Bab 28

21.2K 2.8K 713
                                    

CINTA DAN BENCI

---

Suasana duka masih menyelimuti Jungha dan beberapa kerabat Sandara. Jungha masih saja menangis di samping peti mati Bibinya itu. Semuanya seakan mimpi baginya. Dia tidak percaya satu-satunya orang yang dia kasihi pergi secepat ini.

Beberapa orang berpakaian hitam datang silih berganti mendekati peti mati, bermaksud memberi penghormatan terakhir untuk wanita itu. Beberapa polisi juga hadir di rumah duka, menunggu Bae Jungha memberikan informasi atas kematian tak wajar Bae Sandara.

Bagai ribuan anak panah yang memanah dirinya. Sakit saat mengetahui Sandara benar-benar tak bisa terselamatkan. Perih saat gadis itu tak dapat melakukan apapun untuk membantu Sandara. Yang dapat dia lakukan hanya menangis.

“Bibi, Jungha minta maaf. Seharusnya Jungha yang ada di sini, bukan Bibi. Maaf.”

Jungha tersedu kala mengingat kenangan mereka. Di hadapannya, Sandara terbujur kaku. Jungha menyayanginya, mencintainya layaknya seorang anak pada Ibunya. Wanita ini yang merawatnya sejak Ibu kandungnya meninggal. Wanita ini yang membesarkannya tanpa mengharapkan timbal balik dari apa yang sudah dia lakukan. Sungguh, Jungha benar-benar mencintainya.

“Jungha, kamu kuat. Bibi Sandara sayang sama kamu. Dia pasti sedih melihat kamu seperti ini,” ucap Ara sambil mengelus-elus pundak gadis yang terlihat mengkhawatirkan.

Tangis Jungha tambah pecah kala mengingat kejadian nahas yang merenggut nyawa Sandara. “Semua salah aku, Ra. Aku lemah. Aku tidak bisa menjaga Bibi.”

“Sabar, Jungha. Ini bukan salah kamu. Ikhlasin Bibi Sandara, kamu tidak ingin dia sedih, kan?” sambung Hina.

“Ini semua salah aku.” Suara Jungha mulai melemah.

Iya, ini semua memang salahnya. Seharusnya vampir-vampir itu menyerangnya, bukan Sandara. Seharusnya dia yang terbaring di sana, bukan Sandara. Sekali pun wanita itu mati, seharusnya dia juga mati bersama Sandara.

Ya, seharusnya dia mati. Tidak sepatutnya Taeyong datang menyelamatkannya. Tidak sepatutnya Taeyong membiarkannya hidup. Untuk apa lelaki itu menyelamatkannya padahal ia termasuk salah satu bagian dari makhluk tersebut. Untuk apa, huh?

Ahh, yaa, dia lupa, lelaki itu takut untuk mati. Karena separuh jiwa lelaki itu ada padanya. Benar, kan? Taeyong hanya mengkhawatirkan nyawanya saja.

“Maafkan Jungha, Bibi. Maaf.”

“Kamu kuat, sayang.” Suara baritone di sampingnya membuatnya menoleh. Sosok yang selama ini tak pernah ia jumpai, kini hadir. Sosok yang selama ini ia rindukan, kini memeluknya, menyalurkan rasa hangat dan ketenangan yang teramat.

“Ayah.” Jungha balas memeluk tubuh tegap Bae Jungyon. Menumpahkan seluruh beban kesedihan yang tengah ia pikul.

“Ini salah Jungha, Yah. Jungha minta maaf.”

“Berhenti menyalahkan diri kamu sendiri, Nak. Semua ini sudah digariskan oleh Tuhan. Kita hanya tinggal menunggu waktu yang tepat. Itu saja.”

⸙⸙⸙

Jungha memejamkan matanya, mencoba untuk tidur setelah melewati hari yang begitu melelahkan. Namun, gadis itu sama sekali tak bisa tidur, otaknya terus berputar memikirkan Sandara.

[END] MR. VAMPIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang