Kale menutup pintu ruang kerja victor. Ia menghela nafasnya dalam. Perbincangan antara Kale dan Ayahnya ternyata benar-benar sesuai dengan dugaan laki-laki bermanik abu-abu kehijauan itu sebelumnya yang otomatis kini rasa sakit dihatinya menyerbunya kuat. Waktunya telah datang. Walau ingin sekali rasanya meneriakkan apa yang ingin ia katakan pada Ayahnya tersebut, tapi ia tidak memiliki hak untuk bertindak sejauh itu. Kale tahu diri. Dimana tempat ia berpijak saat ini dan semua proses yang sudah ia lewati, terjadi karena laki-laki tua itu. Dan inilah saatnya ia membalas budi, seberat apapun yang harus dia hadapi ia harus menyanggupi, menepati janji.
Dengan lesu, ia menyeret kakinya menuju ke kamar yang menyimpan sejuta cerita didalamnya, kamarnya sedari dulu hingga ia memutuskan untuk pergi dan memiliki tempat sendiri. Ia membuka pintu itu perlahan. Hanya kegelapan yang ditemuinya. Saat ia ingin menyalakan lampu, sebuah suara mengagetkannya.
"Kale?"
Bodoh. Ia lupa kalau Mommynya membawa Tania untuk tidur dikamarnya.
"Kau belum tidur, princess?" tanyanya.
"Aku tidak bisa tidur," ujar wanita itu seadanya. Keduanya kemudian hening. Seolah menyadari bahwa keadaan ini sangatlah canggung untuk mereka, Tania mencoba mencairkan suasana dengan membuka suara terlebih dahulu.
"Tolong nyalakan lampunya," pinta Tania. Sosok yang diajak bicara tanpa basa-basi segera melakukan permintaan istrinya tersebut. Cahaya yang tiba-tiba mengisi setiap sudut ruangan menusuk mata Tania membuat wanita berambut panjang tersebut meringis dan menetralkan pandangannya terlebih dahulu.
"Err... are you okay ?" tanya Kale ragu. Tania mengangguk.
"Apa yang kalian bicarakan hingga selarut ini, Kale?" ucap Tania membuka perbincangan.
Kale menggeleng perlahan dengan senyum kecut yang sangat terlihat dipaksakan, "bukan apa-apa,"
Mengerti, Tania hanya mengangguk canggung dan keduanya pun kembali hening cukup lama hingga tiba-tiba saja Kale menegapkan tubuhnya yang semula bersandar pada tembok seraya berkata, "Tidurlah, aku akan tidur di kamar tamu,"
Mendengar ucapan Kale sontak membuat Tania mendongak menatap manik lembut suaminya.
"Apa kamu tidak memikirkan bagaimana reaksi Mommy dan seisi rumah ini jika kau terlihat keluar dari kamar yang berbeda dariku esok pagi?" tanya Tania dengan alis yang terangkat sebelah.
"Well Mr. Kale, did you forget that we are a loving couple in front of them?" tambah Tania mengingatkan. Kale yang sudah berada di ambang pintu pun membalik tubuhnya kembali menatap wanita yang sedang berbicara padanya.
"Tapi seperti yang kau lihat, hanya ada satu kasur disini and I have no couch. Hanya ada satu sofa kecil untuk aku membaca buku. Apakah salah satu dari kita harus tidur di lantai atau tidur dengan posisi duduk?" Balas Kale dengan nafas beratnya.
"You're acting like a teenager. Mr. Kale, aku rasa umurmu dan umurku sudah terbilang lebih dari cukup untuk dikategorikan sebagai orang dewasa. I have no doubts to share this bed with you. We're only sleeping. Nothing more. Lagipula kita sudah punya kesepakatan untuk tidak saling menyentuh satu sama lain bukan?"
Kale tidak menjawab ucapan Tania. Sejujurnya, ia pun tahu resiko yang akan mereka hadapi jika Kale masih mempertahankan kekeraskepalaannya itu untuk tidur di kamar lain. Dan ia pun mengerti maksud Tania bahwa bagi orang dewasa seperti mereka, tidur di kasur yang sama dengan lawan jenis bukan berarti apa-apa tanpa perasaan dan nafsu yang berkelakar. Tapi, justru itu yang Kale takuti. Ia takut dengan dirinya sendiri. Apalagi mengingat perbincangannya dengan Victor sebelumnya yang membuatnya sangat hancur dan membutuhkan seseorang untuk melepaskan bebannya sejenak. Bukan, ia tidak butuh orang lain. Ia butuh Tania.

KAMU SEDANG MEMBACA
Shed Your Tears Away
Romance[BAHASA INDONESIA] [THIS STORY REALLY IS MY OWN CREATION AND IS PROTECTED BY LAWS! NO COPYCATS ALLOWED! RESPECT!] Bagi Tania, menikah itu munafik dan cinta hanyalah nafsu belaka. Jangan salahkan dirinya karena tidak mempercayai cinta dan meremehkan...