30. Ketahuan

15.7K 2.2K 37
                                    

Leo kembali ke ruang rias dengan langkah lunglai. Diambilnya kebaya yang Tyas tinggalkan dan disimpannya di dalam mobil, diselubungi dengan jaket miliknya. Dia tak ingin keluarganya tahu kalau Tyas telah mengembalikan kebaya itu.

Sampai acara berakhir, Leo hanya duduk sendiri di sudut meja tamu VIP. Merenungi apa yang baru saja terjadi diantara dirinya dan Tyas. Kesalahan apa yang sebenarnya telah dia perbuat sampai Tyas memutuskan untuk pergi dan tak ingin mengenalnya lagi? Ia pikir kebersamaan mereka selama ini akan mampu meluluhkan hati Tyas, tapi nyatanya gadis itu kini malah membangun tembok yang lebih tinggi lagi dari sebelumnya.

"Le, Tyas mana? Dia sudah makan belum?" Karena acara sudah selesai, Hani pun turun dari pelaminan untuk berkumpul bersama keluarganya yang lain, dan orang pertama yang ia hampiri adalah putranya.

Leo terkesiap mendengar suara ibunya. "Oh, ehm... itu, Bu, tadi Tyas pamit pergi duluan. Buru-buru. Ada urusan mendadak sama temennya. Tadi mau pamit sama Ibu sama Bapak tapi tamu lagi ramai jadi Leo suruh duluan aja," dusta Leo.

"Ooh gitu." Hani mengangguk-anggukkan kepalanya. Percaya pada kata-kata putranya begitu saja. "Ya sudah, kamu sudah makan belum? Makan dulu sebelum kita beres-beres pulang. Lia mah nanti langsung ke apartemen suaminya."

"Iya, Bu."

***

Melisa hanya bisa mengusap pelan bahu Tyas saat gadis itu tergugu di kamarnya. Melisa memang sempat kaget waktu Tyas tiba-tiba saja bilang sedang di jalan menuju rumahnya dan berniat untuk menginap di sana, tapi karena Tyas memang sudah biasa menginap di tempatnya maka Melisa tak ambil pusing akan hal itu. Namun saat Tyas tiba di kamarnya dan langsung menangis begitu saja, Melisa pun jadi terkejut dan bingung. Ia bahkan tak sempat bertanya pada Tyas apa yang telah terjadi sebab Tyas masih terus menangis hingga saat ini. Dengan sabar Melisa menunggu sampai Tyas sedikit lebih tenang.

"Maaf ya, Mel, gue nyusahin lu terus," ujar Tyas seraya menghapus jejak-jejak basah di pipinya.

"Santai aja, Yas. Tapi, lu ada masalah apa sampai nangis gini? Mau cerita?" tawar Melisa.

Tyas terdiam. Gadis itu hanya menunduk, entah menatap ke mana. Jejak air mata di pipi yang telah dihapus, kembali basah lagi.

"Kalau lu belum siap cerita, gak apa-apa. Gue kasih kabar ke orang tua lu dulu ya kalau lu menginap disini." Melisa beringsut turun dari atas ranjangnya. Mengambil ponselnya lalu berjalan keluar kamar. Ah, alasan apa yang harus Melisa katakan pada Andi dan Jena? Tak mungkin kan ia mengatakan pada orang tua sahabatnya kalau anak mereka kini tengah menangis?

Sepeninggal Melisa, Tyas meringkuk di atas kasur. Ia masih belum bisa memahami perasaannya sendiri. Kenapa ia jadi seperti ini? Kenapa ia begitu takut layaknya pengecut? Kenapa ia merasa tersisih oleh seseorang yang bukan kekasih? Mungkinkah sudah ada Leo di hatinya?

Tyas menghela napas berat dan panjang. Dipejamkannya kedua matanya. Semua akan kembali seperti semula saat ia membuka mata. Dimana ia dan Leo hanyalah dua manusia yang tak sengaja bersua.

***

Tyas tidak main-main dengan ucapannya. Gadis itu benar-benar mencipta jarak dengan dinding tebal nan kokoh di antara dirinya dengan Leo. Hari demi hari sudah berlalu, namun Tyas tetap saja mengabaikan usaha Leo untuk bertemu. Leo mulai gelisah memikirkan mungkinkah mereka akan berpisah?

Kata orang tak kenal maka tak sayang, tapi giliran saya udah sayang kenapa kamu malah pura-pura gak kenal?

Leo memandangi layar ponselnya seraya menghela napas. Meski tahu bahwa Tyas tak akan membalas pesan darinya, ia tetap saja mengirimkan itu.

"Lu lagi kenapa sih, Le? Hela napas mulu. Boros oksigen tahu gak lu," ledek Reki seraya mengambil kameranya dan melihat kembali hasil tangkapan gambarnya. Sudut-sudut ibukota yang terabaikan selalu punya sisi menarik untuk diabadikan.

"Oh, iya, tumben juga lu ngajak gue hunting," sambung Reki lagi. Dulu mereka memang biasa berpergian untuk hunting foto, tetapi seiring berlalunya waktu dan bertambahnya kesibukan masing-masing keduanya sudah hampir tak pernah lagi bepergian untuk hunting santai seperti ini. Sekalipun memotret, paling untuk kebutuhan job yang mereka ambil.

"Lagi pengin aja gue. Hati manusia kan gitu, berubah-ubah."

Reki menoleh dan menatap Leo dari ujung kepala sampai ujung kaki. "Gak usah sok dramatis lu. Kelihatan desperate banget tahu ga?" ejek Reki.

Leo mengangkat kedua bahunya bersamaan kemudian menyeruput kopi susu dalam gelas plastik yang sejak tadi belum disentuhnya.

"Kenapa sih lu? Ditanya kapan nyusul Lia?" tanya Reki mengingat sudah satu minggu adik dari sahabatnya itu kini telah berumah tangga.

"Ngapain gue nyusul orang yang lagi bulan madu?" tanya Leo balik.

"Ye bisa banget ngelesnya!" seru Reki. "Terus? Udah lah, Le, jangan kode-kodean kayak cewek. To the point aja," lanjutnya.

Leo tersenyum tipis. "Gue bingung aja. Dulu, karena gak dapat restu gue kehilangan orang yang gue cintai. Sekarang, sekalipun restu udah di tangan kenapa gue masih tetap kehilangan ya?"

Reki terdiam mendengar kata-kata Leo. "Kehilangan siapa yang lu maksud? Tyas?" tanyanya kemudian.

"Lu pikir gue lagi dekat sama cewek mana lagi memang selain dia?" tanya Leo balik.

Reki kembali terdiam. Ada sedikit perasaan bersalah di hatinya. Jangan-jangan saat ini Leo dan Tyas ada masalah karena kata-katanya tentang Citra saat itu?

"Le, memang lu serius banget nih sama Tyas?" tanya Reki.

"Lu tahu gue. Kalau gue gak serius, buat apa juga gue mau repot-repot mendekatkan dia sama keluarga gue?"

"Kalau gitu, lu udah jelasin belum sama Tyas kalau saat ini lu sama Citra udah gak ada apa-apa lagi?" tanya Reki.

Leo menggeleng, "Buat apa juga? Tyas kan gak—" Leo terdiam. Ia menyadari satu hal. Ditatapnya Reki dengan tatapan terkejut. "Jangan bilang kalau lu ngomong sama Tyas soal Citra?" tanyanya.

Reki mengangguk pelan dan meminta maaf.

"Kapan?" tanya Leo.

"Pas di nikahan Lia. Gue lagi ngobrol sama Tyas terus gue lihat ada Citra, ya terus... keceplosan deh," jawab Reki.

Leo berdecak kesal. Sikap Tyas juga langsung berubah drastis di hari pernikahan Lia. Ini kah penyebabnya?

"Lagian ngapain sih lu kerajinan? Gue aja gak pernah bilang apa-apa sama Tyas. Bukannya gue mau menutupi masa lalu gue, tapi karena itu memang gak penting. Gue gak mau yang udah lalu mempengaruhi yang sedang gue jalani saat ini. Kayak sekarang gini nih jadinya." hardik Leo.

Reki mengulang permintaan maafnya sekali lagi. "Sorry, bro, sorry. Gue benar-benar minta maaf. Apa perlu gue yang minta maaf langsung ke Tyas?"

Leo mendesah pasrah dan menghabiskan kopinya. "Udah lah gak usah dibahas," ucapnya. Leo tak ingin melanjutkannya apalagi sampai bertengkar dengan Reki. Setidaknya sekarang dia tahu kenapa Tyas jadi seperti itu. Sebagian hatinya merasa cemas karena memikirkan bagaimana harus memberi penjelasan pada Tyas dan sebagian lagi merasa bimbang memikirkan kemungkinan bahwa Tyas juga memiliki perasaan untuknya.

Leo sudah bertekad untuk melakukan segala cara agar dapat bertemu dan bicara dengan Tyas mengenai ini. Leo perlu tahu bagaimana perasaan Tyas. Jika memang tidak ada harapan, ia bersedia untuk melepaskan. Tapi yang jelas kali ini Leo tak akan mundur sebelum bertempur.

***

To be continue

To Make You Up [DaMay Friend's Story]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang