☕ : Kemana Senyummu?

1.6K 88 13
                                    

"Senyuman yang kusuka darinya hilang. Apa yang harus kulakukan untuk mengembalikan senyuman itu? Jika aku selalu disisinya, apakah akan mengembalikan senyumnya lagi?"
-Arga Rakyan-

Salsa berjalan keluar dari gedung sekolah dan menunggu Kakaknya menjemputnya. Nyawanya belum terkumpul semuanya karena ia baru saja terbangun dari tidurnya. Namun tiba-tiba ia mengingat Arga yang baru saja membangunkannya. Setelah membuatnya bangun di perpustakaan, ia pergi begitu saja dan sekarang entah kemana. Padahal ia ingin berterimakasih karena sudah membangunkannya.

Ia pun mengetik pesan untuk Arga.

For : Arga
Udah pulang? Btw thank's ya tadi dah bangunin gue

Arga langsung membuka pesan begitu ponselnya berbunyi walaupun ia sedang mengemudikan mobilnya. Dengan perasaan yang membingungkan, ia menepikan mobilnya. Ia sebenarnya ingin mengajak Salsa untuk pulang bersamanya, namun entah mengapa ia tiba-tiba tidak ingin menatap wajah Salsa. Ia terlalu malu untuk itu. Apalagi saat mengingat dirinya mencium Salsa di perpustakaan itu.
Arga menyumpahi dirinya karena terlalu bodoh hingga melakukan hal tersebut. Ia  sungguh tidak sadar dengan apa yang ia lakukan di perpustakaan. Menatap wajah Salsa begitu dekat membuat akalnya dangkal hingga ia bisa melakukan hal itu.

Arga membenamkan kepalanya pada stir dihadapannya. Ia tidak mengetahui apa yang harus dilakukannya kepada Salsa dan sikapnya saat bertemu dengan Salsa di sekolah.

Dengan berat hati, ia membalas pesan Salsa. Ia tetap ingin menghargai Salsa walaupun rasa malu yang dirasakannya.

For : Salsa
"Gue tadi buru-buru.
Sama-sama."

Salsa memajukan bibirnya karena kecewa. Ia berharap menatap wajah Arga sebelum ia pulang atau hanya sekedar mengucapkan secara langsung.
Bahkan Salsa mengharapkan Arga akan memberikan tumpangan kepadanya.

"Ya udahlah. Gue terlalu ngarep Arga ngajak pulang bareng."

Dengan wajah yang tidak bersahabat, ia membalikkan tubuhnya dan menatap Kakaknya yang sedang tersenyum kepadanya.
Ia pun mendatanginya dan langsung masuk kedalam mobil. Fajar hanya menatap Adiknya dengan bingung.

"Ada apa?" Tanya Fajar saat telah masuk didalam mobilnya.

Di tengah rasa kecewanya, ia langsung tersadar saat Kakaknya bertanya.

"Ah gak apa-apa. Salsa cuman capek aja daritadi belajar." Jawabnya sambil menghela nafas dengan wajah yang kurang bersahabat.

"Mantap." Ucapnya sambil mengelus rambut Adiknya.

Ia pun mengendari mobilnya dengan hati-hati hingga ia menepikan mobilnya di suatu tempat.

"Enggak langsung ke rumah?" Tanya Salsa sambil menatap Kakaknya yang sedang serius memarkirkan mobil.

"Tunggu bentar ya."

Salsa mengacungkan jempolnya tanpa berkata apapun. Ia pun kembali menatap pesan yang Arga kirimkan tadi.
Ia menghela nafas lagi. Entah mengapa ia ingin sekali bertemu Arga. Kali ini wajah Arga bagaikan obat yang akan membuatnya sembuh dari sakit. Salsa mungkin sedang sakit hari ini. Sakit karena rindu. Hehe.

"Besok juga bakalan ketemu." Ucapnya dalam hati untuk menghibur dirinya sendiri.

Ia tersenyum selebar mungkin tapi malah terkesan memaksakan diri. Inilah akibatnya jika ia melambungkan harapan terlalu tinggi. Padahal harapan Salsa hanya pulang bersama. Apakah harapan itu terlalu tinggi?

***

Meyra hanya menatap teman dekatnya dengan perasaan iba. Iba melihat Salsa terus menerus belajar sedangkan ia hanyalah bersenang-senang.

"Ayolah, Sal. Lo gak perlu serajin ini. Lo pasti lulus kok jalur snm." Ucap Meyra sambil duduk disebelah Salsa.

