Untuk yang ke sekian kali, aku kembali disapa perihnya kehilangan; didekap oleh pahitnya kepiluan; serta diselimuti oleh sulitnya melupakan. Seolah, hidup hanya berputar dalam lingkup kesengsaraan. Kebahagian? Hmm ... jangankan kebahagian, ketenangan saja aku belum cukup paham bagaimana rasanya.
Setelah kemarin kehilangan sosok ayah, hari ini aku kembali kehilangan sosok yang dengannya aku menggantungkan harapan. Benar saja, hal ini membuatku dengan mudahnya menyimpulkan jikalau pada umumnya--semua lelaki itu sama. Tak ada yang benar-benar tulus mencintai dengan sepenuh hati.
Setelah berulang kali merasakan perihnya kehilangan, seharusnya ketika kembali dihadapkan dengan hal yang sama bukan lagi menjadi masalah besar di hidupku. Namun lucunya, setiap rasa kehilangan itu kembali menghampiri, aku selalu merasa asing dengan hal-hal yang didatangkannya. Dan hal itu membuat aku harus kembali memaksakan diri untuk beraptasi dengan keadaan.
Yang tak aku pahami, mengapa takdir seolah enggan untuk berdamai denganku? Mengapa semesta seolah lebih puas ketika menyaksikan aku terjatuh, dibanding ketika menyaksikan aku melayang? Dan mengapa keadaan seolah lebih sulit diajak kompromi saat jiwa sedang dalam keterpurukan, dibanding saat jiwa sedang dalam puncak kebahagiaan?
Entahlah. Namun, satu yang pasti, aku tak pernah baik-baik saja ketika harus dihadapkan dengan perpisahan, yang ujung-ujungnya selalu menyisakan kehilangan.
Bone, 6 September 2018.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Setelah Kehilanganmu.
RomanceSebelumnya aku tidak pernah membayangkan bagaimana aku setelah tidak denganmu. Hingga suatu ketika, waktu membawaku pada keadaan; melepaskanmu adalah sebuah keharusan. Setelah kehilanganmu; aku mencoba berdamai dengan rindu, berteman dengan sepi, se...