24. Gloomy

1.4K 123 21
                                    

Saat ini hati kecil Min Hee sedang menyimpan keraguan, dan ia benci perasaan itu. Ia pikir telah mengenal Won Woo. Namun kebenarannya lebih banyak hal yang tidak bisa dilihat dari laki-laki itu.

Sementara ia tidak bisa mempercayai kembaran hantunya. Keraguannya hanya dapat diselesaikan dengan ingatannya sendiri. Tapi... Apa yang salah? Kenapa masih belum bisa juga mengingat masa lalu? Ia mempertanyakan ingatannya. Atau mungkin sebenarnya ia tidak pernah diijinkan mendapatkan kembali ingatannya. Jadi sekeras apapun ia mencoba, ia tidak akan pernah berhasil.

Min Hee mengamati Won Woo yang sibuk mengepak barang miliknya. Tiba-tiba saja perasaan sedih singgah dan bersemayam dalam dirinya.

Terlanjur. Ia sudah membuat keputusan. Pada akhirnya kematian itu akan terjadi. Hanya saja terlalu cepat baginya. Ia masih belum siap. Tepatnya ia tidak tahu bagaimana caranya mengucapkan selamat tinggal pada Won Woo. Bagaimana pun perpisahan hanya menyisakan kekosongan.

"Ayo!" ajak Won Woo yang sudah meneteng tas besar. Tapi yang diajak masih bergeming di tempat. Min Hee terlalu disibukkan dengan perasaanya sampai-sampai melewatkan ajakan Won Woo yang jelas mencapai pendengarannya.

Won Woo sudah ada di hadapannya sekarang, dan Min Hee hanya memberikan tatapan sendu. "Ada apa?" tanya Won Woo mulai mengkhawatirkan Min Hee lagi.

Min Hee menggeleng, menyulitkan Won Woo untuk memahami keadaannya. Berkali-kali sikapnya memang seperti ini, menahan perasaannya agar tidak transparan. Tapi ia tidak ahli dalam hal itu. Mulutnya tak bisa dicegah hingga ia lepas membukanya untuk mengatakan kekhawatiran yang sedari tadi diredam. "Won, bagaimana jika aku pergi?"

Won Woo menurunkan tubuh dan berlutut di depan Min Hee. Ia lalu meraih kedua tangan Min Hee untuk digenggamnya. "Iya kita pergi sekarang. Aku sudah bicara dengan Joshua. Kau akan melanjutkan perawatan di rumah seperti sebelumnya. Mungkin dua atau tiga kali seminggu Joshua akan datang untuk mengecek kondisimu langsung." Won Woo berbicara dengan lembut selaras dengan tindakannya. Ia tampak begitu hati-hati seolah Min Hee adalah benda rapuh yang mudah hancur.

Masalahnya bukan itu yang dimaksud Min Hee. Keduanya memaknai kata pergi dengan arti yang berbeda. Sebagai respons Min Hee memperlihatkan senyumnya walaupun sebenarnya yang dilakukannya itu dipaksakan. Ia berusaha menghargai perhatian Won Woo.

"Ayo! Tadi kau bilang rindu rumah." Won Woo mengajak Min Hee lagi.

Di sepanjang perjalanan Min Hee hanya memandangi langit malam yang ditinggalkan bulan, bahkan satu pun bintang tidak ada yang tampak di atas sana. Pasti sangat kesepian, pikirnya merasa langit malam ini juga menyedihkan seperti mewakili perasaannya.

Sebuah sentuhan tiba-tiba mengejutkan Min Hee di tengah lamunannya. Ada tangan lain yang mengajak bertautan dengan tangannya. Ia kemudian menoleh dan mendapati Won Woo yang sedang mengemudi dengan sebelah tangan.

"Won Woo."

"Hm?" Won Woo menyahut panggilan Min Hee tapi tetap fokus pada jalanan di depannya.

"Tanganmu..."

"Kenapa? Tidak nyaman berpegangan seperti ini?"

"Aku tidak mau kita mati muda ya."

Won Woo tertawa. "Oke, oke. Aku mengerti." Ia lalu melepaskan tautan yang baru terjalin beberapa detik dan hanya fokus mengemudikan mobilnya, yang artinya membiarkan Min Hee menikmati sisa perjalanan dalam diam.

Min Hee memilih mengalihkan pandangan ke kaca pintu mobil. Dari situ ia melihat pohon-pohon di sisi jalan seolah bergerak cepat melewatinya. Pikirannya kemudian kembali tidak bersamanya. Saat diam tanpa melakukan apapun ia memang cenderung tidak bisa menahan diri mengosongkan pikirannya.

Doppelganger 《Jeon Won Woo》Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang