Tanda-tanda kesadaran ditunjukkan Min Hee seiring efek obat di dalam tubuhnya mulai habis dan sinyal saraf yang sengaja dimatikan aktif kembali. Gerakan kecil dibuat oleh jari-jarinya, terus merambat hingga kedua bola mata yang masih tersembunyi juga ikut melakukan pergerakan. Secara perlahan ia mencoba menciptakan celah di antara kedua matanya yang tertutup rapat, dan segera setelah kelopaknya berhasil terbuka penampakan seorang wanita menyapa pandangannya.
"Kau baik-baik saja?" Kini giliran suara lembut wanita itu yang menyapa.
Raut kebingungan langsung menyertai wajah pucat Min Hee. Seharusnya bukan Lucy yang dilihatnya, jadi karena itulah kedua matanya berkeliling untuk mencari sosok lain.
Nihil, pandangannya itu kosong. Ia tidak berhasil menemukan sosok yang dicarinya. Ia tidak melihat siapapun selain wanita itu. Kemudian ia memaksa tubuh lemahnya agar berdiri tegak karena ingin mencoba mencari lagi.
"Mau ke mana?" Tentu saja Lucy yang sedari tadi setia menemaninya saat tak sadarkan diri langsung mencegah niatnya. "Diamlah, kau istirahat saja!"
Sayangnya Min Hee sedang tidak ingin mendengarkan apalagi jika ia dituntut harus menurut, padahal jelas-jelas ia tahu itu untuk kebaikannya sendiri. Kebetulan kakinya juga sudah diturunkan dan ia tinggal mengajak tubuhnya yang masih bertautan dengan ranjang tidur agar mengikuti tuntunan langkahnya.
"Min Hee, tubuhmu masih lemah."
Baru saja Lucy memberi peringatan, Min Hee ambruk karena kaki lemahnya tak sanggup menopang beban tubuhnya. Salahkan keputusannya sendiri karena memilih mengabaikan sisa-sisa cairan anestesi yang masih bertahan di dalam tubuhnya. Nyatanya ia begitu rapuh dan seolah-olah tenaganya terkuras habis. Belum lagi ia merasa sedikit mual dan kepalanya terasa berat.
Tidak tinggal diam Lucy langsung menghampiri Min Hee dan mencoba membantu. Tapi lagi-lagi niat baik itu ditolak Min Hee. Untung hati malaikat si perawat masih sabar menghadapi Min Hee yang entah kenapa jadi keras kepala.
Kali ini Lucy sedikit menjauhkan diri, menyaksikan Min Hee yang bersusah payah mengangkat tubuh lemah itu. Walaupun begitu ia tetap berusaha menjaga sambil mengawasi karena bagaimanapun ia bertanggung jawab jika terjadi sesuatu pada Min Hee. Ia masih ingat kata-kata bernada ancaman yang masuk ke dalam telinganya.
Saat itu Min Hee yang terjatuh mencoba menggapai laci tua di depannya. Niatnya laci tua itu akan dijadikan sebagai tumpuan. Tapi lain halnya dengan apa yang direncanakan, hal yang mudah itu justru terasa sulit. Sepertinya butuh usaha lagi untuk meneruskan apa yang sudah direncanakan. Min Hee harus menggeser tubuhnya dulu karena sedari tadi tangannya hanya menggapai udara.
Sekali lagi Min Hee berusaha mendekati laci tua dengan sisa tenaga yang dimilikinya, dan itu adalah usaha terakhir yang bisa dilakukan. Jangankan bergerak lebih jauh mengangkat tangan saja sudah membuatnya mengeluarkan cairan asin di sekitaran pelipis.
Min Hee hampir menangis karena ujung jarinya saja yang berhasil menyentuh benda kayu itu. Ia tidak benar-benar menggapai lacinya, dan pada akhirnya usaha yang dilakukannya itu malah membuatnya sesak. Tangan Min Hee lalu beralih memegang dada begitu rasa sakit muncul di sana. Rasa sakit itu terus meningkat sebanyak ia tidak bisa mengendalikan emosi.
"Won Woo." Air mata Min Hee tumpah bertepatan dengan suaranya yang menggumamkan nama tujuannya. Ia semakin panik karena harus menemui Won Woo sesegera mungkin. Sementara itu keadaan menuntutnya untuk menyerah, bahkan ia sama sekali tidak diberi pilihan selain itu. Apa yang terjadi padanya jelas-jelas sebuah paksaan karena ia tidak pernah menginginkan untuk berhenti dan menyerah.
Ia meremas gaun piyama yang melekat di tubuhnya, sengaja melampiaskan kekesalan lewat kepalan tangan. Amarahnya sudah berkumpul di sana, tapi sayangnya hanya untuk diredam dan disambut tangisan lagi. Jika dihitung entah berapa kali Min Hee meneteskan air mata, ia sendiri sudah lelah terus menangis.
Emosi yang menguasainya menjadi kelemahannya. Ia tidak boleh panik. Ia tahu itu. Tapi tidak ada yang mau mendengarkan pikirannya. Tidak tubuhnya, tidak juga hatinya.
Mata Min Hee yang saat itu terhalang genangan air mata tiba-tiba menemukan sebuah uluran tangan. Berikutnya ia mulai menelusuri tangan di depannya dan berujung menemukan wajah tenang yang dipenuhi senyuman.
"Ayo, kuantarkan kau padanya!"
Min Hee bergeming tidak langsung menyambut uluran tangan itu dengan alasan keraguan yang menahan dirinya. Namun di sisi lain ia tengah mempertimbangkan bantuan yang sedang ditawarkan padanya.
"Baiklah, kau tunggu saja di sini. Biar kupanggilkan dia." Lucy mencoba mengambil tindakan sendiri lantaran Min Hee terus mengabaikannya, walau sebenarnya kali ini Min Hee tidak sepenuhnya mengabaikan melainkan masih mencari keputusan.
"Tunggu!" Min Hee menggagalkan Lucy yang bermaksud meninggalkannya. "Bantu aku!" lirihnya terdengar sedikit memilukanㅡmengundang Lucy kembali menghampiri untuk memenuhi permintaannya. Keinginan menemui Won Woo yang mendominasi telah mendorongnya untuk beralih meminta bantuan dan berhenti bertingkah seakan-akan mampu melakukannya sendiri. Katakan saja pemikiran itu telat datang atau intinya Min Hee baru menyadarinya.
Dua wanita itu kemudian bertautan tangan dan berjalan dengan langkah beriringan menuju ruangan di sebelah kamar Min Hee. Tentu saja Lucy menuntun Min Hee dengan baik, tidak terlalu terburu-buru dan memudahkan Min Hee yang saat itu kesulitan berjalan.
Napas Min Hee memburu, di setiap langkahnya pasti diselangi helaan berat. Kesanggupannya berjalan terus menipis, seolah ada sesuatu yang terpasang di kedua kakinyaㅡmemberatkan dan menariknya ke bawah. Jika saja Lucy melepaskannya sudah dapat dipastikan tubuh lemah itu kembali merosot jatuh. Beruntung Lucy terus menuntunnya dan berhasil mengatarkan sampai ke depan pintu ruangan yang dituju.
Keyakinannya memberitahu Won Woo ada di dalam ruangan itu. Sebentar lagi mereka bertemu. Ia hanya tinggal membuka pintu yang menghalangi pandangannya.
Begitu pintu terbuka, seperti dugaan Won Woo ada di sana. Penampilannya sedikit berantakan, berbanding terbalik dengan penampilan tadi pagi.
Sekarang apa yang diinginkan Min Hee tepat di depan mata. Dengan langkahnya yang tidak stabil ia berusaha mendekat dan langsung menghambur memeluk Won Woo. Ia tahu perlakuannya pasti mengejutkan yang sedang dipeluknya itu, mengingat penolakan yang dilakukan sebelumnya.
***
TBC
Halo! 🤗
Salah sih ini harusnya nyapa tuh di atas ya wkwk
Iya tahu, aku updatenya lama. Sampe takut ini mau nyapa juga, berasa jadi buronan 😭😭😭 kayak berhutang sesuatu gitu rasanya. Maafin ya aku gantung selama ini.
Ya sudahlah mau bilang gitu aja. Alasannya gak perlu dipampang di sini sepertinya. Karena kalian juga pasti tahu kehidupan real tidak sesederhana dan sejelas alur cerita fiksi kita 😅
Yosh~ selamat malam yorobun^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Doppelganger 《Jeon Won Woo》
Fanfiction"...Sekarang kau pilih, dia atau kau yang mati?" ㅡdoppelganger: ghost of a living personㅡ ©deffcth, July 2018