Sebuah lorong panjang ke atas yang gelap dan pengap mengantarkan kelima remaja itu untuk melarikan diri. Al memimpin di depan. Diikuti dengan Ve, Carissa, Zen, dan terakhir De. Tabung-tabung besi yang terpasang di sisi kanan dan kiri menjadi tumpuan tangan dan kaki mereka untuk merangkak naik.
Mereka berjalan hampir sepuluh meter ke atas. Masih ada jarak kurang lebih lima meter lagi. Ve mendadak berhenti.
"Ve?" Carissa memanggil Ve bingung. Al ikut berhenti dan menoleh.
Terdengar sebuah suara napas menderu dan tersenggal-senggal. Ve menyentuh dadanya.
"Kau baik-baik saja, Ve?!" tanya Carissa panik.
Al langsung turun kembali dan mengamit lengan Ve. "Tahan, Ve! Sebentar lagi kita sampai!"
Ve hanya mengangguk lemah. Al membantu Ve merangkak naik. Carissa menatap Ve kasihan. Gadis itu sepertinya punya masalah dengan saluran pernapasan.
"Ayo, Carissa!" Zen berseru. Carissa segera sadar dan buru-buru mempercepat rangkakannya.
Tang!
Suara klontang terdengar nyaring ketika Al memukul sebuah penutup besi yang menutupi permukaan lorong. Udara segar menyapa mereka di atas sana. Al buru-buru menarik Ve keluar. Gadis itu langsung menarik napas panjang-panjang.
Carissa keluar dari mulut lorong. Pandangan pertamanya menangkap sebuah rerimbunan pepohonan yang sangat lebat. Itu hanya terlihat sebuah hutan yang tumbuh di sebuah pulau di tengah-tengah hamparan lautan.
"Carissa! Tolong bantu, Ve!" Al berseru. Carissa buru-buru menghampiri Al. Al dengan pelan meletakkan Ve yang terlihat sangat lemah di pangkuan Carissa. Napasnya tersenggal. Bibirnya pucat. Matanya nyaris terpejam.
Al melepaskan jaketnya dan menyelimutinya pada Ve. Dia mengaduk-aduk tas ranselnya. Dia mengambil sebuah inhaler lalu melemparkan tas itu pada De. "Siapkan perahu karetnya, De!"
De hanya mengangguk. Zen segera membantu De. Sedang Al dan Carissa membantu Ve. Al menyemprotkan inhaler itu ke udara, memastikan inhaler itu dapat berfungsi dengan baik. Al merangkul Ve, mendudukkan gadis itu.
"Ve, pakai ini dulu ya."
Ini untuk pertama kalinya Carissa melihat sisi lembut dan perhatian Al. Al membantu Ve menyemprotkan inhaler itu ke mulut Ve. Carissa hanya diam. Setidaknya keadaan di sini masih lebih baik. Tidak ada orang-orang berpakian hitam yang mengejar atau muncul di sini.
"Sudah siap!" De berseru.
Sebuah perahu karet berukuran sedang terombang ambil di lautan yang tenang. De sudah naik ke atasnya, sedang Zen masih memegang talinya.
"Apa Ve baik-baik saja?" tanya Carissa khwatir.
Ve mengembuskan napas perlahan. Napasnya terdengar lebih teratur meski masih menderu dan pendek. Dia mulai tenang. Ve mengangguk lemah. "A..ku...ba..ik."
"Biar kugendong Ve."
Al langsung menggendong Ve. Carissa segera menyusul
DOR!
Sebuah tembakan menggema memenuhi langit-langit. Carissa terkejut. Al terkesiap. Langkahnya tertahan sebentar sebelum mengganti langkahnya dengan larian menuju perahu karet itu.
"HEI! ADA ORANG DI SINI!"
Seorang laki-laki berpakian hitam muncul dari balik pepohonan.
BRAK!
"CARISSA!"
Carissa terpeleset pasir-pasir yang membenam kakinya. Gadis itu jatuh terduduk. Samar-samar dia mendengar suara langkah mendekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost City
Science Fiction⚠⚠ ATTENTION ⚠⚠ Sekuel STAND UP. Disarankan membaca STAND UP lebih dulu. Aku berpikir setelah wakil wali kota bermuka dua bernama Roynald itu mati, Lungsod, kotaku benar-benar telah aman. Namun ternyata tidak begitu. Seorang pria yang mengaku sebaga...