Aku masih ingat. Kala itu, aku pernah memaksamu untuk tetap tinggal; menjadi bagian terindah dalam hidupku. Alasannya simpel, karena aku takut kehilanganmu. Takut kehilangan candamu, perhatianmu, bahkan cintamu. Aku benar-benar takut kehilangan dirimu.
Lucunya, hal yang aku takutkan pun akhirnya terjadi juga. Perlahan tapi pasti, waktu menyeret kita pada kondisi kerenggangan. Membawa kita hanyut dalam perselisihan yang mengundang perpecahan. Hingga mengubah kita menjadi asing satu sama lain.
Benar, wujudmu memang masih ada dalam dekapanku. Namun, hatimu telah lama hilang, terbang entah ke mana. Kamu membawaku pada status; ada tapi tiada, memiliki tapi tak pernah menikmati. Hingga yang tersisa; hanya luka tanpa suka, hanya tangis tanpa tawa.
Hal itu membuat aku sadar, bahwa memaksamu untuk tetap tinggal adalah hal yang salah. Sekiranya dari awal aku merelakanmu pergi, mungkin hati tak akan seperih ini. Dan mungkin pula jiwa tak akan seterpuruk ini.
Namun, semua telah terlambat. Tak perlu berlarut-larut dalam penyesalan. Yang ada hanya akan menambah kekesalan. Kini, akan kulepaskan kamu untuk pergi ke mana pun kamu mau. Perihal luka yang ada di dada, akan kunikmati hingga rasa mendatangkan hambar. Hingga senja digantikan fajar.
Makassar, 14 Agustus 2018.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Setelah Kehilanganmu.
RomansaSebelumnya aku tidak pernah membayangkan bagaimana aku setelah tidak denganmu. Hingga suatu ketika, waktu membawaku pada keadaan; melepaskanmu adalah sebuah keharusan. Setelah kehilanganmu; aku mencoba berdamai dengan rindu, berteman dengan sepi, se...