Won Woo kehilangan akal membujuk Min Hee. Ia tidak tahu Min Hee akan semarah ini di pagi hari yang cerah. Memang salahnya sendiri sudah membuat suasana hati Min Hee mendung lantaran ia baru memberi tahu perihal tugas ke luar kota. Mendadak, sekitar satu jam sebelum keberangkatan. Istri mana yang tidak marah saat akan ditinggalkan begitu saja.
"Ayolah, hanya satu minggu." Won Woo masih berusaha membujuk Min Hee yang amarahnya tak kunjung mereda.
"Satu minggu itu tujuh hari, Won Woo. Kau tidak memikirkanku yang akan menunggumu selama itu? Satu hari saja saat kau pulang terlambat aku mencemaskanmu." Emosi Min Hee meluap dan menuntut si pendengar untuk menampungnya.
"Kau..." Napas Min Hee memburu, "tidak akan tahu karena tidak mengalami posisiku."
Won Woo tertegun dengan perasaan yang bercampur. Ia senang, dan ia sedih. Tapi ada yang salah dengan ucapan terakhir Min Hee yang didengarnya. Min Hee tidak tahu betapa panjang perjuangannya melewati waktu dan bagaimana ia yang hampir putus asa menunggu untuk bertemu kembali dengan Min Hee. Min Hee yang ada di depannya sekarang. Min Hee yang sedang memarahinya. Min Hee yang selalu terlihat cantik di matanya. Min Hee yang manja. Min Hee yang sering menangis. Min Hee yang terus menyita kekhawatirannya. Min Hee yang menjadi segala-galanya dalam hidupnya.
Garis bibir Won Woo tersenyum. Ia merasa bersyukur sekarang Min Hee telah kembali. Dua tahun kelamnya itu mungkin tidak akan pernah bisa dibayangkan Min Hee.
"Kau tersenyum?" Min Hee kembali protes. Ia tidak tahu saja alasan kenapa Won Woo melakukannya. "Kau jahat sekali, Won Woo."
Alarm Won Woo berbunyi tepat setelah melihat mata Min Hee berkaca-kaca. Oh, Tidak. Perasaan senangnya ternyata lebih mendominasi hingga ia tidak sadar menunjukkannya pada Min Hee. Masalah besar sekarang harus cepat ia atasi karena cairan bening yang muncul dari kelopak Min Hee sudah ada yang jatuh. Min Hee membuatnya terlihat seperti penjahat dengan kejahatan yang sebenarnya tidak ia lakukan.
Won Woo mendekat pada Min Hee. "Min Hee-ya..." Ia kebingungan, "kumohon jangan menangis!"
"Setidaknya kau memberitahuku dari kemarin. Tapi kau tidak bilang apa-apa." Min Hee menangis lagi tersedu.
Untuk yang satu ini benar kesalahan Won Woo. Ia lantas memilih diam dan berhenti membujuk. Ia hanya mendekap Min Hee dan meminjamkan bahu serta lengannya untuk dijadikan pelampiasan kekesalan terhadapnya. Kemeja yang melekat di tubuhnya juga harus rela dibasahi air mata Min Hee. Semoga saja setelah meluapkan semuanya Min Hee merasa lebih baik.
Won Woo bingung sekarang. Ia ingin membatalkan keberangkatannya tapi tidak bisa. Masalahnya bukan sebatas uang yang dikejar dari pekerjaannya itu. Ia lalu melihat koper miliknya yang belum selesai dibereskan. Pelan-pelan ia menarik napas berat seberat perasaannya meninggalkan Min Hee. Tapi ia tetap akan pergi. Jadi tangisan Min Hee akan berakhir sia-sia karena tidak akan menghentikan keberangkatannya.
Sementara, waktu yang tersisa semakin menipis terkikis detik yang terus berjalan. Bodohnya Min Hee terlalu lamban untuk menyadari itu. Air mata Min Hee baru surut setelah acara menangisnya berhenti di detik-detik terakhir. Ada sedikit penyesalan karena sisa waktu itu sudah dihabiskan oleh emosinya sendiri. Tapi setidaknya ia sudah merasa lebih baik sekarang, sebagaimana diharapkan Won Woo.
Min Hee menarik tubuhnya sebelum dekapan Won Woo semakin sulit untuk dilepaskan. "Pergilah!"
"Kau tidak apa-apa?" Won Woo tidak menyangka Min Hee merelakannya pergi.
"Menurutmu aku baik-baik saja?"
Won Woo memperhatikan Min Hee yang tidak mau melihat ke arahnya. Ia tahu Min Hee masih kecewa.
"Satu minggu saja, aku janji! Dan jika aku berhasil meminta izin aku akan pulang lebih cepat." Won Woo mencoba membujuk Min Hee lagi.
"Janji?"
Hampir saja Won Woo tidak bisa menahan senyumnya lagi. Terlalu gemas saat melihat Min Hee menyodorkan jari kelingking. Manis sekali si pemarah di hadapanya ini. Sekilas ia melihat Min Hee versi masa kecil yang juga sering merajuk.
Tidak ingin mengulang kesalahan ia segera merespons dengan menautkan jari kelingking miliknya. "Tentu saja." Ia meyakinkan Min Hee mengenai kepulangan yang dijanjikannya. "Kau sudah janji ya." Min Hee memberinya peringatan.
"Iya." Won Woo tersenyum tanpa bisa ditahan lagi, bahkan tangannya sengaja membuat kekacauan pada tatanan rambut Min Hee. "Jangan khawatir! Aku akan sering menghubungimu di sela waktu pekerjaanku." Ia menambahkan dan memastikan tidak akan membuat Min Hee cemas.
"Kau sudah berjanji juga untuk itu." Min Hee sebenarnya tidak ingin banyak berharap karena ia tahu di sana Won Woo pasti sibuk. Tapi yang barusan itu Won Woo sendiri yang berjanji. Ia hanya tinggal menunggu Won Woo yang membuktikan.
Wajah Won Woo tiba-tiba mendekat ke arahnya dan mendaratkan kecupan di bibir. "Aku sudah menyegel perjanjian kita." Spontan Min Hee yang tidak siap menerima itu memukul Won Woo dengan kepalan tangannya. "Kau ini!" Ia kesal lagi karena Won Woo mencuri ciuman darinya. Bedanya yang satu ini tidak benar-benar membuatnya kesal.
Won Woo tertawa. Ia tidak masalah dengan kepalan tangan kecil yang didapatkannya. Lagi pula lebih banyak keuntungan sebagai gantinya. Ia sudah bisa melihat wajah cerah Min Hee kembali dengan bonus riasan rona merah alami karena menahan malu tentunya. Akhirnya, masalah membujuk istrinya itu selesai juga. Sekarang ia bisa fokus dengan pekerjaannya nanti.
Won Woo kemudian mengecek jam yang dari tadi melingkar di pergelangan tangan kirinya. Kacau. Masalah baru malah menghampiri. Ia sudah terlambat dari jadwal yang ditentukan.
"Ayo ke depan! Tadi Joshua menghubungi sedang dalam perjalanan ke sini. Mungkin dia sudah sampai."
"Kau pergi dengan Ji Soo Oppa?"
"Tidak, aku pergi sendiri. Dia datang karena jadwal konsultasimu. Kau lupa?"
"Ah, iya."
"Tapi Min Hee," Won Woo hampir melupakan sesuatu, "sebelumnya bisa kau bantu dulu aku membereskan itu?" Won Woo menunjuk ke arah kopernya. Ia harus mengejar waktu sekarang.
***
Won Woo sudah selesai dengan persiapannya. Barang bawaan termasuk koper juga sudah dimasukkan ke bagasi. Sebelum pergi ia menyempatkan dulu berpamitan dengan Joshua serta Lucy, dan sekarang giliran dengan Min Hee.
Ia dibuat bimbang lagi gara-gara melihat pandangan Min Hee. Padahal hanya seminggu dan mereka sudah pernah berpisah lebih lama dari itu. Jadi seharusnya ia bisa meninggalkan Min Hee untuk jangka waktu kebalikannya.
"Jangan lupa minum obat dan vitamin! Aku tidak mau mendengar kabar kau sakit."
"Iya, aku akan mengingatnya." Min Hee kemudian mendorong Won Woo agar segera masuk ke dalam mobil. Ia tahu Won Woo sudah terlambat hampir setengah jam, dan ia tidak mau menjadi faktor penghambat lagi.
Won Woo lantas memasuki mobil setelah berpamitan dengan Min Hee.
Hal pertama yang ia lakukan begitu masuk ke dalam mobil adalah memasangkan dulu sabuk pengaman pada tubuhnya, baru menyalakan mesin mobil."Pulanglah lebih cepat! Aku menantikanmu." Debaran jantung Won Woo meningkat tepat setelah mendengar permintaan Min Hee. Suhu tubuhnya juga tiba-tiba memanas, mungkin karena AC mobil belum dinyalakan.
Won Woo berdeham. "Akan kuusahakan."
Sebelum benar-benar pergi Won Woo kembali menatap Min Hee lekat. Ia berusaha mengambil ingatan wajah sosok yang akan dirindukannya selama tujuh hari ke depan. Merasa cukup ia kemudian menjalankan mobilnya. "Aku pergi."
"Hati-hati! Kabari aku begitu kau sampai!" Min Hee sedikit berteriak agar bisa didengar Won Woo. Tangannya lalu melambai-lambai mengantarkan kepergian Won Woo.
Min Hee menghela napas melihat mobil hitam yang diamatinya semakin menjauh. "Tidak apa-apa. Hanya sebentar." Ia menghibur dirinya yang ditinggalkan Won Woo.
***
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Doppelganger 《Jeon Won Woo》
Fanfiction"...Sekarang kau pilih, dia atau kau yang mati?" ㅡdoppelganger: ghost of a living personㅡ ©deffcth, July 2018