11. Kebohongan Itu Menyakitkan

19K 2.3K 11
                                    

Tyas terbangun saat sinar mentari menyapa kulitnya dari balik jendela yang tirainya telah dibuka. Perlahan, Tyas membuka matanya dan memperhatikan sekeliling. Kepalanya masih terasa sedikit pusing meski tidak separah sebelumnya. Dengan hati-hati Tyas menegakkan tubuhnya dan menyandarkan punggungnya di kepala ranjang. Ia mengambil sapu tangan yang tergeletak di sebelahnya. Sapu tangan itu sepertinya jatuh dari kepalanya saat Tyas mencoba duduk tadi.

"Punya siapa ya?" gumam Tyas yang merasa asing dengan sapu tangan itu. Sepertinya Tyas tidak pernah melihatnya.

Cklek! Suara pintu yang dibuka membuat perhatian Tyas teralih.

"Oh, kamu sudah bangun." Jena datang dengan membawa nampan berisi bubur juga segelas air putih serta beberapa strip obat. Ia mendekat ke arah Tyas dan menaruh nampan yang dibawanya di meja samping tempat tidur Tyas. "Gimana keadaan kamu, Yas?" tanya Jena.

"Udah mendingan, Tante, makasih." Tyas kemudian menyodorkan sapu tangan yang dipegangnya pada Jena. "Ini punya Tante?" tanyanya.

Jena menggeleng. "Kayaknya itu punya Leo. Soalnya waktu papa kamu sama Tante pulang, Leo lagi nungguin kamu di sofa ruang tamu sambil kompres dahi kamu pakai itu."

Deg! Deg! Deg!

Ck! Debar aneh apalagi sih ini?! hardik Tyas pada dirinya sendiri.

"Kamu kenapa gak bilang kalau lagi gak enak badan, Yas? Tahu gitu kan Tante gak bakal ajak papa kamu keluar rumah," sesal Jena. Ia sangat kaget dan panik waktu mendengar dari Leo kalau Tyas pingsan. Ia merasa menyesal karena meninggalkan Tyas sendirian di rumah.

Tyas tersenyum kecut mendengarnya. "Memangnya Tante siapanya saya sampai saya harus kasih tahu Tante soal kondisi saya?" tanya Tyas sinis

"Yas, tapi─"

"Saya menghormati Tante sebagai istri dari papa saya. Tolong jangan berharap lebih," potong Tyas.

"Kenapa begitu sulit buat kamu untuk menerima Tante sebagai mama kamu, Yas?"

Tyas mendengus pelan dengan satu sudut bibir yang tertarik ke atas. "Sejak kecil mama saya gak pernah mengajarkan saya berbohong. Untuk itu, seorang pembohong gak bisa menjadi mama saya."

Kali ini Jena terdiam. Ia tidak bisa membela diri jika Tyas sudah menyinggung hal itu. Meski bukan maksud Jena untuk menutupi masa lalunya dengan Andi dari Tyas, bagi Tyas Jena dan ayahnya tetap saja telah membohonginya.

"Tante minta maaf, Yas, tapi─"

"Saya mau mandi," ujar Tyas singkat memotong ucapan Jena yang Jena pahami itu berarti Tyas memintanya keluar dari kamar gadis itu.

Meski Jena masih berharap bisa menjelaskan alasannya pada Tyas, namun ia memilih untuk menuruti permintaan Tyas. Hubungan mereka sudah cukup buruk, Jena tak ingin Tyas malah jadi semakin membencinya.

Air mata Tyas lolos begitu saja setelah Jena menutup pintu kamarnya dari luar. Hatinya sakit. Sangat sakit. Terlebih ketika kenangan itu kembali muncul. Saat-saat dimana dirinya merasa dibohongi oleh orang yang ia pikir takkan mungkin bisa menyakitinya.

Tyas mengebuskan napas lega. Acara pernikahan papanya hari ini meskipun sederhana tetap saja menguras tenaga, bahkan emosinya. Sebenarnya Tyas masih setengah hati mengizinkan papanya untuk menikah lagi, namun Tyas juga tak ingin mengekang papanya. Tyas ingin papanya bahagia. Bila dengan menikah lagi bisa membuat papanya bahagia, Tyas akan mencoba berusaha untuk ikut bahagia juga.

"Yas, boleh Papa masuk?"

Tyas langsung beringsut turun dari kasurnya untuk membuka pintu kamarnya. Pasca akad dan resepsi sederhana pernikahan papanya tadi Tyas memang langsung masuk ke kamarnya untuk istirahat.

To Make You Up [DaMay Friend's Story]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang