PART 20

3.8K 140 7
                                    


Setelah pertemuan itu, tak terasa kini hanya tinggal 1 minggu menuju Soul en Sky. Betapa ia merasa sangat bersyukur dan tidak mampu menuangkan kedalam kata-kata rasa terimakasihnya pada "suami" nya tersebut. Walau sebenar-benarnya masih ada rasa kecewa pada laki-laki itu karena secara terus menerus selalu bermurah hati menolongnya. Hal yang selalu ia hindari karena ia yakin di kemudian hari akan membuatnya terbiasa menyandarkan diri pada Kale, membuatnya terbiasa dengan kenyamanan...Yang sangat ia takuti.

Walaupun begitu, Tania hanya bisa pasrah. Ia tidak bisa mengelak dan mempertahankan pendiriannya tersebut. Bagaimanapun juga, masalah ini benar-benar membuatnya harus mengalah. Kalau tidak, terlalu banyak yang harus ia korbankan.

Saat ini, ia tengah dalam perjalanan menuju salah satu butik kesukaan Ibu mertuanya di bilangan Mayestik Jakarta selatan. Pagi-pagi tadi sebelum ia berangkat ke kantor, Casey tiba-tiba saja menelepon Tania dan mengatakan bahwa hari ini ia akan berkunjung ke Jakarta untuk shopping bersama salah satu temannya. Ia meminta Tania untuk menjemputnya di butik tersebut kemudian makan siang bersama.

"Hei, Mom," Sapa Tania setelah menemukan ibu mertuanya tersebut di antara kerumunan orang dan tumpukan pakaian yang ia yakin harganya cukup membuatnya tercengang.

Casey yang terpanggil langsung tersenyum senang lalu menghambur memeluk menantu kesayangannya tersebut. "Tunggu sebentar ya, Mom membayar baju-baju ini dulu kemudian kita bisa langsung pergi dari tempat ini," tukasnya seolah mengerti bahwa menantunya ini sangat membenci tempat-tempat ramai seperti tempat ini. Yang diajak bicara hanya mengangguk tersenyum sembari melihat mertuanya berlalu menuju meja kasir. Tak berapa lama, Casey kembali dengan beberapa plastik di tangannya. Membuat Tania cukup tercengang dengan banyaknya bungkusan tersebut.

"Kita makan di pinggiran jalan sini aja ya, disitu ada Sate Padang enak," ujar Casey kepada Tania yang sibuk merebut plastik-plastik itu dari genggamannya.

Inilah yang Tania suka dari keluarga Kale. Walau bisa dibilang mereka merupakan salah satu keluarga terpandang di Indonesia maupun di negara lainnya, anggota keluarganya tidak ada satupun yang manja dan pemilih. Mereka sangat sederhana. Walau dengan tentengan sebanyak itu, Casey  masih tetap mencintai kesederhanaan negeri yang mengalir di darahnya.

Setelah membicarakan banyak hal dan mengisi perut, entah bagaimana awalnya tiba-tiba saja mereka ada pada topik mengenai cerita masa lalu Kale. Cerita yang sangat membuat Tania penasaran.

"Lando itu, sahabatnya dulu. Mommy juga tidak pernah mengenalnya karena mommy saja baru mengenal Kale setelah ibu dan sahabatnya tersebut kembali kepelukan yang maha Agung," Nada bicara Casey terdengar sangat lembut dan penuh dengan kesedihan teramat dalam diantara bisingnya suara lalu lalang kendaraan di seberang sana.

"Aku tahu, Keira sempat menceritakan sedikit tentang itu. Aku bisa membayangkan sekilas rasa sakit yang Kale rasakan kala itu. Dan aku yakin tidak ada yang benar-benar mengerti tentang segala kepahitan masa kelam itu. Tapi, sejak Keira mengatakannya padaku aku sangat penasaran, Mom. Karena hingga saat ini Kale bertingkah laku dengan sangat tidak egois. Tidak manusiawi. Ingin sekali aku membantunya, Mom"

Casey tersenyum penuh haru dengan mata yang berkaca-kaca. Terimakasih tuhan bahwa ia tidak salah dengan keputusan ini. Keputusan menjodohkan Tania dengan anak laki-lakinya tersebut.

"Tania, apa kamu telah mencintainya?"

*****

Pertanyaan Casey saat makan siang tadi masih terus terngiang-ngiang, memutar layaknya lagu favorit yang ia hafalkan sepanjang malam. Membuatnya linglung seharian ini padahal ia seharusnya tengah bersibuk-sibuk ria dengan persiapannya untuk acara besok.

"Apa kamu telah mencintainya?"

Lihat! Kata-kata itu muncul lagi. Meneror Tania seperti seorang stalker! Seolah-olah ia salah karena tidak mampu menjawab pertanyaan tersebut di hadapan mertuanya. Dan kini pertanyaan itu berlanjut menghantuinya. Menagih jawaban yang jelas dan tulus dari hatinya.

Apa ia mencintai Kale? Kini ia yang bertanya pada dirinya sendiri. Ini membingungkan. Disatu sisi, ada sebuah perasaan yang hangat dan mulai membuncah di dalam sana. Namun kemudian disisi lainnya, ada amarah tertahankan yang memaksanya untuk mengingat prinsipnya. Ia tidak boleh dan tidak akan jatuh cinta.

****

Tepat pukul 8 malam, Kale yang baru saja pulang mendapati istrinya tengah melamun menatap kosong pada layar kaca yang tengah menampilkan beberapa komedian dengan latar belakang riuh tawa penonton di studio. Sepertinya itu tidak mengusik Tania. Sama seperti saat ini ketika ia datang. Ia yakin Tania juga tidak akan menyadari kedatangannya ini.

"Princess? Are you okay?" Sekali, dan Tania masih menerawang dengan lamunannya. Kale memanggilnya sekali lagi sembari menyentuh kulit mulus wanita tersebut.
"Princess?"

Kali ini Tania menoleh walaupun ketika mereka bertatap mata, Kale melihat sorot mata yang berbeda dari wanita tersebut.

"Hey, you're home," sapanya lirih. "Kamu baik-baik saja? Sakit?" tanya laki-laki berdarah campuran itu.

"Hm? Yea.. Yea, I'm fine" jawabnya dengan canggung. Kale yakin ada sesuatu yang terjadi. Tapi apa? Tentu saja ia tidak tahu. Tapi ia rasa, waktunya belun tepat untuk mencari tahu. Lebih baik ia membiarkan Tania dengan pikirannya terlebih dahulu.

Kale beranjak dari ruang keluarga menuju kamar. Ia membuka pakaiannya satu persatu dan menggantinya dengan pakaian yang lebih nyaman untuk digunakan saat tidur. Tak berapa lama setelah itu Tania masuk dan langsung merebahkan diri diatas kasur.

Kale mengikutinya dengan tidak lupa membawa beberapa laporan-laporan dari kantor yang masih ia harus tinjau kembali sebelum mengistirahatkan tubuh jangkungnya itu. Dengan penerangan dari lampu kecil di atas nakas samping tempat tidur, Kale membaca lembar demi lembar laporan tersebut.

"Kale..." panggil Tania setengah berbisik. Ia kira, Tania sudah tidur.

"Hm?" Jawabnya tanpa melepaskan pandangannya dari kertas-kertas dihadapannya.

"Apa yang akan kau lakukan jika tiba-tiba saja kau dipaksa untuk menjawab apakah kau mencintaiku?"

Pertanyaan Tania cukup membuyarkan segala konsentrasinya. Ia lantas menoleh kearah wanita yang tengah berbaring membelakanginya tersebut.

"Jawablah, Kale." pinta Tania lagi. Kale bukannya menjawab malah menerka-nerka tentang kejadian apa yang membuat Tania melontarkan pertanyaan itu.

Tidak mendengar respons dari laki-laki yang ia todongkan pertanyaan itu membuatnya membalik badan dan menatap bola mata favoritnya tersebut.

"hello? Are you there?" tanya wanita itu lagi sembari mengibas-ibaskan telapak tangannya di depan wajah Kale yang mematung.

"Ah sudahlah, rasanya percuma aku bertanya padamu" ucap wanita itu sebelum kemudian membalikkan badannya kembali dan bersiap untuk memejamkan mata.

"Aku mencintainya," jawab Kale sedetik kemudian yang hampir membuat Tania membalikkan tubuhnya kembali dan bersiap melontarkan pertanyaan-pertanyaan lainnya.

"tapi aku tidak pantas," kalimat itu seolah bom waktu yang menggelitik rasa aneh di dada Tania. Ini tidak benar. Bukan ini jawaban yang Tania inginkan. Tapi mengapa dadanya menghangat antara senang dan ingin menentang? Mengapa tiba-biba bibirnya mengembang dan merengut sepersekian detik kemudian?

"Tidurlah. Besok kita masih harus bekerja bukan? Good Night, Princess." ujar laki-laki itu lagi sembari meletakkan kacamata baca dan laporan-laporannya kemudian mencium sayang rambut ikal Tania.

Membuat yang dicium entah mengapa semakin tidak bisa tidur karena semakin banyaknya pertanyaan-pertanyaan yang tidak terjawabkan.

*****

Shed Your Tears AwayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang