Bab 39

19.2K 2.3K 179
                                    

Way Back Home

---

Sudah hampir enam bulan Jungha melewati hari-hari tanpa kehadiran sosok itu. Ia mulai bersikap biasa, memposisikan diri layaknya Jungha yang belum mengenal Taeyong.

Selama ini dia sudah berpikir positif akan Taeyong. Tapi mungkin benar kata Jeno, kini belum saatnya. Perlahan tapi pasti, Jungha mencoba melupakan lelaki itu. Yap, sudah waktunya mungkin. Ia tidak mau berlarut-larut dengan sesuatu yang tak pasti seperti ini. Sudah saatnya dia membuka lembaran baru walau hatinya masih tak menginginkan itu.

Kehidupannya sebagai half Vampir juga tenang-tenang saja. Sisi manusianya sangat menguntungkan Jungha tinggal di dunia ini. Tak ada yang berubah dan tak ada pantangan untuknya. Ya, dia hidup layaknya manusia pada umumnya. Bahkan dia sudah lulus dari SMA Geumjeong bulan kemarin. Hanya saja yang berbeda, setiap sebulan sekali ia harus membeli seekor ayam hidup untuk diminum darahnya.

"Jungha, kau ingin membelinya?" Jungha menoleh ke arah Hina yang tengah menunjukkan sebuah cincin emas. Jungha mengambil alih cincin itu lalu menatap kedua temannya yang juga mengambil cincin yang sama.

Perlahan, dia melirik ke cincin yang sudah hampir enam bulan ini ia kenakan. "Aku ingin membeli kalung saja," tolak Jungha.

Ara dan Hina menghela napas kecewa. "Ah, aku ingin kita memiliki barang couple," kata Ara.

Jungha tersenyum tidak enak hati. "Em, bagaimana kalau gelang?"

Hina mengangguk setuju. "Boleh juga. Tadi aku menemukan gelang lucu. Sebentar!" Hina berlalu dari hadapan Jungha diikuti Ara yang antusias mendengarnya.

Jungha terkekeh kecil lalu kembali melihat-lihat perhiasan dan pernak-pernik lucu di toko bernuansa remaja.

Saat ingin mengambil boneka serigala, titik buta mata Jungha seakan melihat orang berpakaian serba hitam berdiri dan menatap ke arahnya. Namun, ketika dia menoleh, sosok itu menghilang.

Huh, halusinasi?

Kembali, Jungha mengambil boneka serigala tersebut dan memutar-mutar tubuh si boneka untuk menemukan cacat. Namun lagi, ia selalu merasa diawasi.

"Jungha."

Jungha terkesiap kala seseorang memanggil namanya dan menepuk pundaknya. Ah, ternyata itu Hina dan Ara.

"Kenapa kau begitu terkejut? Ada yang salah?" tanya Ara yang langsung dibalas gelengan oleh Jungha.

Ara mengangguk percaya. Dia lalu mengangkat tangannya untuk menunjukkan sebuah gelang anyaman berwarna cokelat dan hitam. "Bagaimana? Bagus, kan?"

Jungha mengambil alih gelang tersebut dan menatapnya lamat. "Bagus."

"Baik, kita ambil ini saja," kata Hina. Kemudian gadis itu menyeret Jungha ke kasir untuk membayar gelang tersebut.

Setelahnya, mereka memutuskan untuk pulang karena sebentar lagi matahari akan menenggelamkan dirinya.

"Sampai jumpa lagi, Jungha. Terima kasih untuk hari ini." Ara yang berada di balik kemudi mobil lantas melambaikan tangan pada Jungha, begitu pun sebaliknya.

Menghela napas panjang, Jungha langsng memutar tubuhnya dan membuka pagar untuk masuk ke rumahnya.

"Jungha pulang," ucap Jungha sambil menutup pintu.

"Halo, sore anak Ayah." Bae Jungyon yang baru saja turun dari tangga langsung mendekap putri semata wayangnya lalu mengecup puncak kepala Jungha. "Bagaimana jalan-jalannya?"

Jungha tersenyum lebar. "Seru banget!" ucapnya sambil melonggarkan dekapan sang Ayah. Ia lalu menjulurkan kantung plastik putih. "Ini, Jungha belikan kue."

"Terima kasih," ucap Jungyon sambil mengambil alih kantng plastik tersebut.

"Oh, iya. Ayah ingin pergi ke mana?"

"Ayah ingin ke rumah rekan. Barusan anaknya meninggal karena serangan hewan buas. Kamu hati-hati di rumah." Jungyon membelai rambut putrinya sayang.

Jungha mengernyit. "Ayah yakin karena hewan buas? Bukan karena vampir?"

Kini Jungyon terkekeh kecil. "Nak, vampir sudah lama dibasmi oleh para Hunter. Jadi kamu tidak perlu khawatir lagi."

Jungha ikut terkekeh mendengar penuturan sang Ayah. "Namun orang yang di hadapan Ayah adalah vampir."

"Ayah hati-hati," ucap Jungha.

"Kamu juga," ucap Jungyon final sebelum akhirnya meninggalkan rumah.

Jungha lalu mengambil piring dari rak untuk memakan kuenya setelah mengunci pintu. Namun, belum sampai ia memakan suapan pertama, bel pintu berbunyi menandakan ada yang datang.

"Pasti ada yang ketinggalan," ucap Jungha kala ia menebak sang Ayah melupakan sesuatu.

Jungha bangkit lalu berjalan ke arah pintu. Memutar kunci lalu membukanya.
Gadis itu lantas tersentak kala mendapati sosok yang tengah menatapnya dengan tatapan menelisik.

Dengan susah payah Jungha menelan salivanya kemudian berkata. "Cari siapa?"

Orang di hadapannya hanya terdiam. Matanya terus menatap Jungha dalam, membuat Jungha lagi-lagi menelan salivanya kala ia merasa tenggorokannya mengering.

"Eumh, cari siapa, ya?" tanya Jungha ulang.

Lelaki di hadapannya mengedipkan mata berkali-kali, menandakan dia baru saja tersadar dari pikirannya. "Ah, maaf. Mungkin aku salah orang."

Lelaki itu kemudian berbalik. Hendak melangkah, namun, ia langsung tersentak kala Jungha kembali membuka suara.

"Mau ke mana... Taeyong?"

Lelaki yang dipanggil Taeyong itu langsung menoleh. Menatap Jungha yang kini tersenyum ke arahnya dengan mata yang berbinar.

"Mau pergi lagi, hm?" Suara Jungha gemetar menahan tangis. Aish, kenapa dia jadi cengeng sekali?

Taeyong masih terpaku di tempatnya berdiri. "Kamu ingat—"

"Kau pikir semudah itu melupakanmu?" serobot Jungha.

Taeyong tersenyum lantas menubrukan diri pada tubuh imut gadis yang hampir enam bulan ini dia rindukan. Senyumnya, tatapannya, wanginya, dan candanya. Semua itu tak luput dari pikiran Taeyong. Ah, Taeyong merindukan Jungha. Sangat.

Jungha membalas pelukan lelaki itu dan meraung dalam dekapannya. "Ayo, hapus ingatan aku lagi! Mau sebanyak apa pun kamu coba buat hapus ingatan aku, aku akan berusaha untuk selalu ingat kamu."

"Maaf." Hanya itu yang mampu keluar dari mulut Taeyong.

Taeyong mendekap Jungha lebih erat. Membiarkan rasa rindunya terhempas saat mereka saling berpeluk erat. Sesekali juga Taeyong mencium puncak kepala Jungha, menyalurkan rasa cinta yang mendalam untuknya.

"Jangan pergi lagi Taeyong."

Taeyong menggeleng. "Aku selalu ada buat kamu Jungha."

Jungha mengangguk mendengar ucapan Taeyong.

"Aku rindu kamu," kata Jungha.

Taeyong terkekeh melihat sikap manja Jungha yang membuatnya merasa senang. Ah, apakah ini sudah waktunya mereka hidup bahagia?

"Hei, aku sudah kembali."

.
.
.

To be continue


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[END] MR. VAMPIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang