Yang aku sesali, meski malamku berada dalam ruang yang sepi, nyatanya masih terasa ramai oleh kenangan yang berkecamuk dalam pikiran. Oleh rindu yang menghantam dada. Serta oleh keinginan untuk kembali mendekapmu yang terus mengetuk pertahanan.
Semua itu terasa melilit dan menjeratku bersama sepi yang berkunjung, mengingatkanku kala hening bersenandung.
Aku bisa apa selain pasrah? Pikiranku seperti sudah tahu apa yang harus ia lakukan. Dadaku seperti sudah tahu bagaimana caranya harus memberontak menginginkan pertemuan. Pertahananku seperti sudah tak lagi memiliki tameng, untuk melindungi diri dari keinginan yang tak berkesudahan. Dan bodohnya, aku tak tahu bagaimana caranya keluar dari itu semua.
Harusnya aku sadar, semuanya telah berbeda. Waktu telah beranjak pergi. Kisah telah sampai pada jalan yang buntu. Serta keadaan telah membawa aku dan kamu pada jarak yang tak terhitung. Meski rasa menolak semua kenyataan itu.
Yang aku pertanyakan, mengapa semua yang terasa nyaman selalu berujung membinasakan? Mengapa semua yang terasa asing selalu datang tiba-tiba tanpa ada aba-aba? Mengapa semua yang menyangkut soal cinta selalu berujung menyakitkan?
Makassar, 25 Juli 2018.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Setelah Kehilanganmu.
RomanceSebelumnya aku tidak pernah membayangkan bagaimana aku setelah tidak denganmu. Hingga suatu ketika, waktu membawaku pada keadaan; melepaskanmu adalah sebuah keharusan. Setelah kehilanganmu; aku mencoba berdamai dengan rindu, berteman dengan sepi, se...