Kakiku tengah melangkah menyusuri lobi apartemen Ten, namun pikiranku terus saja teralih pada Jungkook dan perlakuannya padaku semalam.
Entah kenapa bayang-bayang pemuda itu terus berlarian di otakku. Memberikan sensasi kesal tapi juga bersemangat.
Kupikir ini agak gila, karena normalnya aku cukup merasa kesal atau mungkin marah atas tindakannyaㅡmengingat status kami bukanlah 'pasangan', tapi kenapa aku merasakan excitement yang meski ku ingkari tapi tak bisa kuhindari.
Saking kacaunya perasaan dalam diriku, semalam aku memutuskan untuk tidur di sofa. Memang hanya aku yang tau soal ini, tapi entah kenapa aku justru merasa malu sendiri. Itulah sebabnya aku memilih menghindari Jungkook untuk sementara waktu sampai aku bisa menemukan kesadaran diri ku lagi.
Kugelengkan kepala berusaha menepis semua pikiran tentang Jungkook dan semua hal yang berkaitan dengannya. Bukan saatnya untuk memikirkan itu, karena saat ini aku tengah berjalan menuju ke tempat seseorang yang harusnya jadi prioritasku.
Pagi ini dengan sedikit nekat aku berangkat ke apartemen Ten berbekal rasa penasaran dan gelisah akibat diacuhkan beberapa hari olehnya.
Pesanku jarang sekali di balas, telepon ku bahkan di abaikan. Mau tak mau hal itu memacu rasa penasaran ku semakin meningkat, apakah kesalahanku terlalu besar.
Elevator berdenting, kotak besi itu terbuka. Dengan langkah mantap kuayunkan kakiku menuju unit 16D dimana Ten tinggal.
Segera kutekan beberapa angka pada smart door lock untuk membukanya dan senyum tipis tergambar di bibirku. Namun tak bertahan lama karena sedetik setelah aku menekan angka, door lock itu menolaknya.
Apakah aku menekan angka yang salah.
Kuputuskan untuk memasukkan pin kembali, karena mungkin saja tadi aku melakukan kesalahan. Mataku membulat karena lagi-lagi ditolak.
Aku yakin sudah memasukkan angka yang benar.
Jantungku mulai berdetak lebih kencang dari normalnya, tapi aku berusaha untuk berpikir positif dan kembali mencoba memasukkan pin. Kejadian yang sama terulang lagi, hingga sampai pada titik dimana aku merasa frustasi dan menyerah.
Kuhela napas dalam hanya untuk menenangkkan hatiku yang mulai dihinggapi perasan kesal, kecewa dan agak sedih di waktu yang bersamaan.
"Apa kau semarah itu sampai mengganti pin segala" gumamku dengan lesu.
Setelah beberapa saat menenangkan diri akhirnya ku tekan bel apartemen Ten. Rasanya tidak lucu kalau aku menyerah untuk menemui Ten hanya karena pin rumah yang diganti.
Senyum kembali mencuat di bibirku saat kudengar pintu terbuka. Namun lagi-lagi senyum itu harus hilang dan kali ini berganti dengan keterkejutan yang luar biasa saat kulihat siapa yang sedang membukakan pintu untukku.
"Jennie!"
"Li-sa"
Aku berseru kaget sementara Jennie yang melotot di depanku menggumamkan namaku dengan terbata.
Untuk beberapa saat aku dan teman SMA ku itu saling membeku dan menatap dengan tak percaya.
"Siapa Jen?"
Hingga suara Ten yang lebih dulu memecah kebekuan di antara kami.
Mataku langsung saja tertuju pada pemuda yang berdiri tak jauh di belakang Jennie. Dia tengah menatap datar padaku. Seperti sama sekali tak terkejut atau senang saat melihat diriku berdiri di ambang pintunya.
"Lisa, masuklah! " ucapnya dengan suara yang sama datarnya dengan ekspresi wajahnya, sampai-sampai membuat dadaku terasa nyeri.
Secara spontan Jennie menyingkir dari hadapanku memberi celah yang cukup untukku masuk ke dalam rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Married [✔]
FanfictionLisa menolak perjodohan dengan Jungkook, tapi pemuda itu justru menerimanya seperti tanpa beban. 25/02/2018-?????