Part 19

5K 753 28
                                    


Aku update apa adanya ajalah dulu ya :") 

____

Aku memutuskan untuk memilih senjata favoritku, panah dan busur portable , serta pedang dalam tabung yang telah membuatku benar-benar tertarik. Kami pulang kembali ke tempat Li, tapi tidak di sana aku akan menghabiskan malam. Li tinggal di kompleks dengan rumah-rumah berbentuk setengah bola. Di samping rumahnya, ada rumah kosong yang memang disediakan untuk tempat menginap para pendatang yang bukan penduduk. Sengaja ditempatkan di samping rumah Li, karena harus mendapat pengawasan penuh dari Li. Di tempat itulah aku dan Ve akan tidur.

Bagian dalam rumahnya tidak berbeda jauh dengan rumah Li. Aku menyimpan senjataku terlebih dulu sebelum aku menghempaskan tubuh di kasur. Li memberikan kami dua tas besar untuk menyimpan senjata.

Aku sangat kenyang sampai berimbas ke rasa kantukku. Ayah bilang ini kebiasaan buruk. Makan banyak sampai kenyang, membuat kantuk, pasti langsung tidur. Tapi mau bagaimana lagi, aku pasti akan sangat menyesal kalau besok-besok aku makan ala kaadarnya, lalu mengingat hari ini. Kenapa aku tidak memanfaatkan kesempatan untuk makan makanan lezat hari itu?

"Kau sudah mau tidur, Cariss?" tanya Ve yang baru saja keluar dari kamar mandi.

Aku hanya bergumam. Mataku nyaris terpejam.

"Kau harus membersihkan diri dulu, Cariss. Jorok kalau kau langsung tidur seperti itu." Kata Ve tegas,

Aku mengucek mataku. Kalau aku tidur sendiri, sejak masuk dari pintu aku sudah terbang ke alam mimpi. Tapi karena aku tidur dengan orang lain, apalagi ini seorang Ve yang bisa dibilang putri anggun, jelas sekali aku yang harus mengalah.

Aku bangun dari kasur dan dengan gontai berjalan menuju kamar mandi. Tiba-tiba aku teringat sesuatu.

"Eh, Ve!"

Ve menoleh.

"Tadi, ketika kita akan masuk, apa yang ditunjukkan Al?"

"Oh itu lambang masuk Desa Mafia. Tidak sembarang yang bukan penduduk sini bisa memilikinya. Lambang itu juga tidak mungkin ditiru. Karena ada sesuatu khusus, entah apa aku juga tidak tahu, yang membuat lambang itu bisa terdeteksi lampu sorot. Itu seperti akses masuk ke tempat ini."

Aku ber-oh panjang. "Apa besok kita akan melanjutkan perjalanan?" tanyaku lagi.

Ve mengedikkan bahu. "Entahlah, Cariss, sepertinya begitu."

Aku cemberut. Aku menyukai tempat ini. Aku menyukai suasananya, penduduknya yang ramah, dan yang lebih penting aku suka makanannya.

***

Esok hari, kami bangun pagi-pagi sebelum ayam berkokok. Kami sarapan di rumah Li sambil berbincang-bincang ringan. Ketika matahari telah kembali menyuar cahayanya, barulah Li mengantarkan kami ke pesisir pantai untuk melepaskan kepergian kami.

"Sayang sekali kalian tidak bisa di sini berlama-lama," kata Li sedih. "Kau tahu, aku ini pria dewasa yang kesepian. Istriku meninggal lima tahun lalu, tidak meninggalkan anak..."

"Jangan membuat kami sedih, Li. Kami tahu kau hanya berusaha membuat kami tinggal," kata Al memotong cerita Li.

Li menampilkan cengiran. "Yah, yah, kurasa kalian tidak bisa lagi terkena dramaku."

Aku melongo.

"Kalau dia menghubungi kami dia selalu menceritakan hal itu berharap kami mau mengunjunginya. Kau tahu, dia belum menikah, dia bahkan selalu mengarang cerita yang berbeda," bisik Ve padaku.

The Lost CityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang