"Sepertinya benih-benih itu telah hadir."
-Adryan Madani-Arga sedang memeriksa buku pelajarannya sebelum ia pergi sarapan. Setelah semuanya telah terbawa, ia membawa jaket yang selalu ia bawa jika membawa motor.
Arga menatap bingung kepada tempat jaket yang biasa ia gantungkan karena jaketnya tak ada disana. Ingatan Arga kembali tentang jaket yang ia cari. Ia baru ingat jika jaketnya masih berada di Salsa karena kejadian kemarin.
Arga menyimpan kembali kunci motor yang telah ia bawa dan di gantikan oleh kunci mobil. Ia berniat untuk membawa mobil hari ini.
Arga pergi menghampiri kedua orangtuanya dan Alan yang sedang sarapan. Ketika Arga duduk, mereka menatap orang yang baru saja datang. Namun, ibunya menatap tubuh Arga tanpa jaket yang selalu ia pakai jika membawa motor."Aga? Jaket mana?" Tanya Ibunya.
"Aga bawa mobil. Gak apa-apa kan?"
"Kok mendadak?" Tanya Ayahnya.
"Aga baru inget. Hari ini kayaknya pulang sedikit telat."
Kedua orangtuanya mengangguk, sedangkan Alan terus saja menghabiskan sarapannya.
Setelah Arga menyelesaikan sarapannya, ia berpamitan dengan kedua orangtuanya. Tapi tiba-tiba saja Alan mencuri perhatian mereka bertiga."Alan ikut Kak Arga aja." Ucapnya tiba-tiba.
"Gak sama Ayah?" Tanya Ayahnya.
Alan menggeleng-gelengkan kepalanya dan kemudian menyalami kedua orangtuanya.
"Hati-hati." Ucap Ibunya sebelum mereka berdua keluar dari rumah.
Mereka berdua keluar dari rumah dan menghampiri mobil yang akan membawa mereka pergi ke sekolah. Alan masuk ke mobil setelah Arga menghidupkan mesin mobilnya.
Selama di perjalanan, Alan terus menatap Arga. Arga sebenarnya menyadarinya tapi ia lebih memilih menunggu reaksi Adiknya. Namun saat menunggunya, Alan tak kunjung berbuat sesuatu atau menanyakan sesuatu."Ada apa?" Tanya Arga di sela-sela ia mengemudi.
"Kemarin Kakak bawa motor tapi kok gak pake jaket."
Arga mengerutkan keningnya.
"Jadi gara-gara itu kamu lihat Kakak terus?"
Alan mengangguk dengan polosnya.
"Jaket Kakak di pinjem Salsa." Jawab Arga.
"Kak Salsa yang mana? Yang waktu itu ke rumah?" Tanya Alan dengan wajah yang antusias.
Arga hanya menjawabnya dengan anggukan. Baru saja Alan akan menanyakan sesuatu tentang Salsa. Ternyata mereka berdua telah sampai di sekolah Alan.
"Cepet turun. Ini udah siang."
Alan pun turun seperti apa yang dikatakan oleh kakaknya. Tapi sebelumnya Alan mengetuk kaca jendela mobil itu.
"Ada apa?" Tanya Arga setelah membuka kaca jendela mobil tersebut.
"Minta nomor Kak Salsa."
Arga lagi-lagi mengerutkan keningnya karena sikap Alan yang sedikit aneh atau lebih cenderung tidak penting.
"Nanti di rumah." Jawab Arga.
Tanpa mendengar jawaban dari Alan, Arga langsung menutup kaca jendela dan pergi dari kawasan sekolahnya. Ia mendengus kesal karena Kakaknya tiba-tiba saja pergi.
"Dasar pelit!" Ucap Alan sebelum ia masuk ke kelas.
Karena antara sekolah Alan dan Arga tak jauh, Arga telah sampai di sekolahnya. Di dalam mobilnya, ia sempat melihat 2 teman wanita Salsa. Meskipun Arga tak mengetahui nama mereka berdua, tapi ia mengetahuinya karena mereka berdua selalu bersama Salsa.
Arga menghiraukan apa yang di pikirannya dan bergegas pergi ke kelasnya. Saat ia nelewati kelas Salsa, langkahnya sempat terhenti untuk mencari Salsa. Ia mencari Salsa bukan tanpa alasan. Melainkan karena jaketnya masih berada di Salsa. Tapi ia tak melihat Salsa di kelas tersebut. Ia hanya melihat kedua teman Salsa saja.
Arga kembali melangkah ke kelasnya karena ia tak kunjung menemukan Salsa.
Saat ia masuk ke dalam kelasnya, ternyata di dalam kelas sudah ramai. Ia menghiraukan tatapan wanita yang menatapnya kagum dan langsung duduk di tempatnya.
Baru saja ia duduk, bel masuk berbunyi. Orang-orang di dalam kelas mendadak berhamburan untuk duduk di kursinya masing-masing.
Bu Ira masuk ke dalam kelas dan langsung memberikan lembar soal untuk diisi. Hari ini pelajaran matematika yang digurui oleh Bu Ira kebetulan mendapat tugas. Semua murid langsung terfokus kepada lembar soal dihadapannya. Tapi ada juga murid yang menghela nafas ataupun hanya menatap soal di hadapannya dengan bingung.
Arga langsung mengisi soal yang ada dihadapannya. Ia memasukan beberapa rumus yang ia ketahui pada jawaban atas soal tersebut. Setelah Arga menyelesaikan soalnya, ia menyimpan pulpennya diatas kertas.
Ia lebih memilih berdiam diri daripada mengumpulkan jawabannya kepada Bu Ira. Arga menatap lantai kelasnya dengan tatapan kosong. Namun ternyata tak hanya tatapannya yang kosong. Pikirannya pun sama.
Bu Ira melirik Arga yang tampak melamun dan tak mengerjakan soal yang di berikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arga
Teen Fiction"Tidak selamanya yang dingin itu membekukan. Kadang yang dingin itulah bisa jadi paling meluluhkan. Seperti dia, yang dingin tapi selalu saja menumbuhkan cinta." {Salsabila Ayska}