Salsa menjawabnya hanya dengan gelengan kepala. Menandakan bahwa ia tidak setuju dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Meyra. Semakin hari, ia semakin tak percaya diri.
Beberapa hari ini, ia memang sibuk belajar untuk ujian perguruan tinggi. Ia tak terlalu berharap pada jalur SNMPTN. Apalagi jika mengingat pilihannya adalah universitas yang sangat diidamkan banyak orang. Ia semakin pesimis.
Setelah sebelumnya ia dilanda kebingungan untuk memilih jurusan untuk jalur SNMPTN. Kali ini, ia begitu pesimis dengan pilihannya. Karena sebelumnya ia bingung antara jurusan kedokteran dan astronomi, tapi pada akhirnya ia memilih keduanya. Pilihan satu jatuh pada jurusan kedokteran dan yang keduanya astronomi. Walaupun pilihan pertamanya adalah kedokteran, namun ia sangat berharap diterima di pilihan keduanya yaitu astronomi.

Seseorang menatap Salsa dari luar jendela kelasnya. Siapa lagi jika bukan Arga. Pria yang masih sangat menghindari Salsa walaupun sebenarnya setiap hari Arga memperhatikannya.
Semakin hari wajah ceria Salsa telah berubah menjadi wajah yang begitu kelelahan. Entah seberapa berat Salsa berusaha untuk belajar, namun Arga tak menyukainya. Ia tak suka melihat Salsa begitu kelelahan dan tampak lesu setiap harinya.

"Liatin siapa lo?" Tanya Ryan entah darimana.

Arga menggeleng-gelengkan kepalanya. Menyanggah perkataan Ryan jika ia melihat seseorang. Tentunya ia berbohong.

"Gue cuman lewat."

Ryan tersenyum mengerti. Sebenarnya ia mengetahui jika sejak tadi menatap Salsa. Jika bukan menatap seseorang? Untuk apa sejak tadi Arga berdiri disini.
Ryan mengalungkan tangan kanannya ke pundak Arga dan mengajaknya masuk ke kelas Salsa. Arga tentunya terkejut dengan yang apa yang baru saja Ryan lakukan.
Namun baru saja sampai didepan kelas, Arga menatap Ryan dengan kurang bersahabat.

"Ngapain lo ngajak gue masuk?"

Tanpa menjawab pertanyaan Arga, ia melangsung masuk kedalam kelas.

"Mey, ke kantin yu." Ajaknya kepada Meyra dari kejauhan.

Beberapa siswa dikelas tersebut tentunya menatap asal suara yang begitu mengisi seluruh kelas. Salsa pun terkejut saat menatap seseorang yang berada disebelah Ryan. Sebenarnya bukan terkejut, namun barangkali rindu. Sudah hampir 1 minggu Salsa tak melihat Arga karena ia sibuk belajar.
Kedua mata mereka bertemu. Di pikirannya Arga mengingat kembali hal yang ia lakukan di perpustakaan.
Sial. Karena inilah ia tak ingin bertemu dengan Salsa. Ia selalu saja memikirkan kejadian di perpustakaan itu.

"Yuk." Jawab Meyra sambil mengajak Andin dan Salsa.

"Gue di kelas aja." Ucap Salsa sambil kembali menatap buku di depannya.

Mendengar hal itu, Ryan menarik Arga hingga duduk di depan meja Salsa.

"Udahlah, Sal. Belajarnya bisa nanti. Lo bisa jadi super jenius kalo belajar terus kayak gini." Ucap Ryan sambil merayu Salsa untuk pergi ke kantin.

"Iya, Sal. Lo makin kurus kalo gini terus." Ucap Andin merayunya juga.

"Lo juga bujuk dia." Bisik Ryan kepada Arga.

Ia menatap Ryan bingung. Harus dengan apa ia merayu Salsa untuk pergi ke kantin.
Arga pun memegang pergelangan tangan Salsa membuat orang-orang yang melihatnya tentunya terkejut. Apalagi Salsa.

"Yuk ke kantin. Gue traktir." Ucap Arga sambil memegang pergelangan tangan Salsa.

Beberapa siswi yang melihat kejadian itu hanya menggeleng-gelengkan kepala tak percaya dengan yang baru saja ia lihat. Meyra dan Andin bahkan menutup mulutnya dengan tangan saking terkejutnya.
Detak jantungnya semakin kencang, hingga ia tak bisa mengeluarkan kata apapun selain mengangguk. Pesona Arga membuatnya tak bisa menolak. Apalagi saat ini ia sedang memegang pergelangan tangannya sambil sedikit tersenyum. Membuat beberapa siswi iri karena Salsa mendapatkan senyuman langka dari seorang Arga Rakyan.

Saat melihat anggukan dari Salsa, Ryan sangat semangat. Ryan memang sangat menyadari perubahan Salsa akhir-akhir ini sehingga membuatnya ingin melihat Salsa seperti sebelumnya. Riang dan gembira. Maka dari itu, ia mengajak Arga.
Mereka berlima pun pergi ke kantin untuk makan siang.

"Goodjob boy." Bisik Ryan kepada Arga.

Arga sedikit menunjukan senyumnya. Walaupun sebelumnya, ia merasa tak yakin rayuannya akan membuat Salsa terbujuk.

"Gue akan lakuin apapun untuk bisa buat lo seperti sebelumnya." Ucap Arga dalam hati.

ArgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang