Aku tak pandai mengeluarkan unek-unek lewat suara, aku tak ahli menggambarkan kecewa lewat raut wajah, aku bahkan tak piwai menyampaikan harapan lewat doa. Namun, aku mampu menuangkan semua keluh kesah itu sekaligus dalam satu wadah; melalui sebuah tinta di atas kertas.
Kamu boleh tersenyum, tertawa, serta lupa diri sebab takdir yang selalu berpihak kepadamu. Menerbangkanmu tinggi-tinggi hingga lupa pada daratan. Memujamu bagai raja hingga lupa akan seorang dayang. Bahkan menghidangkanmu beberapa hal menarik yang tak pernah kamu bayangkan sebelumnya, hingga kamu lupa akan cabai dan garam.
Di atas kertas putih ini, tinta hitamku akan menusukmu lewat sebuah aksara. Kamu tak perlu takut dan gemetar, tintaku tak setajam dengan perlakuanmu kepadaku. Aku akan berusaha memperhalusnya dengan beberapa kata yang telah aku saring sekian kali.
Aku membencimu. Sungguh sangat membencimu. Berawal dari keberanianmu melirik wanita lain sedang kamu sendiri menyadari, bahwa kamu masih memiliki seorang wanita di sisimu. Apa kamu belum puas hanya dengan satu orang wanita di hidupmu? Kenapa kamu seserakah itu? Maafkan aku karena setelah peristiwa ini, aku telah menyamakanmu dengan seekor buaya.
Aku menyesal pernah melabuhkan hati padamu. Penyesalanku tumbuh setelah kamu dengan gagahnya berani menggoda sahabat serta saudari sepupuku dalam satu waktu sekaligus. Sungguh, kegagahanmu jauh lebih buruk dari seorang pria culun yang belum pernah mengenal kata cinta dalam hidupnya.
Namun setelah waktu membawaku berkelana pada beberapa tempat asing yang belum pernah aku temui sebelumnya, takdir memperkenalkanku pada kedewasaan. Memaksaku mengenal lebih dalam perihal arti cinta yang sesungguhnya. Dan maaf jika selama ini aku memendam benci kepada dirimu. Aku sadar, kita dipertemukan hanya untuk saling mengenal satu sama lain. Tidak untuk saling mencintai, menyanyangi, memahami, bahkan untuk saling mengahargai.
Untukmu yang pernah kuperjuangkan, semoga apa yang kamu perjuangkan sekarang adalah apa yang terbaik bagimu. Kata kita yang dulu pernah menjadi bukti ikatan, biarlah menjadi kenangan. Aku ikhlas kamu dengan siapa pun, meski itu sahabat bahkan saudariku sendiri. Karena aku tahu, pilihanmu kali ini telah jauh lebih matang dibanding dengan pilihanmu yang dulu. Aku tahu kedewasaan juga sedikit demi sedikit telah mencairkan pikiranmu yang beku.
Akhir kata, semoga bahagia tetap setia mendekapmu.
Bone, 09 Juni 2018.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Setelah Kehilanganmu.
RomanceSebelumnya aku tidak pernah membayangkan bagaimana aku setelah tidak denganmu. Hingga suatu ketika, waktu membawaku pada keadaan; melepaskanmu adalah sebuah keharusan. Setelah kehilanganmu; aku mencoba berdamai dengan rindu, berteman dengan sepi, se...