Tampak seorang gadis sedang mengendarai sepedanya dengan terburu-buru. Lampu merah tidak mau berhenti, menyebrang tidak tengok kanan-kiri, bensinnya hampir habis pula. Rasanya seperti sebuah keajaiban dia bisa sampai di tempat tujuan dengan selamat.
Selama perjalanan, dia tidak peduli dengan bunyi klakson dari kendaraan lain, tidak peduli bensinnya yang sebentar lagi akan habis, dan bahkan dia sepertinya tidak akan peduli jika meteor jatuh ke bumi. Mata tajam nan indah dibawah terik matahari bersembunyi dibalik helmnya. Mata itu indah namun juga menakutkan.
Sampailah dia ditempat tujuannya, dia segera melepaskan helmnya, lalu berjalan dengan langkah besar memasuki sebuah bangunan. Langkahnya membuat orang lain bergetar ketakutan, mata indah nan tajam membelah lorong bangunan. Semua orang menepi, bahkan hantu yang berada disana juga ikut menepi.
Jika dia seorang werewolf pasti lolongan maut sudah keluar dari mulutnya, dan jika dia seorang ibu pasti dia akan mengutuk semua orang menjadi batu. Langkahnya terhenti di depan sebuah ruangan, aura negatif yang mencekam dan menakutkan mulai keluar dari tubuhnya.
Ceklek.....
Terbukalah pintu......
"Nah, ini dia orang yang akan menjadi ketua tim kalian dalam menyelesaikan misi ini." Ucap seseorang menggunakan jas formal seraya tersenyum ramah kepadanya. Semua orang didalam ruangan ikut melihatnya.
Krik..krik...krik..
1 detik kemudian...
2 detik kemudian...
3 detik kemudian...
"AISYAH?!"
Nathan, Ryan, Dylan, dan Kory terkejut.Tapi dengan kehadiran Aisyah disana, membuat semua orang ketakutan, seolah berkata...
'Matilah kami!'
Namun tidak dengan Nathan, justru dia terlihat senang dengan kehadirannya, seolah berkata...
'Hore! Aisyah toh ketuanya!'
Aisyah hanya memasang wajah datar sambil terus menatap tajam si pria berpakaian jas tadi. Pria itu mengerti kalau Aisyah sedang meminta penjelasan darinya, dia tahu kalau Aisyah merasa marah dengan keputusannya.
"Mari bicara di luar." Ucapnya seraya meninggalkan ruangan disusul dengan Aisyah yang mengikutinya dari belakang.
Tibalah mereka di taman belakang bangunan itu. Taman yang indah nan sederhana, udara sejuk yang menyegarkan, serta barisan pohon yang meneduhkan tempat itu dari cahaya sang mentari.
"Kenapa kau menugaskanku untuk menjadi ketua tim mereka dalam kasus ini?" Pandangan Aisyah lurus ke depan, tangannya mengepal, dan suaranya terdengar berat seperti sedang menahan beribu-ribu amarah didalam hatinya.
Si pria berusaha bersikap tenang, meskipun dia takut dengan amarah yang akan dikeluarkan Aisyah.
"Tolong mengertilah, hanya kau yang berpengalaman dalam menghadapi kasus ini, kau juga punya banyak informasi tentang kasus ini. Kalau kau masih tidak terima, anggap ini adalah permohonanku, bukan perintah.""Aku bersedia mengambil kasus ini. Tapi, BAGAIMANA DENGAN MEREKA, HAH?! BAGAIMANA KALAU TERJADI SESUATU KEPADA MEREKA?!" Aisyah membentak si pria dengan penuh amarah. Dia merasa sedikit lega setelah mengeluarkan amarahnya, tapi itu belum cukup!
Si pria tidak menjawab dan melangkah pergi dari taman.
"Ck!" Mau tidak mau, Aisyah mengikuti dari belakang, karena merasa si pria ingin menunjukkan sesuatu.
Langkah si pria menuntun Aisyah menuju rumah sakit sebelah bangunannya. Mereka terus melangkah hingga berhenti di depan ruang mayat. Di dalam sana...
Puluhan tubuh terbaring lemah tak berdaya di atas kasur, tubuh pucat putih, serta sudah tidak ada lagi hembusan nafas yang keluar.
"APA YANG TERJADI?!" Bagi Aisyah, pemandangan ini sangat menyeramkan, membuat trauma lamanya terbuka kembali.
"Mereka adalah korban penculikan." Jawab si pria dengan wajah datar. Si pria kembali melangkah, dan Aisyah hanya mengikuti dari belakang dengan tangan gemetar.
Sekali lagi, mereka berhenti di depan ruangan.
Jduk...
"Maaf kak, maaf." Seorang anak kecil tidak sengaja menabrak Aisyah yang sedang berdiri di depan pintu, dibelakang si pria. Dia meminta maaf seraya menundukkan kepalanya berulang kali.
"Tak apa." Jawab Aisyah singkat, padat, dan jelas seraya tersenyum simpul.
"Kau tak apa?" Mata Aisyah memeriksa badan kecil si anak, si anak hanya mengangguk dengan menundukkan kepala lalu langsung masuk ke dalam ruangan. Alis Aisyah terangkat sebelah, dia heran kenapa si anak seperti tidak mau menunjukkan wajahnya.Setelah si anak masuk, si pria ikut masuk ke dalam ruangan, begitu pula dengan Aisyah. Sekali lagi, dia dibuat terkejut oleh pemandangan yang ada di dalamnya.
Setengah wajah si anak yang tadi menabraknya merah dan lapuk, seperti terbakar. Anak lainnya ada yang tidak memiliki kaki, tangan. Banyak bekas luka di kulit, bahkan ada yang kehilangan kaki dan tangan mereka. Bekas luka sayatan di wajah dan tubuh kecil mereka membekas seperti tidak bisa hilang.
"Mereka adalah sebagian korban yang selamat dari penculikan, bekas luka dan hilangnya beberapa alat gerak belum seberapa. Ada beberapa yang bahkan kehilangan organ dalam mereka, nyawa mereka tidak akan lama."
Aisyah terdiam tidak mengucapkan sepatah katapun. Setelah mendengar dan menyaksikan hal itu, dia pergi dari ruangan.
"Tunggu! Tolong lakukan ini untuk mereka." Si pria membungkuk seraya memohon kepada Aisyah.
"Haaaaah." Senyuman simpul dan helaan nafas panjang dari Aisyah mengakhiri pembicaraan.
.
.
.
.
.Di sisi lain......
"Woi! Aisyah datang!" Kory, Ryan, Dylan, dan Nathan segera duduk di kursi mereka masing-masing.
"Mulai sekarang, gue ketua tim ini!"
"HAH?!"
BERSAMBUNG.....
Mohon maaf author jarang up. Bagaimana perkembangan ceritanya dari chapther pertama?
Salam,
Si penulis
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Orang Biasa
Humor"Ayo lestarikan komodo!" - Dylan Kwon tahun 2018. "Pede dulu, malu nanti." - Kory Char tahun 2018. "Belajarlah sebelum terlambat. Jangan bisanya ngandalin langganan nyontek." Ryan Char tahun 2018. "Sayangi keluargamu sebelum aku menyayangi keluargam...