Nah, itu dia.
Sebagai seorang mahasiswi astronomi, The Summer Triangle atau segitiga musim panas bukan hal yang asing bagiku. Dan mungkin bagian sebagian orang awam yang menyukai dunia astronomi. Tiga bintang terang yaitu : Altair, Vega, dan Deneb yang jika ditarik garis lurus akan membentuk sebuah segitiga besar di langit. Dan biasanya kemunculannya di langit malam menandakan bahwa musim panas akan segera tiba.
Itu sebuah keajaiban yang mengagumkan jika ketiga orang ini memang awalnya tidak saling mengenal.
"Mereka dulu seorang mafia. Tapi ada suatu kasus yang memaksa aku merekrut anggota-anggota baru. Lalu aku memilih mereka," kata Kahuko.
"Senang bertemu kalian. Namaku Carissa Hudson. Kalian bisa memanggilku Carissa atau Cariss tak masalah," kataku berusaha untuk ramah. Karena mereka bertiga ini yang akan menjadi partnerku ke depan, maka aku harus mencoba untuk bisa bergaul dengan mereka.
"Kau tak perlu mengulang perkenalanmu dua kali," kata Al.
Aku meliriknya. Mungkin pengecualian untuk lelaki yang satu ini. Ah, tapi dia sudah membantu Zen barusan. Dan aku belum mengucapkan terimakasih dengan benar.
"Terimakasih sudah membawa temanku," kataku pada Al.
"Temanmu? Bukan pacarmu?"
Aku mengembuskan napas. Tereserahlah dia mau bilang apa.
"Tenang saja, Carissa, tidak ada yang melarang pacaran di sini. Kau bisa melihat Al dan Ve," sahut De.
Aku memandang mereka dua. Al tampak hanya bergumam sambil memainkan jarinya. Sedangkan Ve tampak tak peduli. Dia lebih memilih untuk bermain dengan boneka beruang coklatnya. Aku memiringkan kepala. Sampai sekarang aku masih tidak pecaya. Gadis ini sungguhan seorang pembunuh bayaran?
Sepertinya dia merasa diawasi olehku karena dia langsung menoleh padaku. Untuk pertama kalinya aku melihatnya tersenyum. Uh, aku tidak bohong kalau gadis ini cantik sekali.
"Kau mau mengatakan sesuatu padaku?"
"Hmm....entahlah. Tapi...hmm...kau sepertinya bukan...," aku bingung bagaimana harus mengatakan padanya kalau aku tidak percaya pada perkataan Kahuko bahwa dia seorang pembunuh bayaran internasional.
Gadis itu tertawa renyah. "Ini caraku, Carissa. Kalau aku berpenampilan seperti berandal, aku tidak akan bisa menjadi pembunuh bayaran tingkat dunia."
Aku manggut-manggut. Itu terdengar masuk akal. Ekspresi yang menipu sifat.
"Tapi kau tidak sebaiknya mengungkit masa-masa lalu kami. Ini adalah kami yang baru dan kami sudah meninggalkan masa lalu kami yang dulu," kata Al memperingatkan.
"Oh, maaf," kataku. Aku rasa yang Al katakan benar. Sepertinya aku terlalu berlebihan kalau harus mengorek-ngorek tentang mereka di hari pertemuan pertama kami ini.
"Aku sih tak masalah. Al memang orang yang sensitif," balas Ve.
"Ya dia memang sangat sensitif. Kau jangan sakit hati dengan ucapannya, Cariss. Dia memang seperti itu," tambah De.
Al mendelik. "Apa-apaan kalian? Kenapa kalian jadi memojokkanku?!"
Aku terkekeh. "Tidak, tidak aku tidak tersinggung. Dulu Zen juga seperti itu."
"Zen?"
"Dia," kataku sambil menunjuk Zen dengan dagu.
"Oh, kelihatan dari wajahnya," komentar Al.
Aku tertawa. "Kalau begitu kalian sepertinya bisa menjadi teman yang baik."
"Aku senang kalian bisa cepat akur. Sepertinya kalian memang tim kerja yang cocok," komentar Kahuko.
Yah, kuharap begitu.
"Sepertinya temanmu bangun."
Aku menoleh pada Zen yang mulai menggerakkan tubuhnya. Aku segera menghampirinya. "Zen?"
Zen membuka matanya perlahan. Dia mendesah. "Aku di mana?"
Aku menoleh pada Al untuk meminta jawab. Al mengedikkan bahu. "Jawab saja di surga."
Aku menyipitkan mata. "Kau tidak perlu tahu ini di mana. Yang jelas sekarang kau sudah bangun," kataku lega.
Zen berniat bangun. Aku membantunya. Dia menyentuh kepalanya. "Berikan dia minum, De!" perintah Kahuko.
De membawa segelas air putih dan menyerahkannya padaku. Aku memberikannya pada Zen. "Kau minum dulu."
Zen minum seteguk sebelum akhirnya dikembalikan padaku. Dia memijat pelipisnya. "Aku pusing sekali."
"Kau sih tadi menyebalkan. Jadi maaf aku pukul tengkukmu," kata Al.
Aku menjitak kepalanya. Tangangku sudah gatal sejak tadi. Tapi yang kali ini tidak bisa aku tahan. "Kau ini minta maaf atau mau mengejek," kataku sambil melotot.
Al menatapku kesal. "Kalian berdua menyebalkan."
"Kau juga!"
"Kau Altair, kan?" tanya Zen tiba-tiba. Aku dan Al sontak menatap Zen tak percaya. Zen mengenal orang ini?
Zen mengedarkan pandangan. Dia agak terkejut melihat De dan Ve yang juga ada di sana. "Kalian Vega dan Deneb, kan?!"
"Bagaimana kau tahu nama kami?" tanya De heran.
"Kalian jadi buronan WPF!"
Aku mendelik. Al melengos. Ve dan De menghela napas panjang.
Zen menoleh padaku. "Kau tidak apa, Cariss? Apa yang mereka lakukan padamu?!" tanya Zen panik.
"Eh, eh, aku baik-baik saja," kataku buru-buru. Zen berdiri dan menatap Al tajam. "Kau jangan macam-macam, ya!"
"Zen..."
"Kau tahu aku pernah melakukan misi mencari kalian bertiga! Mafia paling kejam yang pernah ada di muka bumi ini. Sebelumnya aku tidak pernah gagal dalam setiap misi yang mereka berikan padaku, tapi baru kali ini aku gagal menemukan kalian!"
"Ehm...Zen..."
Al hanya diam mendengarkan. Begitu juga dengan Ve dan De. Sedangkan sekilas aku melihat Kahuko tersenyum tipis.
"Ternyata, sekarang kalian ada di sini! Kalian tidak bisa lari lagi. Kalian..."
"ZEN!" aku berseru kesal. Zen menoleh padaku. "Kau barusan sadar! Jangan banyak tingkah!"
"Tapi, Cariss, mereka..."
"Mereka ada di pihak kita, Zen."
Zen bengong. Dia berkerut. "Kau bilang apa?"
"Kau tahu, Zen, Carissa bilang kau dulu menyebalkan sepertiku. Tapi menurutku sampai sekarang kau masih kelihatan lebih menyebalkan dariku," sahut Al. Zen hanya menatapnya sinis.
"Aku akan ceritakan padamu semuanya nanti. Kita harus kembali ke kota dulu. Apa kau sudah baik-baik saja?" kataku.
Zen garuk-garuk kepala. "Ya, aku baik-baik saja."
"Kalau begitu kami pamit dulu," kataku.
Kahuko tersenyum dan mengangguk. "Al akan ke kota besok supaya kau bisa memberikan jawaban."
"Apa?! Kenapa aku?!" seru Al.
"Apa itu waktu yang tepat?" tanya Kahuko mengabaikan seruan Al. Aku mengangguk. Aku rasa semalam adalah waktu yang cukup untuk mendiskusikan ini.
"Kalau begitu, Al, tolong antarkan dia."
Al melengos. "Serius, nih, kenapa harus selalu aku?!"
Kami—kecuali Zen—hanya tertawa.
_____
Jangan lupa tinggalkan jejak 🌟🌟🌟
-Ai💖-
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost City
Science Fiction⚠⚠ ATTENTION ⚠⚠ Sekuel STAND UP. Disarankan membaca STAND UP lebih dulu. Aku berpikir setelah wakil wali kota bermuka dua bernama Roynald itu mati, Lungsod, kotaku benar-benar telah aman. Namun ternyata tidak begitu. Seorang pria yang mengaku sebaga...