[CERITA MULAI DIREVISI PADA BAB INI]
Pelabuhan Nagasaki tidak terlalu ramai di malam hari. Kapal besar sampai perahu kayu kecil yang tertambat di dermaga bergoyang pelan mengikuti ombak lautan yang tenang. Ada beberapa pria yang berpakaian layaknya nelayan yang mondar-mandir di dekat dermaga. Sebentar lagi mereka akan pergi melepas jaring di lautan.
Zaman memang sudah sangat maju. Meski begitu masih ada beberapa keluarga yang tetap memegang kukuh tradisinya. Bekerja tradisional secara turun temurun, kesederhanaan yang selalu terjaga, begitulah hukum alam selalu berproses.
"Kami sangat-sangat berterimakasih padamu, Javera," kata De seraya menjabat erat tangan Javera.
Javera tersenyum. "Itu bukan masalah besar, Kawan. Hei, malam ini di mana kalian akan tinggal?"
Kami diam sambil melemparkan senyuman canggung. Di mana kami akan tinggal? Jelas itu masalah besar mengingat hari sudah mulai malam. Tapi ini tempat asing. Tidak satu pun dari mereka yang mengenal orang-orang di sini, sekalipun aku yang sudah bolak-balik negara Jepang.
"Kalian mau menginap di tempat pamanku?" tawar Javera.
Al buru-buru menggeleng. Aku setuju dengannya. Kami tidak bisa lagi terlibat dengan Javera di pulau ini. Kami harus segera berpisah.
"Kami akan menginap di kapsul hotel, Jav," kataku teringat kapsul hotel yang sangat menjamur di Jepang. Sebuah kamar hotel kecil di dalam kapsul yang sangat cocok bagi para traveler backpacker.
Javera ber-oh panjang. "Itu ide bagus. Kapsul hotel di sini cukup baik dengan harga terjangkau. Omong-omong biar kuantar kalian. Tunggu, apa kalian punya uang?"
Al mengangguk. "Paman Li memberikan kami cukup uang. Jadi tidak apa, biar kami pergi sendiri ke tempat kami. Kami sudah cukup merepotkanmu."
Javera terkekeh. "Oh, ayolah. Aku suka dengan kalian. Kita punya waktu sedikit lebih lama, bukan? Biar aku berpisah dengan kalian lebih lama lagi."
Al tersenyum bingung. Zen mengedikkan bahu. Sepertinya dia mulai bisa menerima kehadiran Javera. Ve hanya mengangkat alis. De bergumam. "Kau yakin kita tidak merepotkan?"
"Tidak. Aku justu sangat senang. Aku akan traktir kalian makan malam ini. Aku tahu beberapa restoran lezat di sini."
Kami saling melempar pandangan. Kalau soal makanan, sepertinya kami berlima sepakat untuk tidak menolaknya.
***
Ini pertama kalinya aku mengunjungi Nagasaki. Jantung kota Nagasaki sangat indah dengan gemerlapan lampu kota-kota, seakan menjanjikan malam yang tak akan terlupakan bagi kami dan mereka para pelancong. Javera mengajak kami berlima berbaur di kesibukan malam sambil berjalan kaki. Dia mengajak kami mampir di restoran sushi. Restoran itu tidak terlalu besar, tapi ketika kami makan di sana, Al bahkan hampir makan lima piring. Kalau bukan karena De yang mengingatkan agar sadar diri bahwa Javera akan mentraktir kita, entah berapa piring lagi yang akan mendarat mulus di lambungnya.
Selepas makan malam, Javera langsung mengantarkan kami ke hotel kapsul yang katanya hotel kapsul terbaik di Nagasaki. Sebenarnya Javera menawari kami untuk tidak melewatkan malam di Nagsaki ini satu hari saja, tapi kami sudah terlalu lelah. Jadi Javera segera membawa kami ke sini. Hotel kapsul itu terbagi menjadi dua bangunan dengan nama yang sama, yang satu untuk laki-laki, yang satu untuk perempuan.
"Jadi, kita berpisah di sini?" tanya Javera.
Al mengangguk. Dia mengenggam tangan Javera. "Kau sudah sangat membantu kami, Javera. Maaf karena sebelumnya kami bersikap kasar padamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost City
Science Fiction⚠⚠ ATTENTION ⚠⚠ Sekuel STAND UP. Disarankan membaca STAND UP lebih dulu. Aku berpikir setelah wakil wali kota bermuka dua bernama Roynald itu mati, Lungsod, kotaku benar-benar telah aman. Namun ternyata tidak begitu. Seorang pria yang mengaku sebaga...