36. Rindu

15.6K 1.9K 13
                                    

Waktu terus bergulir. Melewati hari ke hari, minggu ke minggu, bahkan bulan ke bulan. Tyas memandangi langit senja dari ketinggian lantai tujuh gedung kampusnya. Semburat jingganya menyapa gedung-gedung pencakar langit. Pantulan cahayanya membawa rona keindahan tersendiri.

"Absen woy! Bengong aja." Teguran dari Melisa itu membuyarkan konsentrasi Tyas yang tengah mengagumi senja. Gadis itu pun lantas mengambil ID Card mahasiswanya dari dalam dompet untuk melakukan absensi.

Kelas hari ini sudah selesai. Tyas dan Melisa berjalan di antara mahasiswa dan mahasiswi lain yang juga ingin menuju lift.

"Hari Kamis nanti udah fix tuh, Mel?" tanya Tyas. Rencananya di hari Kamis nanti mereka ada job menjadi tim make up di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jasa pelayanan tours and travel untuk keperluan pemotretan dan shooting iklan layanan perusahaan tersebut. Sesuai deal awal, akan ada tiga orang wanita yang dirias. Satu orang brand ambassador, dan dua orang lagi merupakan karyawan yang terpilih dari perusahaan. Meski hanya tiga orang, Tyas dan Melisa perlu stay sampai acara selesai untuk berjaga-jaga jika klien mereka perlu retouch atau ubah makeup sesuai kebutuhan.

Melisa mengangguk dan mengacungkan ibu jarinya. "Fix. Kemarin sudah konfirmasi kok dan katanya sore ini bakal ditransfer pelunasan biayanya."

Tyas mengangguk-angguk. Perusahaan travel yaa, gumamnya dalam hati. Entah kenapa ia jadi teringat Leo. Ia hanya tahu kalau pria itu bekerja di salah satu perusahaan tours and travel, tapi Tyas juga gak tahu apa nama perusahaannya. Mungkin gak ya kalau perusahaan yang akan Tyas datangi nanti merupakan tempat Leo bekerja?

Tyas tersenyum kecut seraya menggelengkan kepalanya. Di Jakarta ini ada banyak perusahaan tours and travel. Dari sekian banyaknya perusahaan yang menjamur, rasanya tidak mungkin kalau secara kebetulan perusahaan yang Tyas datangi nanti adalah tempat Leo bekerja. Begitu pikir Tyas

Sayang, ia lupa kalau di dunia ini yang namanya kebetulan itu hanyalah opini semata. Sebab faktanya hal itu tetaplah masih bagian dari rencana Tuhan juga.

***

Sesuai janji, Melisa datang menjemput Tyas jam delapan pagi. Sebelum berangkat, Jena menyuruh keduanya untuk sarapan terlebih dahulu dan tak lupa ia juga membawakan tas kecil berisi cemilan dan minuman dalam kemasan untuk Tyas dan Melisa.

"Sudah? Gak ada yang ketinggalan?" tanya Jena seraya mengantar Tyas dan Melisa sampai ke teras.

"Aman, Tante!" sahut Melisa. "Kita pamit dulu ya, Tante, assalamualaikum," sambung Melisa seraya mengecup punggung tangan Jena lalu berjalan lebih dulu untuk menyalakan mesin motornya.

Tyas pun juga berpamitan. Digenggamnya tangan Jena dan dikecupnya punggung tangannya. "Tyas pergi dulu ya, Ma," ujarnya.

Jena tersenyum dan mengecup puncak kepala Tyas. "Hati-hati ya, Sayang," pesannya.

Tyas mengangguk lalu mengucap salam sebelum berlalu menyusul Melisa yang sudah siap dengan motornya di depan pagar.

"Hati-hati," pesan Jena sekali lagi sambil melambaikan tangannya mengantar laju motor Melisa.

Jena tersenyum simpul. Hatinya terasa sangat hangat meskipun hal-hal seperti ini sudah menjadi kebiasaan untuknya sejak Tyas pada akhirnya memanggilnya dengan sebutan 'Mama' untuk pertama kalinya tepat di dua bulan lalu. Penantian dan kesabarannya berbuah manis. Bagi Jena hal yang paling membahagiakan dalam pernikahannya dengan Andi bukanlah karena ia bisa bersanding dengan kekasihnya di masa lalu tetapi karena ia memiliki Anya dan Tyas sebagai anak-anaknya, sesuatu yang takkan pernah ia dapatkan dari rahimnya sendiri.

To Make You Up [DaMay Friend's Story]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang