34. Gone

1.2K 100 48
                                    

Won Woo berhenti mengemudikan mobil hitam yang sebelumnya melesat di jalanan berbukit. Mobil yang berada dalam kendalinya itu dihentikan di depan sebuah gedung. Ia telah sampai di tujuan baru tapi terlihat seperti tidak memiliki rencana untuk turun. Ia hanya memainkan jari-jari tangan di kemudi sambil mengamati sekitar gedung itu dari dalam mobil.

Bukan, mata tajamnya bukan sedang mencari target pasti. Ia tidak memiliki mangsa karena kebetulan tempat yang dikunjungi sudah jelas sangat sepi. Mengulur waktu adalah deskripsi tepat mengenai kegiatan yang tengah dilakukannya. Tak begitu berarti dan ia melakukannya karena sebuah alasan. Ia sedang bingung, tidak yakin dirinya masih layak. Terlebih apa saja yang harus dikatakan nanti saat memunculkan batang hidungnya.

Malu. Won Woo malu pada dirinya sendiri. Ia tidak lupa kalau ia juga berdosa. Setelah wanita yang ditemuinya tadi di rumah tahanan, ia menjadikan dirinya sebagai orang kedua yang pantas dikutuk.

Hela napas semakin berat, merasa lancang karena memberanikan diri datang ke sana dengan label kutukan yang melekat. Tapi ia masih belum terlambat untuk melarikan diri. Hanya, jika pilihannya pergi begitu saja berarti kedatangannya berujung sia-sia. Ia sadar ada risiko yang harus ditanggung dari kedua pilihan itu.

Kaki yang menapak di tanah beraspal pada akhirnya menjadi penentu yang memberi keputusan. "Baiklah." Ia berusaha meyakinkan pilihannya. Ia juga merasa setidaknya harus mencoba, terutama untuk meminta maaf. Walaupun sebaliknya ia ragu permintaan itu bisa diterima, apalagi dijadikan sebagai tebusan kesalahan.

Suasana hening menyapa Won Woo saat memasuki gedung. Satu-satunya yang terdengar hanya suara sepatu yang terus beradu dengan ubin. Efek yang ditimbulkan dari langkah kakinya itu memantul seperti bersahutan. Setiap ruang dalam gedung yang hampir kosong menjadikannya tidak aneh lagi jika bunyi apapun di sana bisa menggema.

Saat melewati koridor Won Woo tak sengaja melihat sisi di salah satu ruangan dipasang lemari besar berkaca yang dibatasi sekat hingga memiliki ruang masing-masing untuk menyimpan berbagai macam guci antik. Ia tahu guci-guci itu bukan guci pajangan biasa karena dalamnya terisi, dan ia juga tahu isinya. Aura mencekam tiba-tiba memancar, tapi tidak berpengaruh apa-apa terhadapnya. Ia tetap berjalan lurus menuju ruangan lain.

Mengehela napas untuk yang sekian kali, Won Woo menyiapkan diri sebelum memasuki ruangan yang sedari tadi dicari. Ruangan yang memiliki kemiripan dengan yang dilihatnya dari ruangan sebelumnya. Cukup identik berhubung sama-sama dihuni lemari kaca yang banyak menyimpan guci-guci.

Ia mendekati lemari kaca itu. Ralat, mendekati satu guci tepatnya. Guci putih polos tanpa motif apapun. Siapa sangka kesederhanaan tampilannya justru menarik perhatian.

"Hai." Sapaan Won Woo terdengar kaku, dan entah kenapa ia sakit mendengar suaranya sendiri. Ia begitu emosional selama beberapa hari terakhir ini, bahkan hampir tidak bisa membendung rasa sedihnya. Tapi ia tidak ingin menangis. Ia tidak ingin ada air mata jatuh di sana.

Won Woo melirik guci-guci lain yang posisinya berdekatan. Ada papan nama, foto-foto, dan bunga yang dipajang bersama. Sedangkan guci tepat di depannya tidak memiliki apapun. Tidak ada nama yang terukir, tidak ada juga kenangan yang diabadikan dalam lembar foto, dan tidak ada..., "Seharusnya aku membawakan bunga untukmu," sesalnya yang datang dengan tangan kosong. "Setidaknya kau tidak kesepian dan ada yang menghiasmu."

"Maaf," sesalnya lagi. "Dan maaf untuk semuanya." Kata-kata terpendam itu meluncur disertai jatuhnya cairan yang berasal dari ujung matanya. Ia lupa seharusnya tidak meneteskannya. Tapi itu terjadi di luar kendali.

"Apa ini?" Ia pura-pura baru menyadari pipinya basah. "Maaf juga untuk yang satu ini. Mataku sedang bermasalah." Ia bahkan membuat alasan.

Tangan yang digunakan bekas mengusap wajah lalu diarahkan ke kaca. Melalui tangan itu Won Woo membuat gerakan mengusap seolah sedang menyentuh langsung gucinya. Guci yang pada dasarnya hanya sebuah benda tapi Won Woo sangat sangat menyayanginya karena sesuatu yang tersimpan di dalamnya.

Selama beberapa saat telinga Won Woo hanya menerima keheningan seiring mulutnya berhenti berbicara. Ia menyelesaikan percakapan sepihaknya lantaran bingung apalagi yang harus dikatakan. Sudah selesai tapi tidak benar-benar sepenuhnya selesai karena sesungguhnya ia masih ingin berada di sana. Mungkin takut begitu kakinya melangkah pergi, ia harus kembali menanggung rindu yang sama seperti semalam, dan ia belum cukup siap untuk itu.

Refleksi wajah yang memantul di kaca menjadi perhatian Won Woo. Apa yang kulakukan? monolognya yang disertai senyum getir. Ia hampir lupa dengan rasa malu sebelum menginjakkan kaki di tempatnya berdiri sekarang. Bagaimana mungkin ia yang sudah tak pantas memaksa mempertahankan keberadaannya di sana.

Won Woo kembali membuka suaranya yang sempat tertahan waktu. "Aku tidak begitu berharap kau bersedia memaafkanku, meskipun jujur sebenarnya aku mengharapkannya. Aku cukup tahu diri, aku memang tidak pantas mendapatkannya." Won Woo berusaha tidak menundukkan wajah saat kalimat terakhir diucapkan.

"Tapi kau harus tahu," lanjut Won Woo, "aku menyayangimu. Sekali lagi maaf karena aku tidak bisa menjagamu. Aku janji, aku tidak akan melupakanmu." Ia bersumpah untuk jiwa yang disayanginya itu.

"Selamat tinggal." Won Woo tidak percaya untuk pertama kalinya ia mengucapkan perpisahan. Sebelumnya ia hanya terus menghindari kata-kata menyakitkan itu dari fakta sebagian hidupnya yang sudah pergi. Saat ini kehilangan menjadi hukuman untuknya dan ia harus membayar harga denda yang dibebankan padanya dengan belajar melepaskan.

Won Woo kemudian meninggalkan tempat itu diiringi langkah berat seolah gravitasi di bawah kakinya dinaikkan dua kali lipat. Ia bahkan tidak yakin bisa membawa langkah kakinya keluar dari dalam gedung. Tapi ia melakukannya, ia benar-benar bisa melakukannya berkat perjuangan yang cukup menyesakkan.

***

TBC

납골당: 유골을 모셔 두는 곳 (tempat penyimpanan abu jenazah)Source: www

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

납골당: 유골을 모셔 두는 곳 (tempat penyimpanan abu jenazah)
Source: www.schoomo.com

Hmm chapter depan ceritanya udahan ya :"))

Doppelganger 《Jeon Won Woo》Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang