Happy Reading, good people!!
☀️☀️☀️
Minggu pagi ini, Shiha berencana untuk pergi ke makam almarhum Bapaknya. Sudah tiga tahun lalu, ia menjadi anak yatim. Sedih ketika hanya ia bisa ungkapkan dan tumpahkan di makam Bapaknya.
Kali ini ia ke makam sendiri, sebab Rena tidak bisa ikut karna kedatangan tamu bulanan.
"Assalamualaikum, Pak." Ujar Shiha sambil berjongkok di pinggir makam.
Payung hitam yang ia bawa tadi, di tancapkan diatas nisan Bapaknya. Shiha menebarkan bunga dan sebotol air mawar. Setelah itu membuka tas nya dan mengambil Yasin kecil.
Membaca Yasin dibarengi setetes air mata yang terus berlinang mengalir dipipinya. Beberapa kali Shiha selalu mengusap nya.
Delapan puluh tiga ayat selesai ia bacakan didepan kuburan Bapaknya. Shiha sedikit berbincang dengan almarhum Bapaknya.
"Pak, besok aku ujian. Bapak doain Shiha ya." Ucap nya.
Shiha tadi tersenyum tapi kini raut wajahnya terlihat muram dan sedih lagi. "Pak..." Cicitnya sambil mengusap nisan Bapaknya yang sudah ditumbuhi rerumputan kecil.
"Shiha kangen sama Bapak, Oiya Shiha disini baik sama Ibu." Shiha kembali mengusap air mata nakal yang berjatuhan dipipinya.
Tiba tiba ada seseorang yang ikut berjongkok disamping Shiha. Membuat Shiha sedikit bergeser, dan selalu mendundukkan kepala nya.
"Baru kesini?." Tanya lelaki yang berada disamping Shiha.
Shiha mengangguk dan bertanya. "Ziarah juga?."
"Iyaa, kangen sama Ibu." Jawabnya.
Lelaki disamping Shiha ini, bernama Zhalif. Orang yang pertama kali menghibur Shiha sewaktu Bapaknya meninggal dan bertemu dikuburan untuk pertama kali.
Zhalif ini jauh diatas Shiha, usia nya sudah dua puluh satu tahun. Kuliah jurusan kedokteran, yang ia ambil untuk kelanjutan nya.
"Ibu apa kabar nya? Udah lama gak ketemu Ibu?." Zhalif menanyai Rena yang tidak ikut berziarah juga.
"Baik kok, Ka." Shiha melirik sekilas dan tersenyum getir.
Waktu menunjukkan pukul sembilan pagi, Shiha bangkit dari jongkok nya. "Pak, Shiha pulang dulu ya. Lain kali janji kesini lagi jenguk Bapak."
"Kak Zhalif saya pulang duluan ya." Ujar Shiha setelah berdiri ia mengambil payung nya.
"Saya bawa mobil, saya antar pulang ya?." Tawar Zhalif menyamai jalan nya dengan Shiha.
"Gausah Kak, saya takut ngerepotin." Jawab Shiha.
"Ayo, tidak apa apa. Jangan menolak Shiha." Zhalif meyakinkan Shiha, akhirnya Shiha menuruti nya dan diantar pulang oleh Zhalif.
****
Seperti biasa, Nayla selalu menyiapkan barang barang yang selalu ia butuhkan saat ujian dimulai. Cukup kecewa, peralatan alat tulis nya banyak yang hilang seperti pulpen.
"Ah, ini pasti pulpen gua dicipet Dido nih." Ucap nya kesal.
Ia mengingat ingat, waktu hari kamis lalu Dido memang meminjam pulpen Nayla. Namun sampai pulang sekolah, pulpen itu sengaja tidak dibalikkan.
Bener ini mah, Dido pelakunya. Batinnya.
Nayla keluar kamar nya menemui kedua orang tua nya diruang tv. Ayah dan Bunda nya sedang asyik bercanda berdua, melihat Nayla datang dan langsung duduk diantara mereka. Lebih tepatnya ditengah tengah, membuat Ayah dan Bunda nya bertanya tanya.
"Ada apa sayang?." Fera mulai menanyai anak semata wayang nya itu yang terlihat cemberut.
"Bun, beliin aku alat tulis baru ya." Rengek Nayla sambil memeluk Fera.
"Coba minta ke Ayah, Bunda kan dikasih uang sama Ayah." Ujar Fera.
Nayla tersenyum senyum menengok Ayahnya dan drama anak kecil dimulai. Seperti anak kecil yang merengek minta dibelikan es krim.
"Yah, Nayla minta uang dong?." Nayla dengan nada seraya mengemis ngemis.
Ayah nya mencopot kacamata yang bertengger dibatang hidung nya. Kemudian melirik sekilas anak perempuan nya ini, yang sungguh menggemaskan dengan tingkah nya saat ini.
Melihat Ayah nya mengeluarkan dompet dari saku belakang celana nya, membuat Nayla seperti tuan krab yang biasa dikartun spongebob dengan melihat uang mata nya langsung hijau.
Nayla mengedip ngedipkan mata nya melihat dompet tebal Ayah nya itu, sesekali ia mengintip namun ditutup kembali. Ayah nya menjengkelkan.
"Bukannya sebulan lalu sudah beli alat tulis?." Tanya Ayahnya.
"Iya Yah, kelasan aku tuh anak anak nya pada maling pulpen. Minjem gak pernah dibalikin, aku kesel tau." Adu Nayla kepada Ayahnya.
"Hm." Ayah nya membuka lagi dompetnya dan memberikan selembar uang merah kepada Nayla. Melihat itu Nayla langsung merebut nya.
"Yaudah Nayla pergi keluar sebentar ya. Bye Bun, Yah. Assalamualaikum." Nayla pergi keluar begitu saja.
Tapi tunggu, ia keluar rumah hanya mengenakan kaos pendek dan training hitam panjang. Kain penutup kepala nya lupa untuk Nayla pakai.
Oiya kerudung gue? Yaudah deh gapapa, deket ini. Batin Nayla.
Baru ingin menyalakan motor nya Nayla jadi mengingat kata kata apa yang pernah Shiha cerita dulu katanya. "Anak perempuan itu tanggung jawabnya Ayahnya, jadi kalo ia keluar rumah tanpa mengenakan kain jilbab nya itu berarti selangkah lagi ia menyeret Ayahnya ke pintu neraka. Beda lagi dengan yang sudah menikah, tanggungan nya suami nya."
Nayla memasuki rumahnya lagi, segera ke arah kamar nya mengganti pakaian nya yang tadi mengenakan baju lengan panjang disertai jilbab langsung nya.
Buru buru ia keluar rumah untuk ke toko membeli alat tulis, kedua orangtua nya hanya menggeleng bingung. Tetapi langsung tersenyum melihat anak nya mengenakan jilbab.
☀️☀️☀️
Yeay! Jgn lupa vote and comment ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way (END)✔️
Teen FictionYUK FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA✅ Kisah persahabatan yang terjalin antara tiga perempuan dari mereka masih berusia belia. Bukan hanya mereka yang bersahabat bahkan keluarga mereka masing-masing, serasa keluarga besar. Tapi wajarnya itu, dari mereka...