Terlalu pagi sepertinya untuk melakukan senam. Sehabis sholat Shubuh berjamaah tadi, semua murid sudah berada di tengah lapangan. Dengan menggunakan seragam olahraga, senam pagi sepertinya bagus untuk hari ini.
Cuaca disini dingin, mungkin karna bertempat di daerah bogor. Kabut dari arah ujung pun menutupi sepilah pepohonan. Sang matahari pun sudah terbit dari jam lima pagi, tapi tidak ada suasana hangat nya disini sama sekali.
Bersorak sorak setelah selesai melakukan senam pagi, sekarang semua nya sudah bersiap untuk melakukan kegiatan kegiatan menantang. Seperti saat ini, semua sudah antri di barisan untuk menaiki panjat tebing yang terbilang sangat tinggi.
"Aduh kenapa panjat tebing sih? Kayak gaada permainan lain aja." Cibir Mentari yang mulai merasa takut. Memang dia takut ketinggian.
Antrian demi antrian sekarang mulai terasa sepi, kini giliran Mentari yang mencoba nya. Ia sudah dengan peralatan penting mengikat di pinggang dan pundak nya. Walau terlihat takut, tetapi ia harus tetap buktikan.
Ia sudah berada di atas dan bersiap untuk turun ke bawah menggunakan kakinya. Namun baru menuruni hanya dengan pinjakan satu batu, keseimbangan nya pun sudah lengah. Jatuh yang ia timpa saat ini, meski beralaskan matras tetap saja Mentari pingsan. Setelah ia terjatuh semua pada teriak histeris, terlebih Nayla dan juga Shiha yang terlihat sangat panik.
"Mentari!!." Teriak Nayla yang sekarang sudah menghampiri Mentari yang tergeletak tidur di matras dengan mata tertutup.
****
"Kenapa dia bisa pingsan gini?." Tanya Damar yang kini sudah berada di dalam ruangan khusus untuk yang para sakit.
Loh kok ada Damar? Memang iya. Pihak dari sekolah menyangkut pautkan anggota PMR untuk bisa ikut ke daerah kawasan Bogor. Untuk berjaga jaga jikalau ada yang sakit. Tidak hanya Damar, ada lima orang perwakilan PMR yang ikut.
"Dia memang takut ketinggian Kak. Saya juga aneh kenapa tadi dia malah angkat tangan aja buat ikut panjat tebing ini." Jelas Shiha yang sudah duduk di sofa sebelah Mentari.
"Ini coba kasih minyak angin dulu, siapa tahu bisa enakan. Sebelum nya dia juga lagi sakit memang? Ini badan nya panas?." Ucap Damar yang seperti tahu walau tidak sedikit pun menyentuh Mentari. Terlihat jelas dari wajah Mentari yang pucat.
"Iyaa Kak, kayaknya dia demam deh." Shiha memegang kening Mentari.
"Yaudah saya ambilkan kompresan dulu. Siapa tahu bisa mengurangi panas tubuh nya." Jawab Damar yang kini sudah menghilang dari tempat ke arah belakang.
Di luar ruangan, ada Nayla yang sedang mengobrol dengan Raka. Nayla pun bingung, kenapa Raka gak bilang kalo anggota PMR ada yang ikut kesini. Dan untuk apa ia izin buat tidak latihan eskul waktu itu, kalau nyata nya ia bertemu Raka disini.
"Kak Raka kok gak bilang kalau anggota PMR ada yang kesini." Tanya Nayla.
"Waktu itu saya mau bilang tapi kamu nya udah pulang duluan. Jadi ya seperti itu." Ujar Raka disertai senyuman smirk nya yang terlihat semakin tampan.
Duh sepertinya gue meleleh di tempat ini. Tahan Nay, ini godaan semata. Batin nya yang sudah panas dingin dengan hati dag dig dug gini melihat senyum Raka.
"Hmm, gimana disini? Kamu betah?." Tanya Raka.
"Jujur saya mah gak betah disini Kak, pengen pulang aja rasanya. Ini aja saya gak mandi dari kemarin."
Upsss! Bodoh dah, kenapa gua buka aib gak mandi sih. Malu kan sama Kak Raka. Batin nya terus merancau ucapan nya yang tadi.
"Hahahaha, jadi kamu belum mandi? Kenapa jadi perempuan jorok banget sih." Ledek Raka yang masih terus tertawa menanggapi pengakuan dari Nayla.
"Tapi saya gak bau bau banget kok, Kak. Ini salah air nya Kak." Nayla mencium ciumi badan nya yang jadi terlihat salting.
"Air nya kok di salahin."
"Mau mandi aja harus nimba air dulu masa di sumur, kan bahaya kalo nanti saya nyemplung gimana." Nayla masih mencemberutkan bibir nya.
"Hahaaha." Tawa Raka kini semakin pecah melihat tingkah lucu dari Nayla.
"Ih Kak Raka aneh malah ketawa." Ujar Nayla yang pergi masuk ke dalam ruangan sambil melihat keadaan Mentari.
"Mentari udah sadar? Gimana lu gak papa kan, Tar?." Ucap Nayla yang terlihat jelas sangat mengkhawatirkan Mentari yang terbaring lemas di atas sofa.
"Gue gak papa kok, Nay. Btw makasih ya kalian udah perhatian sama gue." Balas Mentari yang kini sudah bangun dari posisi tidur nya dan mulai mengganti posisi duduknya. "Hm, Gue minta maaf ya sama kalian berdua. Semenjak gue pacaran gue udah jarang bisa main bareng kalian lagi. Gue minta maaf Nayla, Shiha. Kalian mau kan maafin gue." Lanjut nya.
Nayla dan Shiha menggenggam tangan Mentari, dan mereka berpelukan. Jangan pikir ini teletubbis ya.
"Iyaa kita cuma mau lo kembali seperti yang kita tau, Tar. Pacaran itu emang gak semua nya berakhir dari Zina, tetapi hampir semua Zina berawal dari Pacaran. Seindah indah nya punya pacar, sebahagia bahagia nya sama pacar tetep aja apa yang udah lo laluin itu dosa." Shiha berbicara panjang lebar. Tahu kan ya seperti apa Shiha kalau sudah menasihati seperti ini. Cocoklah dia jadi Ustadzah.
"Iyaa Ustadzah." Jawab Mentari dan Nayla berbarengan.
"Aamiin." Balas Shiha.
"Aamiin, btw lu seriusan mau jadi Ustadzah? Waduh alhamdulillah dong." Ujar Nayla yang seperti nya terlihat bahagia sekali.
"Hmm, emang cita cita gue gitu kan." Shiha tersenyum simpul menanggapi nya.
"Cie ilah, CBU nih yee." Ucap Mentari yang membuat Nayla dan Shiha menggeleng tidak mengerti apa yang di maksud oleh Mentari. "Calon Bu Ustadzah." Lanjut nya.
"Haha, Aamiin ya rabb." Kompak mereka bertiga mengucapkan Aamiin bersama.
"Jangan pelukan, Nayla belum mandi tahu dari kemarin sore." Jelas Raka yang baru saja memasuki ruangan ini.
Mereka bertiga di sofa malah tertawa mendengar ucapan dari Raka. Raka pun sampai bingung. Kemudian dengan kompak nya, mereka bertiga menjawab "Kita bertiga emang gak mandi kok, Kak."
Raka menyeryit kan kening nya mendengar jawaban dari adik kelas nya ini.
"Kalian kompak ya. Sampe bertiga gak mandi. Hahaha." Ujar Raka di sertai tawa lagi. "Btw kalian sudah dipanggil untuk makan pagi."
"Hmm, oke Kak."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way (END)✔️
Novela JuvenilYUK FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA✅ Kisah persahabatan yang terjalin antara tiga perempuan dari mereka masih berusia belia. Bukan hanya mereka yang bersahabat bahkan keluarga mereka masing-masing, serasa keluarga besar. Tapi wajarnya itu, dari mereka...