Setelah Andi dan Jena hilang dari pandangan, Leo pergi mengambil segelas minuman juga sepiring salad buah.
Langkah kaki Leo menuju ke ruang rias. Ia berpikir kemungkinan besar Tyas belum makan apa-apa kecuali sarapan risolis di mobil tadi, jadi ia datang untuk membawakannya makanan.
Begitu masuk ke dalam ruang rias, Leo tak mendapati sosok Tyas. Ia hanya menemukan beberapa orang tim perias yang juga tengah makan. Ada yang sedang menyantap hidangan utama, ada juga yang tengah menikmati hidangan penutup.
Tadinya Leo ingin keluar lagi, tetapi kemudian matanya tertuju pada kain dan kebaya yang telah dilipat rapi di atas meja. Leo pun langsung melangkah mendekat. Diletakannya gelas dan piring di tangannya itu ke atas meja, lalu diambilnya kebaya itu. Ia sudah sangat curiga saat melihat kebaya itu dan menjadi terkejut ketika mengenali siapa pemiliknya.
"Maaf, ini orangnya ke mana ya?" tanya Leo pada orang-orang yang ada disana seraya menunjukkan kebaya yang dipegangnya.
"Orangnya pamit pergi, Mas, katanya ada urusan lain. Tadi dia titipkan itu ke saya minta tolong dikasihkan ke adiknya pengantin."
Ck!
Leo langsung berlari meninggalkan ruang rias. Dirogohnya ponsel dari saku celananya dan menghubungi nomor Tyas. Nahas, ponsel gadis itu tidak aktif. Atau mungkin lebih tepatnya dinonaktifkan dengan sengaja.
Tyas kenapa pergi tiba-tiba? batinnya bertanya-tanya. Ia harus mencarinya. Harus!
Leo kemudian pergi menemui satpam untuk bertanya di mana tempat untuk menunggu taksi atau kendaraan umum lainnya. Karena ponsel Tyas tidak aktif, ia yakin gadis itu tidak mungkin menggunakan transportasi online.
"Kalau taksi biasanya di belakang, Mas, lewatnya. Mas dari sini jalan ke belakang gedung, nanti ada pintu gerbang kecil Mas keluar terus belok kanan. Jalan lurus terus sampai keluar jalan raya nah di sebelah kiri gak jauh dari tembusan jalan itu ada bekas halte Mas. Biasanya pada nunggu taksi lewat di situ."
Setelah mendapatkan informasi dari satpam, Leo lantas berlari ke arah belakang gedung mengikuti arahan dari sang satpam. Dalam hati ia berdoa semoga ia belum terlambat. Semoga Tyas masih bisa ia temukan.
***
Tyas sudah mulai menggerak-gerakkan kakinya tak sabar. Pasalnya belum ada satupun taksi yang lewat juga. Sebenarnya belum terlalu lama juga sih ia menunggu, tapi kan tetap saja sekarang Tyas sedang ingin cepat-cepat meninggalkan kawasan ini.
Begitu melihat ada taksi dari kejauhan, Tyas langsung berdiri. Baru saja hendak mengangkat tangannya untuk menghentikan taksi itu, tetapi tiba-tiba saja seseorang menarik tangannya untuk mundur. Betapa terkejutnya Tyas saat mendapati orang itu adalah Leo.
Matanya terbelalak, tak bisa menyembunyikan keterkejutannya tatkala melihat Leo berdiri tepat di hadapannya dengan deru napas yang memburu dan wajah penuh peluh.
"Kamu mau kemana? Kenapa pergi diam-diam?" tanya Leo setelah berhasil mengatur pernapasnya.
Tyas bergeming sesaat sebelum kemudian melepaskan dengan paksa tangan Leo dari tangannya. "Bukan urusan kamu. Saya punya hak atas diri saya sendiri," jawabnya dingin.
Leo terperangah menatap Tyas. Ia yakin betul telah terjadi sesuatu pada Tyas sebab sebelumnya mereka baik-baik saja lalu kenapa sikap Tyas langsung berubah seperti ini?
"Kamu kenapa sih, Yas? Ayo kita bicarakan baik-baik," bujuk Leo.
Tyas menggeleng. "Gak ada yang perlu dibicarakan."
"Kita perlu bicara, Tyas," tegas Leo. Ia kemudian menggamit kembali tangan Tyas, tapi gadis itu langsung menyentakkannya.
"Saya bilang nggak ya nggak!" serunya tak kalah tegas.
Leo menarik napas dalam-dalam sebelum mengembuskannya dengan lelah. Lelah karena berlari sekaligus menghadapi kemarahan Tyas yang tiba-tiba ini. "Saya ada salah sama kamu? Atau ada sikap dari keluarga besar saya yang bikin kamu gak suka? Kalau iya, saya minta maaf. Kita—"
"Cukup!" potong Tyas. Ditatapnya Leo dengan mata yang sudah berkaca-kaca. "Cukup sampai di sini. Saya mohon..." lirihnya.
Dahi Leo berkerut. Ia tak mengerti kenapa Tyas tiba-tiba berubah sikapnya begini. "Tapi kenapa, Yas? Kita sebelumnya baik-baik saja. Gak mungkin kamu seperti ini tanpa sebab."
"Kamu mau tahu sebabnya? Karena saya gak suka sama kamu! Saya gak suka dengan semua sikap kamu! Bahkan saya gak nyaman berada di lingkungan keluarga kamu!"
Leo menatap Tyas dengan pandangan tak percaya. "Kamu... gak nyaman?" tanyanya pelan. "Tapi kemarin kamu bilang—"
"Saya tarik ucapan saya kemarin," potong Tyas langsung. "Saya baru sadar itu bukan rasa nyaman, tapi sungkan."
Leo mematung. Entah kenapa rasanya sangat sulit untuk menerima pernyataan Tyas. Dia bohong kan? Leo benar-benar berharap kalau Tyas tidak bersungguh-sungguh dengan ucapannya.
"Semuanya cukup sampai di sini. Jangan temui saya lagi. Bahkan sekalipun kita gak sengaja bertemu, anggap saja kita tak saling kenal," tandas Tyas.
Begitu melihat ada taksi lainnya yang mendekat, gadis itu langsung memberhentikannya dan masuk ke dalamnya. Meninggalkan Leo yang hanya bisa terdiam menatap kepergiannya.
"Ke mana ini tujuannya, Mbak?"
"Jalan dulu saja, Pak," lirih Tyas yang sudah tak lagi bisa membendung air matanya. Ia sendiri belum tahu harus ke mana, tapi yang jelas ia perlu pergi jauh dari tempat ini.
Maaf, Leo, maaf! batin Tyas terus menyuarakan itu namun bibirnya membungkam erat.
Saya gak nyaman Leo, sebab berada di dekatmu membuat saya jadi penakut. Takut kehilanganmu. Takut kalau perasaanmu hanyalah sebuah pelarian. Takut kalau kelak akhirnya kamu memilih meninggalkan saya demi orang lain. Takut kalau apa yang terjadi pada Mama, akan terjadi pada saya juga. Mencintai sampai mati, tapi dicintai hanya setengah hati.
***
To be continue
KAMU SEDANG MEMBACA
To Make You Up [DaMay Friend's Story]
Romance[Complete] Tyas Anjani, seorang mahasiswi semester tujuh yang berprofesi sampingan sebagai make up artist dalam bisnis kecantikan kecil-kecilan yang dikelolanya bersama dua orang temannya. Bagi Tyas, hal yang paling membuatnya sebal adalah ketika me...