"Tyas."
Tyas yang baru saja keluar dari ruang administrasi keuangan, menoleh saat mendengar namanya dipanggil. Begitu melihat siapa sosok yang memanggilnya, Tyas langsung terkejut.
"Kamu!" seru Tyas refleks
Leo tersenyum seraya melambaikan tangannya. "Hai," sapanya tanpa dosa.
"Kamu nih... ck!" Tyas hampir frustasi menghadapi Leo. Bagaimana tidak, sekarang lelaki itu tiba-tiba saja ada di kampusnya.
Tyas menarik Leo menjauh. Beruntungnya hari ini Melisa sedang tidak bersama dengannya sehingga Tyas tidak perlu repot-repot mencari alasan kenapa Leo bisa datang menemuinya.
"Kenapa sih?" tanya Leo saat Tyas akhirnya berhenti dan duduk di salah satu kursi di pinggir lorong.
"Kenapa, kenapa, kamu yang kenapa bisa ada di sini?!" tanya Tyas balik.
"Saya mau jemput kamu."
"Tapi saya gak minta dijemput," tolak Tyas langsung.
"Saya mah inisiatif, Yas. Lagipula, bukannya cewek harusnya senang ya kalau ada cowok yang inisiatif kayak saya gini?"
Demi apapun Tyas rasanya pengin banget cakar muka Leo saat ini juga. "Kamu tuh kurang kerjaan, tahu gak?! Lagian kamu tahu dari mana kalau saya di kampus?"
Leo tersenyum seraya menyandarkan punggungnya ke kursi. "Itu sih mudah. Kamu gak ada pertanyaan yang lebih susah lagi gitu?" tanyanya balik. Niatnya sih ingin menggoda Tyas, tapi melihat wajah Tyas yang kayaknya kesal banget akhirnya Leo mengalah.
"Iya, iya, tadi saya ke rumah kamu tapi kata Tante Jena kamu lagi ke kampus buat mengurus bayar biaya pelatihan pengembangan karir. Jadi, ya udah saya susul aja kesini. Kamu mau tanya juga kenapa saya tahu di mana ruang administrasi keuangannya? Saya tanya sama security di lobby depan tadi."
Tyas memijit pelipisnya yang terasa pening. Dulu sebelum kenal Leo kayaknya Tyas bisa bebas deh pergi kesana-sini. Sekarang dimana-mana kayaknya Tyas ketemunya sama Leo lagi, Leo lagi. Pria itu udah kayak setan yang berkeliaran dimana-mana.
"Kamu ada perlu apa sih sama saya? Gak bisa gitu ya biarin weekend saya tenang sendirian?" tanya Tyas kemudian.
Leo tersenyum jenaka. "Ada tujuh hari dalam seminggu, Yas. Masa saya cuma mau ganggu satu hari kamu aja gak boleh? Kamu kan masih ada enam hari lainnya tanpa saya."
"Tanpa kamu juga tetep aja ponsel saya berisik sama notifikasi chat dari kamu. Tolong lah cari perempuan lain di luar sana yang mau diganggu sama kamu. Saya gak mau."
"Nah justru karena itu, Yas!" seru Leo seraya menjentikan jarinya. "Di luar sana banyak perempuan yang mau sama saya. Karena cuma kamu yang gak mau sama saya, makanya saya pilih kamu."
Tyas terperangah mendengar pernyataan Leo. Sakit nih orang, batinnya. "Kalau saya mau juga sama kamu, berarti kamu bakal jauhin saya kan? Kalau gitu anggap saja saya mau. Biar kamu jauh-jauh dari saya."
Leo menggelengkan kepalanya. "Ya enggak lah," sanggahnya langsung. "Kalau kamu mau juga sama saya ya berarti kita jadinya sama-sama mau," godanya seraya menaik-turunkan alisnya.
Tyas geleng-geleng kepala kemudian beranjak pergi. "Dasar sakit jiwa!" umpatnya pelan.
"Eeh, Tyas, tunggu," sergah Leo menarik lengan Tyas untuk duduk kembali.
"Apaan lagi sih?!" tanya Tyas kesal.
"Kamu pikir saya kesini cuma buat ribut doang sama kamu gitu?" Leo balik bertanya.
Tyas menepis tangan Leo dari lengannya kemudian bersidekap seraya menatap Leo sinis. "Iya. Memangnya kamu mau apa lagi?" Setiap ketemu juga kan Leo sama Tyas memang ribut terus.
"Kamu temani saya photoshoot ya," ujar Leo. Kalimat Leo bukan merupakan suatu kalimat pertanyaan ataupun permintaan, melainkan sebuah perintah yang mana ia tidak memerlukan jawaban ya ataupun tidak dari Tyas.
"Kenapa juga saya harus ikut sih?!"
"Bantuin saya, Tyas. Saya repot kalau sendirian."
Tyas berdecak malas. "Memangnya gak ada Reki apa?"
"Ya ada sih. Tapi kan saya butuh bantuan lain gitu yang gak bisa Reki lakuin."
Tyas menyipitkan matanya menatap Leo. "Maksudnya?"
"Bantu kipas-kipasin saya gitu atau gak pijit-pijit pundak saya. Mau lapin keringet juga boleh banget."
Tyas langsung bergidik mendengarnya. "Ogah!" tolaknya langsung. "Udah sana deh pergi sendiri," usir Tyas.
Leo mencebik, memasang wajah sesedih mungkin. "Kamu mah tega banget, Yas, tempo hari waktu kamu sakit saya nungguin kamu sampai Om Andi sama Tante Jena pulang. Giliran saya minta temani sebentar aja kamu gak mau," ujar Leo melas.
Tyas berdecak pelan. Benar-benar deh ini orang! Bisaan banget ngungkitnya! batin Tyas geram. "Jadi kamu pamrih nih ceritanya?" sindir Tyas.
"Bukan gitu, cuma ya apa salahnya sih kita saling tolong-menolong? Kan kita berteman."
Tyas mengerutkan dahinya menatap Leo. "Temen? Sejak kapan kita berteman?"
"Sejak sekarang. Yuk kita pergi!" Tanpa aba-aba, Leo langsung menggamit tangan Tyas dan menariknya mengikuti langkahnya.
"Heh, saya belum bilang setuju!!!" jerit Tyas yang sama sekali tak diindahkan oleh Leo.
***
Kekesalan Tyas menguap begitu saja saat ternyata Leo membawanya ke make up festival. Kenapa Leo gak bilang aja dari awal kalau dia ada job memotret para model lomba makeup creation disini. Kalau tahu gitu kan Tyas gak perlu repot-repot menolak soalnya sekalian dia juga mau lihat-lihat bazar di sini karena katanya diskon product make up di bazar sini sampai 70%.
"Giliran lihat make up aja mukanya cerah," cibir Leo.
"Ya iyalah daripada lihat muka kamu," jawab Tyas ketus.
Leo tertawa mendengarnya. "Dasar bocah," gumamnya pelan.
"Saya boleh keliling-keliling?" tanya Tyas yang sudah tak bisa menyembunyikan antusiasnya.
Leo mengangguk mengiyakan. "Kalau sudah selesai kelilingnya, kamu ke stand itu ya," Leo menunjuk pada tenda putih yang lebih besar dari tenda lainnya. "Nanti kalau pas kamu kesitu saya lagi gak ada, bilang aja sama orang yang ada di sana kalau kamu nunggu saya, oke?"
Tyas mengacungkan ibu jarinya pertanda kalau dia mengerti pesan Leo. "Saya udah boleh pergi sekarang?" tanyanya.
Leo tersenyum. Dipandanginya wajah antusias Tyas yang terlihat sudah tak sabar untuk pergi berkeliling. Gadis ini sebenarnya imut, hanya saja butuh usaha ekstra untuk membuatnya menurut, pikir Leo.
Tangan Leo kemudian tergerak untuk merapikan anak rambut Tyas yang tidak cukup panjang untuk bisa ikut dikuncir sehingga membuatnya menjuntai begitu saja disekitar dahi Tyas. Dan tindakan Leo yang tiba-tiba itu tentu saja membuat Tyas kaget namun juga tidak tahu harus bereaksi seperti apa selain memandangi Leo.
"Hati-hati, jangan sampai hilang atau diculik orang ya," ledek Leo sebelum pria itu kemudian pamit pergi meninggalkan Tyas yang terpaku dengan degup jantung yang menggebu.
Gue gak mungkin punya penyakit jantung kan? gumam Tyas dalam hati.
***
To be continue
KAMU SEDANG MEMBACA
To Make You Up [DaMay Friend's Story]
Romance[Complete] Tyas Anjani, seorang mahasiswi semester tujuh yang berprofesi sampingan sebagai make up artist dalam bisnis kecantikan kecil-kecilan yang dikelolanya bersama dua orang temannya. Bagi Tyas, hal yang paling membuatnya sebal adalah ketika me...