha, ini tuh yaa-------" Baru Nayla berujar lagi, langsung dipotong oleh Shiha. "Banyak omong ye, yang penting kita istirahat. Oke?."
Balai ini panjang nya lumayan, semua nya mulai menggelar karpet sebagai alasan untuk mereka tiduran. Barak perempuan ada dua, di atas dan bawah. Satu barak berisi hampir lima puluhan anak, sisanya dibawah.
Kalian bisa bayangkan bagaimana rasanya tidur diatas balai yang terbuat dari kayu. Sakit rasanya, memang rata rata semua murid terbiasa tertidur di kasur yang terbilang empuk dan lembut. Tetapi ini? Bagai tinggal di rumah yang mungkin di jaman orang dulu.
"Senna, sini aja bareng kita? Ya gak Shih?." Ucap Nayla yang melihat Senna teman satu kelas nya yang baru saja datang dengan membawa jinjingan tas nya. Shiha yang di ujarkan Nayla langsung mengangguk setuju.
Di pojok sana ada Mentari yang mendengar semua perbincangan mereka hanya berusaha diam dan pura pura tidak tahu. Mentari tertidur berdampingan dengan Melva dan Getta. Sedangkan kini Nayla sudah berdampingan dengan Shiha dan Senna.
****
Setelah mendapat panggilan dan arahan dari para tentara disini, sore ini semua siswa siswi wajib ke lapangan. Semua masih mengenakan baju pramuka, selesai mengikat tali sepatu nya Nayla bergegas turun dari barak. Menuruni tangga emang tidak ada rasanya di bandingkan menaiki nya, duh rasanya betis pada sakit.
"Shiha, ayo apa! Lelet banget." Nayla sudah di depan barak bersama Senna, yang menunggu Shiha mengikat tali sepatu nya lama banget.
"Sabar dong." Balas Shiha. Tak butuh waktu lama, setelah selesai ia bangkit dari jongkok nya dan menghampiri Nayla dan Senna.
Mereka bertiga menuruni anak tangga, Mentari yang masih di dalam barak merasa sedih. Sebab, sahabat nya kini berdekatan bukan dengan diri nya.
Semua ini salah gue. Padahal, nasehat Shiha dan Nayla gue cekal begitu aja. Mungkin mereka berdua kecewa sama gue. Maafin gue. Batin Mentari yang masih di dalam barak, ia tinggal sendirian disini. Merasa canggung pula, ia turun ke bawah ke arah lapangan.
Di lapangan sudah ramai dengan murid lelaki juga, Mentari langsung memasuki barisan regu Pramuka nya yang tentu berbeda dengan Nayla dan Shiha.
"Gimana istirahat kalian cukup?." Tanya Tentara yang kini memimpin podium.
"Para guru nya kemana?." Bisik Senna yang menghadap belakang ke arah Nayla. Dan Nayla hanya menaikkan kedua pundak nya.
"Kurang Pak."
"Cukup Pak."
Begitu sekira nya jawaban dari semua siswa siswi, tentara nya hanya tertawa renyah. Tentara ini seperti nya memiliki jabatan yang tinggi, bisa terlihat jelas aneka gambar dan nama yang di jahit di area baju nya serta topi nya.
"Hanya ingin memberi tahu, setelah ini kalian akan makan sore. Semua nya wajib makan, karna Bapak tidak akan mengasih jatah makan kalian untuk malam hari." Ujar Tentara nya.
Semua hanya mengangguk setuju dengan apa titahan nya, setelah dapat instruksi. Semua berjalan ke arah kantin, lagi dan lagi ada turunan yang setelah itu pasti ada tanjakan.
Tempat apa sih ini, turunan-tanjakan, turunan-tanjakan itu terus. Batin Nayla yang terus menerus mengeluh.
****
Setelah makan, semua di bebaskan untuk bermain di area sini. Tetapi setelah maghrib harus langsung balik ke dalam barak. Entah nyata atau menakut nakuti, tentara itu bilang di tempat ini banyak makhluk tak kasat mata yang sesering muncul pada saat menjelang maghrib. Percaya atau tidak sih, tapi menurut semua siswa siswi kali ini harus tertib aja mengikuti peraturan.
Yang lain sedang berfoto foto ria di tengah lapangan, Mentari justru duduk di rerumputan lapangan sambil memainkan jari jari nya.
"Ngapain disini?." Tanya seseorang yang sudah duduk di samping Mentari, siapa lagi kalau bukan Riky.
Mentari hanya diam, tanpa menggubris pertanyaan yang di lontarkan Riky kepada nya. Mentari terus saja menundukkan kepala, seperti nya air mata nya akan terjatuh saat ini juga. Riky mendengar suara khas menangis yang keluar dari Mentari.
"Nangis gak bakal bisa nyelesain masalah yang datang. Lo mau nangis ribuan kali pun, masalah itu akan ada terus pada lo." Ujar Riky.
"Te-terus gu-gue ha-harus gimana?." Isakan Mentari lama lama terdengar semakin menjadi. Riky yang berada di samping nya merasa panik.
"Eh lo jangan kenceng kenceng nangis nya, nanti di kira gua yang buat lo nangis." Riky memberikan sapu tangan nya yang selalu ada untuk nya.
Masih bersih lah ya, belum gua pake. Batin Riky setelah menyerahkan sapu tangan putih itu kepada Mentari.
"Apa abang gua nyakitin lo?."
Mentari hanya menggeleng keras, sesekali ia menyeka air mata nya dengan sapu tangan milik Riky.
"Sahabat gue, Nayla dan Shiha. Mereka ngejauhin gue. Karna gue udah pacaran sama Kak Riga, padahal dalam arti persahabatan gue itu gak boleh ada yang melakukan pacaran sebelum waktunya." Ujar Mentari masih dengan sesegukan orang menangis.
"Itu semua salah lo, lagian lo gak malu? Lo ini berhijab tapi yang lo lakuin apa. Malah pacaran. Gue gak bermaksud buat nyuruh lo putus sama abang gue. Tapi kalo emang konsepsi yang lo buat seperti itu. Ya lo bisa apa? Mending lo minta maaf sama temen lo." Riky mulai menasihati Mentari, setelah ia tahu apa akar dari permasalahan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way (END)✔️
Teen FictionYUK FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA✅ Kisah persahabatan yang terjalin antara tiga perempuan dari mereka masih berusia belia. Bukan hanya mereka yang bersahabat bahkan keluarga mereka masing-masing, serasa keluarga besar. Tapi wajarnya itu, dari mereka...