Tak terasa tiga bulan telah berlalu dengan sangat cepat. Tanpa Tania sadari, banyak hal yang telah berubah setelah tiga bulan yang panjang itu terutama hubungannya dengan Kale, calon suaminya. Sejak malam itu, mereka berdua hampir setiap hari menghabiskan waktu bersama walau sebagian besar waktu yang mereka habiskan adalah untuk mengurus pernikahan mereka berdua.
Tapi ternyata dalam waktu yang masih terbilang singkat untuk dapat saling mengenal baik, kini hubungan Kale dan Tania menjadi sangat dekat dan menghangat mengingat aura dingin yang selalu mengelilingi Kale pada saat awal mereka bertemu dulu.
Kale mulai sering tersenyum dan bahkan tidak sungkan untuk tertawa lepas dengannya. Tak jarang pula, laki-laki itu memperlakukan Tania dengan sangat lembut layaknya seorang Kakak yang sedari dulu selalu Tania damba-dambakan.
Ia merasa sangat nyaman dengan keberadaan Kale disisinya. Kale yang lembut, baik hati, dan selalu menjadi pendengar setianya bahkan ketika wanita itu bersikap layaknya wanita jalang yang menyebalkan. Walaupun bukan cinta yang ia rasakan sekarang, tapi ia rasa hubungan mereka sekarang sudah melebihi kata cukup dan mungkin, jika salah satu dari mereka jatuh cinta justru akan menghancurkan hubungan yang ada saat ini. Karena itulah keduanya hanya bisa bersyukur, tanpa meminta lebih.
Dan disinilah ia sekarang. Terduduk di meja riasnya sembari menghela nafasnya panjang-panjang berharap segala keraguan dihatinya meluruh meninggalkan tubuhnya. Hari yang selama 3 bulan kemarin selalu mengganggu tidurnya akhirnya datang. Memunculkan kembali bayang-bayang semu atas ketakutan dan kekhawatirannya yang kemudian menggetarkan tubuhnya.
Walaupun laki-laki yang nanti mengucapkan janji suci bersamanya di depan altar adalah sosok yang ia yakini baik hati, tetap saja hal tersebut tak lantas membuatnya ikhlas menerima pernikahan yang selalu dibencinya. Segelintir pertanyaan-pertanyaan berkecamuk di benaknya. Ingin sekali Tania melangkahkan kakinya untuk kabur dan meninggalkan semua ini dibalik punggungnya. Tapi tidak. Ia tidak bisa mendahulukan egonya. Ia adalah satu-satunya harapan Bunda dan adik-adiknya. Satu-satunya pelindung dari pria berhati beku di keluarganya.
Ia masih memperhatikan dirinya di kaca. Melihat wajahnya yang telah dipoles sedemikian rupawan oleh para penata rias dan juga tubuhnya yang telah dibaluti gaun pengantin berwarna putih tulang tanpa lengan dengan beberapa ornament dari kapas memenuhi pinggul hingga ujung kain yang menjuntai panjang menyapu lantai.
Seharusnya seulas senyum hadir di bibirnya, menyempurnakan penampilannya di hari spesial ini. Namun percuma saja semua. Tania tidak dapat menutupi rasa sedihnya. Hatinya tidak dapat mengikhlaskan kondisinya sekarang dan ia tidak mampu melangkah mundur. Ia harus memaksakan egonya, paling tidak selama dua tahun kedepan.
"Wow! You look stunning! So beautiful, sis!" puji Teesha pada kakak sulungnya dari ambang pintu ruang pengantin wanita tersebut.
Menyadari kehadiran orang lain diruangan ini membuat Tania menoleh ke arah sumber suara lalu tersenyum tipis saat ia mengetahui bahwa itu adalah adik bungsu tersayangnya.
Teesha menghambur masuk kedalam ruangan, lalu memeluk kakaknya tersebut.
"So, gimana Kak? Are you ready?" serunya ceria kemudian melepaskan pelukannya dari kakaknya tersebut. Tania hanya tersenyum miris dan memandangi adiknya yang kini tengah terkagum-kagum memuji gaun yang menempel pada tubuhnya.
Teesha menyadari sikap kakaknya yang menjadi lebih pendiam dari biasanya. Ia mendekatkan dirinya kembali dan memegang bahu wanita tersebut.
"Hey... What's wrong sis?" tanyanya lembut.
Rasanya Tania sudah tidak mampu lagi menahan tangisnya. Ia mendongakkan kepalanya agar air matanya tidak terurai jatuh merusak tatanan wajahnya sembari mengibaskan tangan berniat mengeringkan matanya yang mulai basah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Shed Your Tears Away
Romance[BAHASA INDONESIA] [THIS STORY REALLY IS MY OWN CREATION AND IS PROTECTED BY LAWS! NO COPYCATS ALLOWED! RESPECT!] Bagi Tania, menikah itu munafik dan cinta hanyalah nafsu belaka. Jangan salahkan dirinya karena tidak mempercayai cinta dan meremehkan...