Part 5

6.5K 1K 45
                                    

Aku terkesiap melihat sosok yang kukira Zen. Perawakannya memang mirip Zen. Tapi aku yakin dia bukan Zen. Kepalanya di tutupi dengan tudung sweter hitamnya. Wajahnya ditutupi kain hitam, hanya menampilkan sepasang mata hijaunya yang menatapku tajam.

Aku mundur selangkah. "Siapa kau?!"

"CARISS!"

Aku menoleh ketika aku mendengar namaku dipanggil. Aku terkejut melihat Zen berlari dari belakang.

Astaga! Ini baru sungguhan Zen.

Dia menarikku mundur. "Kupanggil kau berkali-kali tapi kau justru menjauh!"

Aku terperangah. Jadi suara samar yang memanggilku...

Zen mengalihkan pandangannya pada orang asing beberapa langkah di depan kami itu. Dia menatapnya tajam. "Siapa kau?"

"Aku mau berbicara dengan Carissa."

"Aku tidak mengizinkannya," balas Zen dingin.

Aku mengenggam erat tangan Zen. Suasana hutan menjadi semakin mencekam. Laki-laki asing itu mendekat. Zen dan aku perlahan mundur.

"Aku peringatkan kau jangan main-main denganku," ancam Zen.

Laki-laki itu tidak mau dengar. Dia terus maju mendekati kami. Zen geram. Dia melangkah dan berniat melayangkan tendangan pada laki-laki asing itu. Namun laki-laki itu dengan sigap menahan kaki Zen. Zen mendelik. Aku terkejut.

Ini untuk pertama kalinya aku melihat Zen bisa dilawan.

Aku tersentak ketika tiba-tiba kedua tanganku di tarik ke belakang. Aku memekik kaget. Sebuah borgol dengan mudahnya mengunci tanganku.

"Cariss!"

BRAK!

"ZEN!"

Aku berseru ketika laki-laki asing itu memukul tengkuk Zen ketika Zen berniat lari menghampiriku. Jantungku berdetak kencang. Aku berniat melakukan perlawanan pada seseorang yang telah memborgolku dengan memberikan tendangan ke belakang. Tapi sosok itu lebih dulu menendang bagian belakang lututku membuat aku jatuh terduduk dan meringis kesakitan.

Orang-orang ini kuat sekali. Aku terkejut menyadari Zen tergeletak tak sadarkan diri. "ZEN! ZEN!"

"Padahal aku berniat menggunakan cara damai. Tapi kalian sendiri yang memaksaku," suara dingin laki-laki asing itu membuatku mendongak. Aku menatapnya tajam.

"Apa yang kau mau?"

Dia hanya diam.

***

Aku terpaksa mengikuti mereka, dua orang dengan penampilan sama. Mereka mengancam akan menggantungkan tubuh Zen jika aku tidak mau ikut mereka secara sukarela. Aku pikir itu hanya ancaman biasa. Tapi mereka benar-benar menunjukkan padaku tali untuk menggantung Zen. Aku menyetujuinya ketika mereka hampir mengikatkannya pada Zen.

Mereka benar-benar gila. Tapi setidaknya mereka mengizinkanku untuk membawa Zen. Bahkan laki-laki asing yang membuat Zen tidak sadarkan diri itu menggedongnya tanpa pintaku.

Dan aku yakin mereka lebih gila lagi ketika mereka menyuruhku untuk masuk ke kapsul tembus pandang yang terapung di tepi pantai. Aku menurut saja. Aku menduga orang-orang ini suruhan pria yang mengirimiku pesan lewan benda lingkaran itu. Huh, untuk apa dia memberikanku peta jika dia sudah mengirimkan orangnya untuk menculikku.

"Kau pasti suruhan pria tua yang menyebalkan itu, kan?" tanyaku ketika kapsul mulai begerak mengapung menjauhi bibir pantai.

Dua orang itu hanya melemparkan pandangan padaku. Aku melengos. "Bilang pada bosmu itu, aku tidak takut pada dia. Dia sama buruknya dengan Roynald. Sama bodohnya dengan pria itu!"

The Lost CityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang