Pukul 09.30 pm Kota Daedo
Aisyah pov...
Aku sudah menyiapkan semuanya. Mereka tak perlu ikut campur lebih dalam lagi. Asal aku menemukan paling tidak lima korban lagi, kami pasti akan dicap tidak becus dan tim dibubarkan. Dengan begitu aku bisa bergerak bebas tanpa ada peraturan yang mengikat.
Aku mungkin akan dicap sebagai pengkhianat jika mereka tahu tentang hal ini. Oke, itu bukan salah mereka. Ya, aku memang pengkhianat.
Sudah beberapa menit aku berlalu menyusuri jalanan sepi di Kota Daedo. Semenjak pembunuhan berantai dan penjualan organ besar-besaran terjadi di kota ini, kota ini perlahan-lahan ditinggalkan. Penduduknya banyak yang memilih pindah ke kota lain atau pedesaan demi keselamatan mereka.
Namun mereka salah, mereka tak bisa menghindar ataupun bersembunyi. Tinggal menunggu waktu. Dia akan membunuh kita, atau kita yang akan membunuhnya. Aku akan senang sekali bisa membunuhnya meskipun akan dicap sebagai pembunuh.
Karena pembunuh, hanya bisa dihentikan dengan pembunuh juga kan?
Aku menghentikan motorku tepat didepan gerbang hitam menyeramkan seperti penjara yang menjulang tinggi ke langit. Di gerbang itu tertuliskan...
Rumah Sakit Jiwa
Kota DaedoSejenak, aku ragu dengan keputusanku ini. Karena jika aku salah, atau rencanaku gagal, maka aku hanya akan dikenal sebagai pengkhianat dan pembunuh dengan sia-sia. Namun, jika hanya ini caranya, jika aku berkorban, maka tak ada orang lain lagi yang harus berkorkan.
Akan kuakhiri ini sekarang, atau tidak selamanya.
Toh, aku sudah tidak punya hal yang berharga lagi sekarang.
Kriet...
Gerbang terbuka menampakkan dua polisi mengenakan seragam rapi datang menghampiriku.
"Bisa tunjukkan identitasmu dan ada urusan apa kamu kemari?"
Aku menyerahkan kartu khusus yang diberikan organisasi kepada setiap anggota sahnya. Kartu ini akan membuat kami disegani oleh lembaga keamanan pemerintah manapun. Karena bagi mereka, kami adalah tamu terhormat yang harus dilayani dengan baik kalau mereka tidak mau terkena masalah.
"O-oh maaf telah membuang waktu anda, silahkan masuk."
Segera kuambil kartuku kembali kemudian memasuki halaman rumah sakit jiwa untuk memarkirkan motorku. Menghiraukan mereka yang tengah mengawasiku dengan rasa curiga. Aku tak perlu khawatir karena mereka dilarang untuk melaporkan apapun yang anggota organisasi tengah kerjakan. Termasuk aku.
Aku berjalan memasuki rumah sakit jiwa tanpa ada yang berani menghalangi. Berhenti didepan loket informasi dimana hanya ada seorang perawat yang tengah berada disana.
Kuharap aku tidak terlambat.
"Pasien atas nama Ariloka Kusuma ada di kamar nomor berapa?"
"Sebentar, biar saya lihat dulu daftarnya."
Dia mengetikkan sesuatu di komputer, tampak sibuk membaca sesuatu hingga akhirnya alisnya berkerut lalu berkata...
"Tidak ada, dia sudah dikeluarkan dari sini satu jam yang lalu."
Sial! Aku terlambat!
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Orang Biasa
Humor"Ayo lestarikan komodo!" - Dylan Kwon tahun 2018. "Pede dulu, malu nanti." - Kory Char tahun 2018. "Belajarlah sebelum terlambat. Jangan bisanya ngandalin langganan nyontek." Ryan Char tahun 2018. "Sayangi keluargamu sebelum aku menyayangi keluargam...