Kisah Saat Menunggu Bis

330 31 1
                                    

Rahma pov....

Ah, gue terkesima banget kak Ji Sung berbaik hati mau nolongin gue. Coba aja kalau gue juga sekalian dianter pulang sama dia. Namun sayang sekali, gue sekarang lagi nunggu bis datang. Baiklah, gue lagi nunggu...
.
.
.
.
.
.
10 menit kemudian

Hore! Bis datang. Tapi....

Bruuummm

Gue dilewatin gitu aja. Untung gue sabar. Akhirnya, gue nunggu bis lagi....
.
.
.
.
.
.
.
5 menit kemudian

Bis lewat!! Awas aja kalau gak berhenti, gue begal bisnya. Untung bisnya berhenti, gue siap-siap mau naik, eh belum juga naik, bisnya udah pergi. Gue teriakin deh..

"Lho, pak!! Bis pak, bis pak!!!" Dan bisnya gak berhenti.

' Hah, tuh supir bisnya gak mau uang apa?!'

'Mama, kapan putrimu ini bisa pulang?' Gue udah capek nungguin bis daritadi. Badan gue udah lemes, gak kuat lagi berdiri, belum makan daritadi siang. Wah, dan akhirnya gue lihat kak Ji Sung ke arah gue, mungkin mau nawarin pulang bareng. Gue langsung semangat lagi, eh tapi...

Bruumm

Ok, gue dilewatin gitu aja. Badan gue kembali lemes, udah sore, belum makan, di beri harapan palsu pula. Pokoknya kalau lima menit lagi bis gak dateng, gue bakar terminalnya.
.
.
.
.
.
.
5 menit kemudian....

Yap, tidak ada bis. Tapi ada yang muncul, kak Ji Sung balik lagi. Semoga gak diberi harapan palsu. Wah, beneran, dia berhenti, kalau bisa gue mau jingkrak-jingkrak kesenengan.

Ckiit..

"Dek, lo tahu alamat ini dimana?" Anying, ternyata dia nanya alamat rumah. Huh! Kesel.

"Tuh, lurus aja sono." Gue menjawab dengan kesel dan cemberut.

"Ye, itumah kuburan." Jawab kak Ji Sung merasa tersindir.

"Lo belum pulang dek?"

"Belum, kalo udah pulang, daritadi gue udah gak ada disini."

"Gue mau bilang." Dan seketika mata gue berbinar, mungkin dia mau...

"Mau ngajakin gue pulang bareng?" Semoga bukan harapan palsu lagi.

"Enggak." Tuh, kan!

"Trus mau bilang apa?"

"Kacian delo." Ji Sung tertawa jahil, sementara gue cemberut dan membuang muka.

"Huh!"

"Ayo naik, gue anterin pulang." Ji Sung memperbolehkan gue naik motornya.

"Gue gak bakal diculikkan?" Entah kenapa gue punya firasat buruk.

"Gak lah, gak guna banget gue nyulik lo. Ayo, mau pulang gak?" Kak Ji Sung mulai kesal nungguin gue mau naik motornya atau enggak. Daripada kena harapan palsu lagi gara-gara nunggu bis, ya udah gue naik.

"Kak, mana helmnya?" Jujur, gue takut kena razia motor.

"Gue gak bawalah. Lo pegangan aja yang erat, jangan serangan jantung ya."

"Pegangan? Pegangan apa?" Gue bingung mau pegangan apa.

"Terserah, kita berangkat."

Bruuumm....

Bukan Orang BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang