Carissa menjejakkan kakinya kembali di kotanya. Berbulan-bulan dia dan Zen pergi, terputus komunikasi dengan orang-orang terdekat mereka di kota, membuat mereka berdua rindu. Bertemu teman-teman baru menyenangkan. Tapi kenangan dengan teman-teman lama tidak ada yang bisa menggantikan. Carissa menoleh pada Zen yang ada di sampingnya. Zen balas menoleh dan tersenyum.
"Bye, Carissa! Bye, Zen!" Ve berteriak kencang mengalahkan suara helikopter yang baru saja mengantar mereka. Carissa dan Zen melambaikan tangan.
"Sampai jumpa!" balas Carissa.
Zen mengembuskan napas panjang. "Kita sampai di sini lagi."
Carissa mengangguk. "Ayo! Kita harus bertemu mereka!"
Kota Lungsod sangat lebih baik dari yang terakhir mereka tinggalkan. Jelas saja, ketika mereka tinggalkan kota, setengah kota dihabisi bom. Tapi Kota Lungsod pernah mendapatkan masa kelam yang lebih buruk, ketika wabah mematikan menyebar dan walikota baru yang ternyata diam-diam menyusun rencana busuk menghancurkan kota. Jadi yang kali ini mereka tidak terlalu berlarut-larut merapati kehancuran. Kota dibangun kembali dan kini semuanya tampak semakin baik.
Mereka sadar kalau kehadiran mereka sejak mengatasi Reynold akan sangat mencolok jika tanpa penyamaran. Karena itu mereka mengenakan jaket dengan hoodie besar yang menutupi kepala dan sebagian wajah mereka. Tidak lupa kacamata hitam yang disarankan Vera untuk semakin menyamarkan kehadiran mereka. Sehingga kini mereka bisa bebas berjalan bersama kerumunan orang lain tanpa khawatir menjadi pusat perhatian.
Tujuan awal mereka adalah rumah Carissa.
"Siapa?" Teresa keluar ketika mendengar bel rumah berbunyi. Carissa tersenyum tipis. Adik kecilnya itu kini semakin cantik. Dia baru menyadari Teresa kini sedang masa tumbuh menjadi gadis remaja yang manis.
Teresa memandang Carissa dan Zen bingung. Tiba-tiba Browlf datang dari dalam.
Senyum Carissa makin mengembang. Dia melepas kacamata hitamnya. "Hai, Teresa."
Teresa mendelik. Dia memandang Carissa lekat-lekat. Zen ikut melepas kacamatanya. Browlf langsung berlari menuju tuan kesayangannya.
"Hei, anak pintar!" seru Carissa senang ketika Browlf mengangkat kedua kaki depannya ke tubuh Carissa seakan memeluknya.
"Kakak?!" seru Teresa. Dia berjalan pelan menuju Carissa dan Zen.
"Kau kakakku, kan?" tanya Teresa sekali lagi meyakinkan.
Carissa tertawa kecil. "Kau belum lupa wajah kakakmu sendiri, bukan?"
Teresa langsung memeluk Carissa. Dia menangis kencang. "Semua orang pikir kakak dan Zen sudah pergi selama-lamanya. Kalian tidak pernah ada kabar. Semua orang hampir putus asa. Tapi aku tahu kalian pasti masih hidup. Sekarang, kalian pulang!"
Carissa memeluk adiknya erat sekali. Tanpa sadar, air matanya ikut metes. "Maaf, maafkan, Kakak, Teresa. Kakak tidak akan meninggalkanmu sendiri di sini."
Zen tersenyum menatap Teresa. Dia ikut mengusap kepala Teresa. "Kita pasti pulang, Teresa. Itu janjiku dan Carissa."
Teresa melepas pelukan Carissa dan menghapus air matanya. "Kakak dan Zen harus segera bertemu dengan yang lain. Aku yakin mereka syok berat melihat kalian kembali tanpa kabar seperti ini."
"Sudah pasti. Jadi di mana yang lain?"
***
Departemen Keamanan.
Tempat yang baru beberapa bulan kemarin mereka tinggalkan, tapi rasanya sudah bertahun-tahun tidak ke sini. Sebelumnya Carissa dan Zen datang, Sara menghubungi Teresa untuk ke Departemen Keamanan karena mereka sedang melakukan perkumpulan kecil-kecilan. Tapi Teresa menolaknya. Dan barusan, Teresa mengabari Sara kembali dan memastikan bahwa mereka masih tetap di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost City
Science Fiction⚠⚠ ATTENTION ⚠⚠ Sekuel STAND UP. Disarankan membaca STAND UP lebih dulu. Aku berpikir setelah wakil wali kota bermuka dua bernama Roynald itu mati, Lungsod, kotaku benar-benar telah aman. Namun ternyata tidak begitu. Seorang pria yang mengaku sebaga...