PART 18

3K 125 4
                                        

"Aku tetap gak suka kamu merokok Nia," tegas Kale setelah Tania berhasil menenangkan diri dan menceritakan semua masalahnya pada laki-laki tersebut.

"Kenapa kamu gak suka? Aku juga gak suka loh dengan sikap kamu yang kekanakan ini," sahut Tania tidak mau kalah.

"Ini demi kebaikan kamu sendiri," balas Kale yang membuat Tania memutar bola matanya, malas.

"Tapi rokok itu menenangkanku. Lagipula aku bukan perokok aktif. Jadi, tidak masalah bukan?"

"Tidak. Aku tetap tidak setuju. Jika kamu memang membutuhkan pelampiasan, aku akan selalu siap 24 jam menjadi pelampiasanmu. Lepaskan semua emosimu padaku. Aku tidak masalah,"

"Ah. Kamu cerewet sekali. Sangat berbeda dengan Kale yang pertama kali aku kenal," goda Tania. Ia terenyuh dengan ucapan Kale barusan. Jujur, kata-kata itu membuatnya tersipu dan canggung. Ia senang karena dipedulikan oleh orang lain. Selama hidupnya, tidak pernah ada satu orangpun yang berani menentang keputusannya. Bahkan ayahnya sendiri tidak dapat memarahi perempuan itu ketika ia pertama kali ketahuan merokok.

"Cerewetku ini belum seberapa. Jika aku melihatmu masih menyimpan rokok-rokok itu lagi, kamu pasti akan terkaget-kaget dengan apa yang akan aku lakukan," ujarnya sambil tersenyum nakal. Astaga, ini pertama kalinya Tania melihat ekspresi Kale yang seperti ini. Dan betapa bodohnya ia karena baru menyadari betapa laki-laki yang menjadi suaminya ini memiliki wajah yang benar-benar tampan. Ketampanannya bahkan semakin membuat pipinya bersemu merah.

"Apaan sih," jawabnya pura-pura acuh yang disambut dengan tawa geli suaminya.

Tania sangat lega bisa menceritakan semua keluh kesahnya pada Kale. Kale benar-benar sukses membuat Tania membuka diri dan tidak lagi menyalahkan dirinya sendiri. Dan saat ini Tania mulai menyadari bahwa keberadaan Pria itu dihidupnya berhasil memberikan kenyamanan tersendiri untuknya, memberikan perubahan yang baik tanpa harus mengubah dirinya sendiri. Tania mulai bergantung padanya. Sesuatu yang sebenarnya selalu Tania hindari.

"Ngomong-ngomong seharian ini kamu kemana?" tanya Tania. Iya ya? Sedari pagi Kale sudah menghilang. Dan baru kembali tadi sore setelah Timnya kembali ke kamar mereka sendiri.

"Aku kan sudah bilang mau bertemu dengan sahabatku. Jadi ya aku menghampirinya,"

"Ke rumahnya?" Kale mengangguk.

"Maaf ya aku gak bisa temenin kamu tadi," ujarnya dengan wajah penuh penyesalan. Gara-gara kejadian tadi pagi dia jadi tidak enak dengan Kale. Bagaimanapun sahabatnya itu pasti ingin sekali bertemu dengan Tania sebagai istri dari Kale, karena saat hari pernikahan mereka dulu Tania tidak pernah merasa dikenalkan dengan sahabat Kale semasa kuliah. Bahkan sahabat Kale manapun. Pria jangkung itu bukan tipikal pria yang mudah berteman dengan siapapun.

"Gak apa-apa. Tapi kalau memang kamu merasa bersalah, aku akan senang sekali kalau besok kamu mau menyempatkan waktu untuk bertemu sahabatku itu. Ia benar-benar penasaran denganmu,"

"Benarkah? Kenapa?"

Kale mengedikkan bahunya, "Mana aku tahu. Besok kamu bisa menanyakannya langsung pada yang bersangkutan kalau kamu memang penasaran,"

Tania mengangguk-angguk mengerti, "Baiklah. Besok aku akan menemanimu seharian. Toh pekerjaanku juga masih bisa ditinggal kok. Aku hanya harus menunggu kedatangan Tim Legal dari Jakarta,"

"Okay, it's a deal then! Sudah, sekarang tidur. Kamu sudah terlalu lelah hari ini. Aku tidur di sofa ya, biar kamu bisa lebih nyenyak." Kale beranjak dari tempat tidur bermaksud meninggalkan Tania. Tapi ketika ia bangun dan membalikkan badan, Tania menahan pergelangan tangannya secara tiba-tiba membuatnya menoleh dengan pandangan heran kearah wanita itu kembali.

"Aku gak masalah tidur sama kamu seterusnya," tukasnya. Membuat Kale terbelalak dengan pernyataannya barusan. Entah memang Tania yang terlalu frontal atau salah menyusun kata-kata, yang pasti sekarang dengan mendengar kata-kata tersebut keluar dari bibir penuh wanita itu membuat Kale sulit untuk bersikap.

"Jangan bicara se-ambigu itu, Tania. Bagaimanapun aku ini juga seorang laki-laki," Kale mencoba memperingatkan wanita itu. Ia mulai menyadari rasa sayangnya pada Tania dan ia ingin menjaga hubungan mereka tetap baik, walaupun perasaannya yang harus dikorbankan. Sedangkan Tania, mendengar peringatan Kale barusan agaknya membuat ia canggung. Tapi, kehadiran Kale dan perilaku Kale akhir-akhir ini membuat Tania nyaman. Parahnya lagi, entah kenapa Tania selalu merasa tidak puas. Ada sesuatu yang ia inginkan yang lebih dari pada saat ini. Yang sejujurnya, masih belum ia pastikan benar atau tidaknya tetapi hasratnya begitu menggebu-gebu mendorongnya.

"Sudah. Sana tidur. Besok kita berangkat pagi ya," ucap Kale sembari mengusap ujung kepala Tania dengan lembut. Tania tertunduk dalam diamnya. Ketika Kale mulai beranjak pergi, entah setan apa yang merasukinya Tania malah menghambur memeluk Kale dari belakang. Membuat laki-laki itu menghentikan langkahnya karena terkejut.

Tidak ada yang memecah keheningan diantara mereka. Tania juga tetap tidak melepaskan kaitan tangan yang mengitari pinggang laki-laki itu, sedangkan Kale berpikir keras dan menimbang-nimbang tindakan apa yang seharusnya ia ambil.

Tidak, ia harus melepaskan diri.

"Princess?" Ada keraguan dari suara Kale. Kale harus menahan perasaannya. Tapi bagaimana?

Degupan jantungnya semakin lama semakin kencang. Sedangkan Tania masih juga tidak melepaskannya. Ia pun mencoba memutar tubuhnya, lalu menatap kedua bola mata wanita ini. Ada rasa malu yang tersirat disana. Tapi keberanian Tania mengalahkan segalanya. Kale seolah terhanyut oleh tatapan wanita mungil ini. Raut wajahnya, pipi meronanya, hidung kecilnya, bibirnya....

Bibirnya? Cukup membuat laki-laki itu menahan nafasnya untuk beberapa detik. Ia merasa sangat kurang ajar karena reaksi tubuhnya. Kale pun menunduk dan mendorong jauh tubuh Tania.

"Kale..." panggil wanita itu pelan. Suara seraknya mengapa semakin terdengar menggoda? Shit!

"Jangan mendekat, Nia" sekali lagi Kale mencoba memperingatkan, walaupun sekali lagi pula kalimat-kalimat itu tak digubris oleh Tania.  Ia malah melangkah mendekat kembali, meraih tangan dan mengelus lembut jemari-jemarinya dengan sayang.

"Aku mau mencoba buat jatuh cinta,"

"Sama kamu,"

*****

Shed Your Tears AwayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang