☕ : Bisa dihubungi

1.3K 68 9
                                    

"Dalam situasi lemah seperti ini, bisakah mengharapkanmu disisiku tanpa kupinta?"
-Arga Rakyan-

Salsa terus menerus menatap layar ponselnya. Ia merasa ragu untuk menghubungi Alan. Ia lebih memilih menghubungi Alan dibandingkan Arga. Tentunya ia masih sangat merasa bersalah kepadanya. Bukan hanya itu, Ryan mengatakan jika ponsel Arga tak akan di aktifkan sementara waktu sampai kondisinya sudah membaik.

Sebenarnya ia sangat ingin menemui Arga dan melihat keadaannya dengan mata kepala langsung. Namun ia pun bingung apa yang harus ia katakan dan lakukan jika bertemu Arga. Apakah akan banyak pertanyaan yang ia tanyakan? Ataukah ia akan meminta maaf karena membuatnya seperti ini?

Ia pun melepaskan ponselnya dari genggamannya. Berharap ia akan berhenti memikirkan Arga untuk saat ini. Namun nyatanya tidak bisa. Rasa bersalahnya terus saja menghantuinya.

Ia membuka buku pelajaran dan mengerjakan beberapa soal latihan untuk mengasah kemampuannya. Beberapa hari lagi pengumuman penerimaan mahasiswa baru jalur SNMPTN. Kini hatinya sudah tak terlalu cemas seperti saat itu. Ia benar-benar pasrah jika ia tidak di terima di jalur SNMPTN. Tentunya ia akan kecewa, namun ia tak akan berlarut-larut dalam kesedihan. Ia akan langsung mengejar jalur SBMPTN.

Setelah mengerjakan beberapa soal latihan, ia menulis dalam buku kesehariannya alias diary.

Kali ini sekolah tampak sangat sepi tanpamu
Padahal kau juga tak selalu bersamaku
Kembalilah..
Akan ku ucap permintaan maaf
Namun kata rindu akan dipendam saja

Setelah menuliskan sepatah kata untuk seseorang. Ia langsung menarik selimutnya untuk tidur. Berharap, esok ia akan bertemu dengan Arga ataupun mendapatkan kabar darinya.

*****

Arga menatap sekitar ruangannya sambil duduk di kasur pasien. Ini bukan pertama kalinya ia seperti ini, bahkan dulu ia sangat sering dirawat di rumah sakit. Pagi ini, ia ditemani Ibunya. Padahal ia sudah mengatakan beberapa kali jika ia tak perlu ditemani. Tapi karena kekhawatirannya, Ibu Arga menemani putranya.

"Gimana? Udah lebih baik?" Tanya Ibunya setelah menghabiskan sarapannya.

Arga membalasnya dengan senyuman dan anggukan. Hari ini badannya memang sedikit membaik, walaupun sebenarnya pening di kepalanya juga perutnya masih terasa sakit. Namun ia juga tak mungkin merengek kepada Ibunya.

"Nenek nanti mau jaga disini. Biar Ibu ngurusin urusan dirumah sebentar."

"Di rumah aja, Bu. Kasian Alan sendirian." Ucapnya dengan pelan.

"Kamu ini belum sepenuhnya sehat."

Arga hanya menghela nafasnya. Ia merasa tidak enak jika beberapa orang harus bergantian menemaninya. Padahal tanpa ditemani pun ia baik-baik saja.

"Temen kamu mau pada kesini?" Tanya Ibunya.

"Gak tahu. Arga belum buka ponsel sama sekali."

"Ibu udah kasih tahu Ryan. Mungkin hari ini juga dia kesini."

Arga pun mengambil ponselnya di sebelah kasurnya. Beberapa panggilan dan juga pesan dikirim padanya. Namun ia menatap pesan dari Salsa dan juga beberapa panggilan darinya.

From : Salsa
"Thank's hari ini udah ajak gue keluar." (21.35)

"Lo di RS?"(11.23)

Arga sedikit tersenyum saat Salsa menanyakan keberadaan dirinya. Entah mengapa ia senang, jika Salsa mengetahui keadaannya.
Ia mengetik pesan untuk membalasnya, namun ia terus saja menghapusnya karena belum saja menemukan kata yang tepat.

For: Salsa
"Gue di RS but i'm fine."

Setelah bingung memikirkan balasan untuk Salsa. Ia pun mengirimkan pesan tersebut.
Tiba-tiba ia mengingat wajah berseri Salsa saat mereka berdua pergi ke toko eskrim setelah dari kafe. Ia merasa usahanya berhasil membuat Salsa kembali tersenyum seperti biasanya. Dan hal yang paling disukai Arga adalah senyuman Salsa dan tak lupa dengan pipinya yang berisi membuatnya semakin gemas.
Tapi tunggu sebentar, apa kali ini ia menyadari jika ia benar-benar menyukai Salsa?
Arga menutup wajahnya malu saat adegan ia mencium Salsa tiba-tiba muncul dipikirannya. Mungkin pada saat itu ia sudah mulai menyukainya atau mungkin sebelum itu.
Saat ini ia benar-benar ingin menatap wajah yang ia sukai itu. Tentunya tanpa melihatnya khawatir akan keadaan dirinya. Ia ingin sekali melihat wajah cantik dengan senyuman itu. Tapi apakah ia bisa membuatnya pergi menemuinya saat ini?

Namun tak lama ia memikirkan caranya agar bertemu gadis itu, Salsa menelpon. Tentunya ia sangat terkejut.

"Hallo."

"Iya?"

"Lo sakit?"

"I'm fine."

"Jangan bohong. Lo di rawat di RS gara-gara minum kopi kan?"

Arga tak bisa menjawabnya. Jika ia mengatakan "iya" Salsa akan merasa bersalah.

"Gue gak kuat minum kopi. Tapi ini bukan salah lo. Gue sendiri yang ngajak lo ke kafe."

"Tapi kenapa?"

Suara Salsa terdengar lebih berat dari sebelumnya. Apa ia menangis?
Pikiran Arga pun kosong. Ia benar-benar tak mau mendengar suara tangisan Salsa. Ia merasa tersakiti dengan suara tangisannya.

"Don't cry."

"Gue merasa bersalah, lo sakit karena ke kafe bareng gue. Andaikan kita makan malem biasa. Lo pasti gak bakal kayak gini."

"Gue sendiri kok yang milih minum kopi."

"Kenapa?"

Arga terdiam. Ia sebenarnya tak berniat untuk memberitahukan ini kepada Salsa. Namun jika Salsa seperti ini, ia tak ada cara lain.

"Gue gak suka lihat lo terus-terusan belajar kayak orang gila. Lo lupa tidur sama makan. Gue sengaja ajak lo ke cafe biar lo sedikit enjoy dan berharap lo kembali normal lagi. Tanpa terbebani dengan rasa percaya diri lo."

Penjelasan Arga membuatnya terdiam. Beberapa pertanyaan muncul dalam dirinya . Kenapa ia seperti itu? Kenapa ia begitu peduli?

"Jadi lo gak perlu merasa bersalah. Karena gue sendiri yang milih minum kopi. Gue juga berharap lo lebih enjoy lagi bareng gue."

Salsa tak lagi membalas perkataan Arga. Ia masih saja terdiam.

"Ya udah kalo gitu. Gue tutup dulu."

"Get well soon. See you..."

Arga bahkan tak bisa menutup telponnya setelah mendengar ucapan dari Salsa. Baginya, ucapan seperti itu yang dapat menghangatkan hatinya. Padahal bukanlah ucapan "lekas sembuh" terlalu biasa untuk membuat hatinya hangat.

Kini Salsa yang sedang berada di kelas pun menatap sekitar kelasnya yang kosong. Beberapa siswa sedang berbondong-bondong pergi keluar kelas untuk makan siang.

Tiba-tiba ia mengingat saat ia sedang sakit dan memaksakan untuk pergi ke sekolah. Saat itu pula ia pun mengingat saat Arga menghampirinya di kelas karena disuruh pergi ke UKS.
Juga mengingat cerita Meyra dan Andin saat Arga menggendongnya ke UKS dan membuat suasana begitu ramai karena orang-orang berbondong untuk melihat.

Disaat seperti itu, Arga selalu disisinya. Walaupun ia menyebutnya adalah kebetulan. Namun kebetulan itu sangatlah berarti bagi Salsa.
Kali ini, ia pun ingin menemani Arga disaat seperti ini. Karena ia ingin dianggap kehadirannya begitu berarti. Namun apakah bisa keadaan seseorang begitu berarti jika tanpa rasa cinta didalamnya?

ArgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang