Part 27

3K 554 24
                                    

Javera membuka jendela pelan. Udara dingin musim gugur menyeruak masuk. Carissa merapatkan selimutnya untuk mendekap tubuhnya. Javera melompat keluar.

"Apa yang kau lakukan?"

"Lihat!"

Jari telunjuk Javera mengarah ke atas. Carissa mendongakkan kepalanya ke luar jendela. Langit malam tampak indah dengan ribuat bintang menggantung gemerlapan. Carissa berdecak kagum. Rasanya lama sekali dia tidak melihat langit malam seindah ini. Kapan terakhir kali dia melihatnya? Mungkin saat dia masih terombang ambing di lautan bersama Zen, Al, Ve, dan De. Sebagai seorang mahasiswi astronomi, malam adalah sahabatnya. Langit malam yang jauh dari hiruk pikuk kota dan tanpa polusi cahaya selalu menjadi favoritnya. Gemerlap titik-titik bintang di langit malam seakan membuat garis membentuk rasi bintang. Itu adalah hal yang paling dia sukai. Biasanya satu bulan sekali dia bersama sekelompok temannya pergi ke gunung, malam hari bermain 'pencarian rasi bintang'. Siapa yang menemukan rasi bintang paling banyak dia yang menang.

Carissa tersenyum mengingat itu. Malam. Mungkin sebagian orang merasa malam adalah waktu yang menyeramkan. Gelap seakan diidentikkan dengan ketakutan. Tapi gelap tak selamanya buruk. Tanpa gelap, langit malam tak akan menunjukkan pesonanya yang menakjubkan. Justru dengan cahaya, langit malam hanya seolah langit gelap dengan segelintir atau bahkan tanpa bintang gemerlapan. Gelap bisa menakjubkan dengan caranya sendiri.

"Dulu aku dan kakakku sangat suka melihat langit malam seperti ini. Dulu rumah kami memang jauh dari perkotaan. Sangat menyenangkan kalau mengingat hari itu," kata Javera tanpa mengalihkan tatapannya dari langit.

Carissa terkesiap. Javera memiliki kakak? Itu sebuah fakta yang mengejutkan.

Javera melirik Carissa ketika gadis itu baru membuka mulutnya. "Kau ingin bertanya aku sungguh punya kakak?"

Carissa menutup mulutnya dan menyengir. "Kau benar."

Carissa duduk di pinggiran jendela dan menopang dagunya sambil menatap Javera. "Jadi kau punya kakak?"

Javera bergumam mengiyakan.

"Umur berapa? Apa sudah menikah?"

"19."

Carissa menatap Javera tak percaya. "Eh? Jadi maksudmu adikmu?"

Javera menggeleng. "Tidak, dia kakakku. Dia tiga tahun di atasku."

Carissa mengerutkan kening. Apa itu berarti umur Javera masih 16 tahun? Oh, jika itu benar itu akan menjadi berita panas di kampus. Seorang remaja 16 tahun yang kini tengah menempuh pendidikan semester 7. Hei, itu sangat gila! Tapi kalau Carissa perhatikan lagi wajah Javera juga tidak semuda itu.

"Kau masih berumur 16 tahun?!" tanya Carissa syok.

Javera tertawa kecil. "Tidak, tidak. Kakakku meninggal di umurnya yang 19."

Carissa tidak lagi syok tapi syok berat. Dia nyaris terjatuh ke belakang kalau dia tidak segera berpegang pada pinggiran jendela.

"Hei, kau baik-baik saja?" tanya Javera sedikit kaget melihat Carissa yang berusaha menjaga keseimbangannya.

"Aku baik-baik saja."

Carissa memandang Javera lamat-lamat. Meski samar dalam kegelapan, Carissa baru menyadari kilat sedih terpancar dari bola mata Javera. Sesuatu yang tidak pernah dia sadari. Atau mungkin dia tidak peduli.

"Maafkan aku, Jav..."

"Hei, tidak masalah. Aku yang memulai membahas hal ini," kata Javera memutus ucapan Carissa lebih dulu.

The Lost CityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang