6. Karena Kamu Bukan Saya

23K 3K 37
                                    

Leo memperhatikan sekeliling ruang tamu dan matanya tiba-tiba saja terfokus pada sebuah foto wanita yang mengenakan selendang putih. Leo menyipitkan matanya memperhatikan foto wanita itu. Kok gak mirip sama tante yang tadi ya? batinnya.

"Itu foto almarhumah mamanya Tyas," ujar Andi yang seolah bisa mendengar pertanyaan yang menari-nari di kepala Leo.

Kalau begitu berarti tante yang tadi itu...

"Jena itu ibu tirinya Tyas," lanjut Andi yang secara tidak langsung sudah menjawab pertanyaan Leo.

Leo tersentak dan meminta maaf pada Andi, "Maaf, Om, saya gak bermaksud ke sana," ujarnya canggung. Apa mukanya kelihatan banget ya kalau lagi mikir sampai-sampai Andi seolah tahu apa yang ada di kepala Leo.

Andi tersenyum memaklumi. "Gak apa-apa kok," jawabnya. "Mamanya Tyas meninggal saat Tyas kelas dua SMA, dan saya menikah lagi saat Tyas masuk kuliah," tuturnya.

Leo memilih untuk diam dan menyimak apa yang dikatakan Andi.

"Waktu kecil, Tyas itu ceria, murah senyum, gampang berbaur sama orang lain. Tapi sejak mamanya meninggal satu persatu sifatnya itu menghilang. Sepertinya nak Leo pasti bisa lihat sendiri ya kalau Tyas itu rada pelit ekspresi."

Leo tersenyum tipis dan mengiyakannya dalam hati. Sejak tadi saja yang Leo lihat cuma raut cemberut di wajah Tyas. Kecuali saat prosesi lamaran adiknya tadi. Leo sempat melihat Tyas kaget, bingung, bahkan tertawa. Jadi karena ini bocah itu jutek sama orang? gumamnya dalam hati.

"Ngomong-ngomong nak Leo ini sudah berapa lama kenal dengan Tyas?" tanya Andi.

"Ehm, belum lama kok, Om." Baru beberapa jam, imbuhnya dalam hati.

"Ooh, soalnya ini baru pertama kali Tyas bawa teman cowok ke rumah. Gak salah dong kalau Om pikir kalian ada suatu hubungan gitu?"

Leo hanya bisa meringis dan menggaruk tengkuknya yang sama sekali tak gatal. Kalau bukan karena keputusan Leo sepihak yang ingin mengantarkan Tyas, pasti dia juga takkan berada disini. Namun Leo juga gak enak kalau harus menyangkal terang-terangan perkataan Andi. Kesannya jadi seolah dia menolak Tyas depan orang tuanya. Padahal kan gimana mau menolak kalau mereka saja bahkan gak ada hubungan apa-apa.

"Mari diminum dulu nak Leo." Jena datang dengan membawakan es sirup dan beberapa makanan ringan.

"Makasih, Tante," jawab Leo seraya mengambil salah satu gelas dari nampan dan meminumnya.

"Tyas mana, Je?" tanya Andi karena putrinya itu tak kunjung datang ke ruang tamu.

"Di kamarnya, Mas. Mungkin capek," jawab Jena.

Andi berdecak pelan seraya bangkit berdiri. "Orang ada tamu kok malah di kamar," gumamnya kemudian beranjak menyusul Tyas. Jena hendak menahannya namun Andi bersikukuh ingin memanggil Tyas. Akhirnya, Jena hanya bisa mengalah dan membiarkan suaminya menyusul Tyas.

"Silakan dimakan nak Leo," ujar Jena pada Leo yang sedari tadi hanya diam memperhatikan. "Nak Leo satu kampus sama Tyas?" tanyanya membuka topik obrolan untuk menghilangkan canggung.

"Enggak, Tante, saya udah kerja."

"Ooh udah kerja, kenal Tyas di mana kalau gitu?"

"Tyas itu juniornya teman saya, Tante." Leo gak bohong-bohong amat kan ya? Tyas kan memang juniornya Airin. Lagipula, Leo sama Airin juga kan memang berteman. Jadi, sah-sah aja kan kalau Leo bilang seperti itu?

"Tadi aku yang merias adiknya si Mas ini," ujar Tyas yang baru muncul. Sepertinya Andi berhasil membujuk Tyas untuk keluar dari pertapaannya.

Leo hanya bisa geleng-geleng saat Tyas memanggilnya 'si Mas ini'. Padahal kan Leo sudah memberitahukan namanya. Lagian Tyas kaku banget manggilnya begitu padahal Leo sudah capek-capek berakting seolah mereka adalah teman.

To Make You Up [DaMay Friend's Story]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang