Leo datang untuk menjemput Tyas jam setengah enam sore. Tadinya Andi berniat untuk mengantarkan sendiri putrinya ke rumah Hasan sekalian bertemu langsung dengan kawan lamanya itu. Namun, sayangnya rencana itu terpaksa diurungkan sebab Andi harus datang ke kantor guna mengawasi uji coba aplikasi baru untuk pemakaian internal kantornya dan sampai sekarang belum selesai. Kemungkinan bahkan ia harus lembur.
"Hati-hati di jalan ya," pesan Jena yang mengantar Leo dan Tyas sampai teras.
Usai berpamitan dengan Jena, keduanya pun lantas masuk ke dalam mobil.
"Gak ada yang ketinggalan?" tanya Leo dan Tyas mengangguk. Seraya membuka kaca di sampingnya, Leo pun berpamitan lagi pada Jena sebelum mobilnya benar-benar meninggalkan halaman rumah.
"Kita makan dulu ya. Gak apa-apa kan?"
Tyas menoleh ke arah Leo dan menganggukkan kepalanya. "Oke," jawabnya. Lagipula sore begini jalanan ibukota sudah pasti macet. Tak ada salahnya melipir sebentar sambil menunggu jam-jam sibuk lewat.
"Kamu mau makan apa?" tanya Leo.
Tyas mengangkat kedua bahunya bersamaan. "Bebas," jawabnya.
"Ayam bakar gimana?"
"Boleh."
"Kalau bakso?"
"Boleh."
"Seafood?"
"Iya, boleh!" Tyas mulai geram karena Leo terus bertanya.
"Oh, bebasnya betulan. Kirain bebas bersyarat," candanya. "Ehm, Yas, ngomong-ngomong kamu nyaman gak berada di lingkungan keluarga saya?" tanya Leo tiba-tiba membuat dahi Tyas mengerut menatapnya.
"Kenapa tiba-tiba nanya gitu?" tanyanya balik.
"Ya gak apa-apa, mau tahu aja."
Tyas kemudian kembali mengalihkan pandangannya ke depan. "Sikap keluarga kamu semuanya baik ke saya. Mereka memperlakukan saya layaknya saya juga bagian dari keluarga kalian. Jadi, aneh rasanya kalau saya gak merasa nyaman dengan semua kebaikan kalian."
Leo tersenyum lebar mendengar jawaban Tyas. Senyumnya itu membuat Tyas menatapnya curiga. "Ngapain kamu senyum-senyum?" tanyanya.
Leo mengangkat kedua bahunya bersamaan. "Emangnya gak boleh?" tanyanya balik.
Tyas mencibir kemudian mengalihkan pandangannya kembali ke depan. "Wah, senjanya bagus," gumamnya tanpa sadar menatap warna jingga kemerahan di langit.
"Kenapa ya banyak orang yang terpesona sama senja padahal keindahannya cuma sementara?" tanya Leo.
Tyas menoleh menatap Leo. "Kenapa ya kamu kok banyak nanya?" balas Tyas karena pertanyaan Leo merusak momen indah senja di matanya
Leo tertawa mendengarnya. "Sensi amat sih," guyonnya. "Tapi, Yas, terkadang ada beberapa orang yang singgah di hidup kita layaknya senja. Memberi keindahan, namun sayang tak mampu bertahan."
Tyas terdiam mendengar kata-kata Leo. Ia kemudian menundukkan kepalanya menatap jemari tangannya yang saling bertaut di atas pahanya. Perasaan apa ini? Batinnya bertanya-tanya. Kenapa ia tiba-tiba menjadi sangat takut? Bagaimana jika ternyata kehadiran Leo juga hanyalah senja di hidupnya? Memikat, tapi akan berlalu dalam waktu singkat.
***
"Dibawa ke mana dulu, Le, anak orang?" sindir Lia begitu Leo dan Tyas tiba di rumah sekitar hampir pukul delapan malam.
"Mau tahu aja deh," balas Leo. "Ayah sama Ibu mana?" tanyanya kemudian.
"Ayah lagi main catur sama Livia, kalau Ibu sih di dapur."
"Ooh. Tolong temenin Tyas bentar ya. Gue mau taruh tasnya di kamar tamu dulu."
"Okay!"
Sementara Leo ke kamar tamu, Tyas dan Lia pergi ke ruang keluarga untuk menemui Hasan. Usai menyalami Hasan, Tyas pun pamit ke dapur untuk bertemu Hani.
"Eh, sudah datang," sapa Hani begitu melihat Tyas.
Tyas kemudian menghampiri Hani yang tengah menata nampan dan beberapa piring di meja. "Tante lagi bikin apa?" tanyanya.
"Ini... Tante bikin risolis buat besok pagi sarapan. Kita kan pergi pagi-pagi banget. Buat ganjel-ganjel perut aja gitu," jawab Hani seraya memecahkan telur di atas salah satu piring.
"Tyas boleh bantu, Tante?"
Hani mengangguk kemudian menggeser posisi berdirinya. Dipindahkannya piring yang masih kosong ke hadapan Tyas. Ia juga mengambil sebungkus tepung roti dan memberikannya pada Tyas. "Nanti yang udah Tante lumurin telur, kamu lumurin pakai tepung roti ya terus susun di nampan."
"Oke, Tante."
Sementara itu, tanpa Tyas tahu, ada sepasang langkah yang urung untuk menghampirinya. Langkah kaki itu memilih memutar dan pergi menjauh dengan senyum yang tersungging di milik sang empunya.
***
To be continue
KAMU SEDANG MEMBACA
To Make You Up [DaMay Friend's Story]
Romance[Complete] Tyas Anjani, seorang mahasiswi semester tujuh yang berprofesi sampingan sebagai make up artist dalam bisnis kecantikan kecil-kecilan yang dikelolanya bersama dua orang temannya. Bagi Tyas, hal yang paling membuatnya sebal adalah ketika me...