Part 15

4.6K 796 6
                                    


Carissa's POV

Angin malam berembus kencang. Aku memeluk tubuhku. Sesekali kuusap kedua lenganku, berusaha memberi kehangatan pada tubuhku.

"Kau kedinginan?" tanya Zen.

Belum sempat aku jawab, Zen sudah melepaskan jasnya dan memakaikannya padaku. "Terima kasih, Zen," kataku sambil merapatkan jas Zen. Rasa dingin yang tadi menusuk kulitku berangsur-angsur menghilang. Aku merasa lebih hangat.

Aku tidak bisa memastikan berapa lama kami sudah berada di atas lautan, mungkin hampir tiga jam. Aku masih tidak tahu ke mana De akan membawa kami. Al hanya mengatakan bahwa perahu karet ini akan menuju markas kecil mereka. Tapi sejauh mata memandang hanya ada hamparan laut.

"Pulau itu cukup jauh. Mungkin membutuhkan waktu tiga jam lagi untuk sampai ke sana."

Aku hanya mengangguk pasrah mendengarkan ucapan Al. Pikiranku kacau. Rasanya baru beberapa waktu yang lalu kami tertawa. Beberapa jam lalu aku masih menyapa teman-temanku di Lungsod. Tapi dunia ini memang suka menjungkir balikkan keadaan. Barang-barangku tertinggal di markas Dark Mortal Agency. Aku tidak bisa menghubungi teman-temanku lagi, aku tidak tahu harus bagaimana.

Aku memandang Ve yang mendengkur lembut. Dibanding memikirkan diri sendiri, aku lebih kasihan melihat Ve. "Apa Ve punya asma?"

Al yang sedang memandangi lautan menoleh. "Iya. Setiap kali bertugas, dia biasanya minum obat untuk jaga-jaga. Tapi untuk yang tadi, semuanya terlalu mendadak."

"Dia pasti sudah kelelahan berlari. Ditambah kita masuk lorong pengap tadi," gumamku.

Al mengangguk pelan. "Beruntung aku selalu menyiapkan satu tas darurat untuk kepergian mendadak. Tas itu isinya beberapa obat-obatan, perahu karet ini, tenda, dan inhaler asma Ve."

"Apa setiap ruangan punya jalur khusus itu, Al?" tanya Zen.

Al menggeleng. "Aku tidak tahu, tapi sepertinya tidak. Kalau yang rahasia seperti ini, ya cukup jadi rahasia satu atau beberapa orang saja. Jalur ini hanya aku, De, dan Ve yang tahu."

Zen ber-oh pendek. Keheningan kembali merayapi kami. Aku menghela napas panjang. Asap putih mengepul keluar dari hidungku. Perjalanan ini kembali di mulai, tanpa persiapan apa pun.

***

Aku nyaris tertidur ketika perahu karet mendadak berhenti. Aku langsung tersadar. Perahu karet ini telah menepi di bibir pantai. Pulau itu tampak lebih kecil. Sangat kecil bahkan. Tapi kalau hanya dihuni segelintir orang terlihat luas. Pepohonan tumbuh rimbun di tengah pulau, khas pulau kecil seperti kebanyakan yang lain.

De turun pertama. Al berniat kembali menggendong Ve, namun gadis itu bangun lebih dulu. Keadaan Ve jauh lebih baik. Napasnya sudah teratur, hanya kondisinya yang masih sedikit lemah. "Kau baik-baik saja?" tanya Al ketika Ve akan turun.

Ve mengangguk. "Aku bisa sendiri. Terima kasih, Al."

Ve turun, disusul Al. Kemudian aku, dan yang terakhir Zen. De menarik perahu karet itu keluar seluruhnya dari air. Lalu dia menarik sebuah tali kecil di pinggir perahu karet itu dan mengempislah perahu itu secara perlahan. "Biarkan ini kering dulu. Tidak ada yang mau mencurinya," kata De.

"Kalian mau segera masuk ke markas? Atau kalian mau di sini dulu? Sebentar lagi matahari terbit."

Aku memandang kaki langit yang tampak gelap, namun tidak gelap sepekat aku meninggalkan markas Dark Mortal Agency. Mungkin benar, sebentar lagi matahari akan terbit.

"Apa kita tidak membuang-buang waktu?" tanya Zen.

Al tersenyum. Dia berjalan dan duduk di pinggir pantai. "Tidak ada waktu yang terbuang untuk memandangi keindahan alam, Zen."

The Lost CityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang