Joshua menatap rekan sekaligus sahabatnya miris. Bagaimana tidak karena keadaan sahabatnya itu sangat mengkhawatirkan. Badan yang kurus semakin kurus saja. Belum lagi ditambah wajah pucat dan lingkaran hitam di bawah mata yang memperburuk penampilan.
Akhirnya Joshua yang sedari tadi hanya melihat dari kaca pintu langsung memasuki ruangan di mana sahabatnya itu berada. Ia kemudian kembali menutup pintu dari dalam dan mencoba menghampiri sosok yang sedang duduk di kursi dekat ranjang.
Suara sepatu yang ditimbulkan dari setiap langkahnya memecah keheningan ruang yang baru saja dimasukinya. Kemudian suara itu tiba-tiba menghilang mengikuti langkah kakinya yang berhenti.
"Won Woo?" Saat itu Joshua lalu menepuk pundak sosok yang dituju hingga ia mendapatkan perhatian tepat setelah orang itu menoleh dan sadar akan kedatangannya.
"Eoh, Hyung!" seru Won Woo menampilkan raut wajah kantuknya. Mungkin ia akan jatuh ketiduran jika Joshua tidak datang. "Kapan kau kembali?" Won Woo menanyakan kepulangan Joshua dari tugas di luar kota.
"Belum lama." Joshua kemudian mengangkat tangan kirinya dan sedikit menyingkap lengan kemeja hingga menampilkan jam yang melingkar pada pergelangan tangannya. "Sekitar lima belas menit yang lalu," tuturnya.
"Berapa hari kau tidak pulang?" Pandangan mata Joshua kini menyelisik penampilan Won Woo.
Won Woo termenung. "Dua atau tiga hari mungkin," jawabnya tidak pasti.
Joshua lantas mengangguk-nganggukan kepalanya sebagai respons. Selang beberapa detik kemudian mulutnya kembali terbuka, "Bagaimana keadaannya sekarang? Ada perkembangan?" Ia beralih menanyakan kondisi gadis yang terbaring lemah di hadapannya.
Hening. Tidak ada respons dari Won Woo. Tapi Joshua berhasil menemukan jawaban atas pertanyaannya dari sorotan mata Won Woo yang terlihat sendu.
"Won Woo-ya, menurutku... sebaiknya kau lepaskan dia." Joshua menyarankan Won Woo untuk melepas sistem penyokong kehidupan gadis itu. Pada umumnya koma tidak lebih dari empat minggu, tetapi kondisi gadis itu sudah bergeser menjadi persistent vegetative state (PVS). Menurutnya pasien dengan kondisi PVS bisa dinyatakan meninggal.
Won Woo menatap Joshua tajam. Lelaki itu berdiri dan berhadapan dengan lawan bicaranya. "Maksudmu membiarkan Min Hee mati?" tanya Won Woo marah. "Tidak, Hyung," tolaknya kemudian.
"Won Woo-ya..." Joshua berbicara dengan hati-hati, "kondisinya bahkan sudah permanen." Joshua mengungkap salah satu alasan mengapa ia menyarankan Won Woo untuk melepaskan Min Hee. Sudah lebih dari setahun gadis itu terus terbaring di atas ranjang rumah sakit dan tidak jelas antara hidup dan mati.
"Kau kan tahu jumlah kasus pasien PVS yang sembuh kembali tergolong kecil," lanjut Joshua menerangkan.
Won Woo menghela napas beratnya. Ia tahu, dan sangat tahu fakta yang disebutkan Joshua. Tetapi ia berpikir Min Hee masih memiliki kesempatan.
"Hyung, kau pernah mendengar pasien dengan kondisi PVS selamat setelah melewati waktu tiga puluh tujuh tahun?" tanya Won Woo. "Jadi kupikir masih ada harapan untuknya." Pandangan lelaki itu mengarah pada gadis yang masih terjebak dalam tidur panjangnya.
"Kau gila membiarkannya bertahan selama itu?" Joshua tidak percaya mendengar ucapan Won Woo tadi.
"Aku mencintainya." Won Woo terus menatap Min Hee, dan pandangannya itu semakin sendu.
Joshua tersenyum miris mendengar pengakuan Won Woo. "Kau hanya terobsesi padanya. Jika kau mencintainya kau tidak mungkin setega ini membiarkannya menderita." Kata-kata yang diucapkan Joshua bagaikan percikan api yang memancing amarah lawan bicaranya. Saat itu juga Won Woo langsung menyerangnya.
"Kau tahu apa, Hong Ji Soo?" Won Woo menatap Joshua sengit dengan sorotan mata tajamnya yang menantang. Tangannya mencengkram kerah baju Joshua dan mengepal kuat karena menahan diri untuk tidak memukul sahabatnya sendiri. Lelaki itu benar-benar marah, bahkan tadi saat menyebut nama asli Joshua ia berani meninggikan suaranya.
Perdebatan semakin memanas. Dua manusia bergelar dokter itu sama-sama keras kepala dengan pendapat masing-masing. Keduanya memiliki otak yang terbilang pintar tetapi hasil kinerjanya saling berbenturan.
"Won Woo-ya, terima saja kenyataannya dan cobalah untuk merelakan dia pergi!"
"Tidak, Hyung. Dia tidak akan pergi." Won Woo masih bersikeras dengan pendiriannya. "Min Hee... aku tidak akan pernah merelakannya pergi." Suara Won Woo sedikit bergetar. Perlahan ia melepaskan cengkraman dan sorotan mata tajamnya dari Joshua. Kepalanya kini menunduk menghindari orang yang sudah membuatnya marah. "Kau pergi saja, Hyung!" usirnya dingin.
Joshua menyeringai. Tanpa membuang waktu ia pergi meninggalkan ruangan itu, karena api memang tidak bisa dipadamkan dengan api lagi.
Won Woo mengacak kasar rambutnya saat mengingat perdebatannya dengan Joshua. Bagaimana pun kata-kata yang diucapkan Joshua sempat menampar kesadarannya. Akalnya bisa mengikuti maksud dari sahabatnya itu, tetapi hatinya masih belum bisa merelakan Min Hee. Ia tidak bisa menerimanya. Ia tidak bisa, benar-benar tidak bisa melepaskan Min Hee pergi dari kehidupannya.
Won Woo kembali mendudukkan diri di kursi dan menariknya agar lebih dekat ke tepi ranjang. Tubuh lemasnya yang kurang istirahat semakin terasa lemas, terlebih sisa tenaganya digunakan untuk melampiaskan emosi. Won Woo kembali menatap Min Hee. Dalam pandangannya gadis itu berbaring dengan keadaan mata tertutup selayaknya orang tertidur. Tapi ia tahu yang terjadi pada Min Hee bukan benar-benar sedang tidur.
Tangannya lalu menggenggam tangan Min Hee. Sesekali ia mengusap punggung tangan gadis itu lembut untuk menyalurkan kehangatan. Bibirnya memberi kecupan, berharap Min Hee akan bangun.
"Aku mohon bertahanlah!" Won Woo kembali memohon untuk yang kesekian kalinya pada gadis itu. "Aku yakin masih ada harapan untukmu."
Won Woo berusaha meyakinkan diri tetapi selanjutnya tubuh lelaki itu bergetar. Ia semakin mengeratkan genggamannya kuat-kuat karena takut tidak bisa mengenggam tangan itu lagi. Pemikiran buruk tiba-tiba saja menjejali kepalanya di tengah ia meyakinkan diri kalau Min Hee akan bertahan untuknya.
"Aku tidak mau kehilanganmu, Min Hee." Suara Won Woo terdengar semakin lemah diikuti air mata yang menetes dari pelupuk matanya. Ketegarannya selama dua tahun sepertinya mulai runtuh.
***
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Doppelganger 《Jeon Won Woo》
Fanfiction"...Sekarang kau pilih, dia atau kau yang mati?" ㅡdoppelganger: ghost of a living personㅡ ©deffcth, July 2018