Bab 18

30.9K 3.6K 696
                                    

HUJAN

--------------------

“Jungha, aku duluan!” seru perempuan yang memiliki senyum menawan, dia Seulgi, teman sekelasnya.

Jungha mengangguk sambil melambaikan tangannya yang langsung di balas oleh Seulgi. Dan sedetik kemudian, semua terasa sepi, hanya terdengar tetesan air dari luar.

“Ah, hujan.”

Jungha menatap jendela kelas yang perlahan mulai tertutup oleh rintik air hujan. Dengan langkah gontai, Jungha mulai berjalan ke belakang sudut kelas lalu menggantung sapu di tempat yang seharusnya kemudian membalikkan badan dan melangkah keluar dari kelas yang sudah sepi. Ya, teman-temannya yang lain sudah pulang karena memang bel akhir sekolah sudah berbunyi sejak tiga puluh menit yang lalu. Sementara Jungha harus melaksanakan tugas piketnya terlebih dahulu.

Di sepanjang koridor, hanya ada beberapa siswa yang dia temui. Selebihnya pasti sudah sampai di rumah mereka dan berleha-leha di kamarnya. Belum lagi saat hujan deras seperti ini. Huft, gadis itu kesal terjebak hujan seperti ini.

Jungha menghela napas malas sambil menatap air hujan yang berlomba-lomba membasahi bumi. Bau menyengat dari aspal yang terguyur air hujan mulai merasuk ke indra penciuman gadis itu. Ah, Jungha tidak begitu suka hujan. Menurutnya, hujan hanya mengganggu aktivitas manusia. Apalagi di saat sore hari seperti sekarang.

“Astaga, kapan akan berhenti,” gumamnya. Karena tak ingin menghabiskan waktu dengan sia-sia, Jungha mulai menerobos hujan, tak peduli walaupun nanti bajunya kebasahan. Lagi pula, jarak rumahnya dan sekolah juga tidak terlalu jauh. Hanya perlu melewati jalan raya sedikit kemudian masuk ke gang-gang kecil.

Jungha berjalan pelan di bawah guyuran hujan. Angin yang menerpa wajahnya langsung membuatnya menggigil. Ah, hanya karena modal nekat apa gadis itu harus mengorbankan kesehatannya?

Jungha menunduk dalam, membuat rambut panjangnya yang basah turun menutupi wajahnya. Dingin? Pasti. Pusing? Iya, karena air hujan yang amat deras itu jatuh langsung mengenai kepalanya.

“Aduh,” rintih Jungha saat dirinya menabrak sesuatu. Ralat, seseorang. Karena ia dapat melihat sneakers putih yang dikenakan orang di hadapannya.

Dahi Jungha mengkerut, lalu kepalanya terangkat dan mendapati sosok lelaki tampan dengan kedua tangan memegang almamater sekolah guna menghalau hujan yang mengguyur mereka.

Sesaat mereka saling beradu pandang. Terpukau sekaligus merasa tenang ketika melihat lensa mata di depan mereka. Hingga akhirnya, suara baritone itu memecah keheningan.

“Kau ingin pulang bersama?”

Jungha buru-buru mengerjapkan matanya. Lalu mengikuti arah pandang lelaki itu ke sebuah mobil sedan hitam legam yang terlihat ada beberapa orang di dalamnya.
Jungha menghela napas kemudian menggeleng bermaksud menolak. “Tidak perlu. Aku bisa pulang sendiri. Lagi pula bajuku sudah basah.”

Lelaki yang ternyata Taeyong itu langsung menatap temannya yang duduk dibalik kemudi, seperti mengisyaratkan agar mereka meninggalkannya dan Jungha.

“Loh, kau tidak pergi bersama mereka?” tanya Jungha saat mendapati mobil itu sudah berjalan.

Taeyong menggeleng, kemudian menggerakkan kepalanya, mengisyaratkan Jungha untuk kembali berjalan. Lelaki itu langsung menyejajarkan langkahnya untuk menutupi kepala Jungha menggunakan almamater hitam. Taeyong tahu hal itu tidak banyak berguna. Tetapi setidaknya dengan itu dia dapat menghalau air hujan supaya tidak langsung mengenai kepala gadis itu.

[END] MR. VAMPIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang