Won Woo mengawasi Min Hee yang tengah melakukan sesi terapi dengan Joshua. Kedua mata tajamnya tidak berhenti membaca gerakan bibir wanita itu yang sedang berbicara, sekadar menggantikan kedua telinganya yang tidak bisa mendengar satu kata pun lantaran jarak yang tidak memungkinkan.
Sesekali kedua mata Won Woo refleks memicing saat berusaha menangkap apa yang tengah dibicarakan Min Hee. Tapi tetap saja segala kemungkinan yang dipikirkannya hanya sebatas dugaan yang masih harus dibuktikan kebenarannya. Terpaksa ia harus menunggu dulu dengan mengandalkan hasil terapi dari Joshua.
Lagi-lagi Won Woo mengamati Min Hee dari kejauhan dan tanpa mengenal rasa bosan ia terus melakukannya. Hanya saja lama-kelamaan punggungnya mulai lelah menanggung beban, ia kemudian sengaja membiarkan tubuhnya bersandar pada si pembatas ruangan. Menunggu memang hal yang paling menyebalkan tapi mau tidak mau ia dituntut untuk bersabar.
"Won Woo." Panggilan seseorang membuat tubuhnya kembali tegak. Won Woo mengerjapkan matanya yang sedikit kabur sehingga mendapatkan fokusnya kembali. Raut wajahnya kebingungan saat mendapati Joshua ada di hadapannya, lalu ia memalingkan pandangan ke arah Min Hee yang masih berada di tempat yang sama.
"Sudah selesai?" Won Woo tidak menyangka baru saja ketiduran. Padahal sedetik pun ia tidak merasa memejamkan kedua matanya. Nyatanya ia tertidur sampai terapi Min Hee selesai.
"Aku akan mengirimkan hasilnya lewat email. Kau bisa mengeceknya nanti malam." Joshua hanya mengatakan kalimat itu sebelum akhirnya berpamitan pulang.
Won Woo lantas mendatangi Min Hee dan mengambil tempat tepat di samping istrinya itu. Tanpa izin ia meniru kegitan yang sedang dilakukan Min Hee, duduk tenang tanpa melakukan apapun. Namun pada akhirnya diam Min Hee menciptakan kekhawatiran Won Woo. Lelaki itu kemudian mencoba memanggil wanita di sampingnya.
"Min Heeㅡ"
"Bukankah sudah kukatakan aku tidak ingin menemuinya?" Pertanyaan itu langsung keluar melalui suara yang terdengar menahan amarah. Won Woo sadar telah mengabaikan permintaan Min Hee. Sekarang ia mengerti jika Min Hee merasa kecewa terhadapnya.
"Aku sengaja memanggilnya karena aku mengkhawatirkan keadaanmu." Mulut Won Woo baru saja melakukan pembelaan dengan sebuah penjelasan yang diharap dapat menutupi kekecewaan Min Hee. Kemudian Won Woo melihat Min Hee mengalihkan pandangan ke arahnya dan menautkan dengan kedua mata miliknya. Saat itu juga kesedihan mendatanginya hanya karena melihat mata Min Hee yang tampak menahan sesuatu.
"Kau mengkhawatirkanku?" Min Hee mengunci pandangan Won Woo sambil menunggu jawaban dari laki-laki itu.
"Sangat. Aku sangat mengkhawatirkanmu."
Min Hee tersenyum getir. "Kau mengkhawatirkanku tapi tidak bisa memahamiku." Ia tidak tahan lagi. Tiba-tiba ia memutuskan kontak mata dan malah menghindari pandangan Won Woo.
"Tolong tinggalkan aku! Aku sedang ingin sendiri. Setidaknya walaupun kau tidak bisa memahamiku kau mau mendengarkan permintaanku." Suara Min Hee terdengar berat dan sedikit menyesakkan. Orang yang mendengarnya mungkin tahu Min Hee sedang menahan diri agar tidak menangis.
***
Won Woo mempertahankan pandangan kosong dan hampir menghabiskan satu putaran jam penuh. Pandangannya mungkin kosong tapi tidak dengan pikirannya. Tepatnya ia berada di dalam dunia miliknya dan pusatnya adalah wanita bernama Min Hee.
Semakin larut dalam pikiran semakin sulit lelaki itu menarik dirinya kembali. Berulang kali ia mengajukan pertanyaan yang harus dijawab oleh dirinya sendiri, kemudian berulang kali juga setelah menemukan sebuah jawaban ia meragukannya.
Ia bingung pada dirinya sendiri. Seharusnya ia senang saat Min Hee mengatakan ingin menghentikan terapi, dengan begitu Min Hee tidak akan mengingat kembali masa lalu dan bahkan tidak akan memandangnya penuh kebencian lagi. Tapi keinginan itu justru membuatnya semakin mengkhawatirkan keadaan Min Hee, terutama karena Min Hee bertingkah aneh belakangan hari ini.
Helaan napas berat membebaskan diri dari kantung udara yang sesak. Akhirnya Won Woo mulai jenuh juga lantaran terus meniru gerakan jarum jam dinding di atasnya yang berputar-putar membuat pola kegiatan yang sama. Ia pun memutuskan merelakan bayang-bayang di pikirannya memudar digantikan sebuah objek menyerupai buku yang menyimpan potongan gambar dari masa laluㅡsebuah album yang ia ambil dan sembunyikan dari Min Hee beberapa waktu lalu.
Tangan Won Woo tergiur untuk menyentuh benda yang tengah dilihatnya itu. Mungkin lebih dari sekadar menyentuh ia juga ingin memeriksa isi di dalamnya.
Kedua mata Won Woo kehilangan fokus setelah membuka album itu dan menemukan wanita di pikirannya juga berada di setiap lembaran foto yang tersusun pada halaman pertama. Demi apapun ia merindukan Min Hee yang selalu tersenyum seperti yang dilihatnya sekarang. Tapi apa yang dilihatnya itu dulu, sebelum ia mengubah senyumnya menjadi sebuah tangisan.
Ingatannya tiba-tiba memutarkan sebuah kejadian di mana ia memasukan sebuah cairan ke dalam tubuh ayahnya. Ia masih ingat dengan jelas apa yang dilakukannya itu disengaja. Hatinya telah dibutakan obsesi sampai-sampai ia memilih menghentikan detak jantung ayah kandungnya sendiri.
Seandainya ia tidak mengotori kedua tangannya, seandainya ia tidak mengorbankan orang tuanya sendiri, seandainya ia tidak melawan takdir, Min Hee tidak akan membencinya dan mencoba melarikan diri. Kecelakaan itu juga seharusnya tidak terjadi. Tapi seandainya ia kembali pada waktu itu dan memperbaiki kesalahannya, ia tidak akan pernah bisa hidup bersama dengan Min Hee seperti sekarang.
Won Woo memijat pelipisnya yang semakin terasa sakit gara-gara pikiran yang tinggal di dalam kepalanya. Rasanya ia seperti sedang berhadapan dengan soal tersulit dan ia tidak mampu menyelesaikan jawabannya.
"Won Woo, aku membawakan teh hangat untukmu."
Orang yang dipanggil sedikit tersentak saat seseorang tiba-tiba masuk ke dalam ruangannya. Hanya dalam hitungan detik raut wajahnya langsung berubah dingin setelah ia mengetahui kedatangan Lucy.
"Kau baik-baik saja?" Lucy menghampiri Won Woo lalu menaruh teh hangat yang dibawanya di meja kerja Won Woo.
"Kau bahkan melihatnya. Aku sedang kacau." Selaras dengan ekspresinya yang dingin nada suaranya terdengar datar.
"Won." Lucy hendak menghibur Won Woo. Tanpa aba-aba tangannya meraih tangan Won Woo untuk digenggam. Tapi sebelum itu terjadi Won Woo lebih dulu menepisnya.
"Maaf. Aku hanyaㅡ"
"Pergilah!" suruh Won Woo bahkan tidak mengizinkan Lucy menyelesaikan kalimatnya terlebih dahulu.
"Aku hanya ingin menghiburmu, Won Woo." Lucy berusaha menjelaskan.
"Yoon Seon Young." Suara Won Woo kali ini terdengar tegas, tapi tetap berkesan dingin. "Aku memerintahkanmu keluar dari ruanganku sebelum aku melempar yang kau bawa ini." Mata tajam Won Woo mengarah pada cangkir teh di hadapannya. Ia sudah mencoba bersikap tenang seperti yang biasanya ia lakukan, tapi kali ini kesabarannya sedang berada di ambang batas.
***
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Doppelganger 《Jeon Won Woo》
Fanfiction"...Sekarang kau pilih, dia atau kau yang mati?" ㅡdoppelganger: ghost of a living personㅡ ©deffcth, July 2018