Tidur Won Woo terganggu karena getaran ponselnya yang disimpan di atas nakas. Walaupun ia sudah bangun kedua matanya masih tertutup. Ia kemudian mengangkat panggilan itu tanpa melihat dulu layar ponselnya.
"Kenapa kau membawanya pulang? Dia masih butuh perawatan." Orang di seberang langsung menyerbu begitu panggilan tersambung.
Won Woo kenal suara itu. Kedua matanya yang setengah terbuka segera memastikan sesuatu. Ia melihat jam digital yang menampilkan angka lima diikuti angka nol dan tujuh serta huruf PM di belakangnya.
"Aku bisa merawatnya sendiri, Hyung." Won Woo berbicara sambil berbisik karena tidak ingin membangunkan sosok yang masih tertidur di sampingnya.
"Jeon Won Woo, apa yang kau rencanakan kali ini?"
Ujung bibir Won Woo refleks tertarik karena tuduhan itu. "Menurutmu?" tanyanya menantang.
Won Woo menegakkan tubuhnya lalu berdiri dan berjalan menjauh dari ranjang tidur. Ia memilih menyandarkan tubuh ke bingkai jendela dan mengarahkan pandangannya ke luar. Tepatnya menatap lapisan berwarna kuning kemerahan di langit.
"Jangan bertindak macam-macam, apalagi menyakitinya! Ingat bagaimana menderitanya kau saat hampir kehilangannya!"
"Kau pikir aku akan melakukan apa?" Nada bicara Won Woo meninggi. Ia lalu mendengar suara helaan napas di seberang sana.
"Aku hanya khawatir kau akan melakukan kesalahan yang sama." Won Woo menyeringai, tapi mulai bersikap santai. Kemudian tangannya terulur memainkan hiasan penangkap mimpi yang terpasang di jendela kamar itu.
"Tidak akan, Hyung. Aku sudah bilang padamu kalau aku sangat menyesalinya."
"Kuharap kau tidak hanya sekedar mengatakannya saja."
"Kau bisa pegang janjiku, Hyung." Won Woo meyakinkan. "Sekarang bisa kumatikan sambungannya?" tanyanya kemudian.
"Oh, ya sudah."
Sambungan antara dua orang itu kemudian terputus dan menandakan bahwa percakapan mereka telah berakhir.
Pandangan Won Woo beralih ke arah tempat tidur. Ia memperhatikan sosok yang masih terbaring di sana. Ia terus menatap sosok itu lekat-lekat kemudian tersenyum setelah merencanakan sesuatu.
***
Min Hee bangun lalu membuka mata dan mendapati dirinya sudah berada di ruangan berbeda. Sesekali ia mengerjap sebelum akhirnya mulai mengedarkan pandangan ke sekelilingnya.
Penjelajahan berlangsung singkat. Tangan Min Hee menekan ke arah dada lantaran bagian itu terasa menyesakkan. Ia tiba-tiba saja kesulitan bernapas begitu menyadari ruangan itu minim ventilasi dan hanya didominasi dinding berlatar putih.
Kemudian ia melihat satu-satunya papan kayu di salah satu sisi ruangan yang diyakininya sebagai jalan keluar dari tempat itu. Tanpa pikir panjang ia langsung merangkak ke sana. Tangannya langsung menggapai pegangan pintu untuk membukanya, tetapi ia gagal. Ia tidak berhasil keluar dari tempat pengap itu karena pintunya terkunci.
Ia memukul-mukul pintu kayu dengan tangannya yang lemah sambil berharap seseorang di luar sana membukakan pintu itu. Sayangnya, sisa-sisa tenaganya malah berakhir sia-sia. Sepertinya ia tak dapat bertahan lebih lama lagi. Ia pasrah terkurung di tempat itu dan memilih menutup kelopak matanya yang terasa semakin berat.
Tepat pada saat itu seseorang datang menghampiri Min Hee. Entah sebagai malaikat yang datang untuk menyelamatkan atau mencabut nyawanya. Ia sudah hampir kehilangan kesadaran.
Tubuh lemah Min Hee tiba-tiba terangkat. Ia kembali berdiri berkat bantuan seseorang. Siapapun orang itu, ia menganggapnya sebagai malaikat pelindung.
"Coba ambil napas pelan-pelan!" Min Hee mengikuti suara yang didengarnya. Ia berusaha agar tidak panik.
Perlahan, napas Min Hee berangsur normal. Gengaman orang itu pada tangannya berhasil mengikis rasa panik yang tadi sempat melandanya. Setelah orang itu membantunya berdiri dan menopang tubuh lemahnya, ia diajak duduk di atas tempat tidur yang terletak di salah satu sudut ruangan.
Min Hee menatap lekat orang itu, tetapi ia tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas. Siapa? Kata tanya itu langsung mendominasi pikirannya.
"Seharusnya kau tidak kembali ke tempat ini," bisik orang itu sambil menyerahkan setangkai bunga untuknya.
Min Hee mematung dengan kedua tangannya yang memegang bunga berkelopak hitam. Selama beberapa detik ia terus mengamati bunga itu. Lalu, ia mengusap wajahnya yang terasa basah. Ia baru menyadari bahwa dirinya habis menangis.
Ia bingung kenapa tiba-tiba menangis hanya karena melihat bunga itu. Selain karena sedih warna hitamnya juga memberi kesan gelap dan membuatnya takut. Ia kemudian beralih menatap orang itu kembali. Manik matanya memancarkan rasa ingin tahu mengenai maksud pemberian yang didapatkannya.
"Jangan lupa, dia yang membuatmu menderita!"
Dia?
"Aku akan menyelamatkanmu, Min Hee," lanjut sosok yang masih misterius itu.
***
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Doppelganger 《Jeon Won Woo》
Fanfiction"...Sekarang kau pilih, dia atau kau yang mati?" ㅡdoppelganger: ghost of a living personㅡ ©deffcth, July 2018