15. Pandora

2.2K 310 23
                                    

Min Hee masih berdiri di tempat yang sama. Kedua kakinya mengakar dan terjebak di ruang waktu yang tak dikenalinya. Sampai akhirnya kedua mata dan telinganya melihat dan mendengar apa yang dilakukan dan dibicarakan Won Woo.

Pandangannya tidak lepas mengawasi laki-laki itu. Dari sorotan matanya ada kekecewaan dan amarah. Perasaan sedih juga tak terbendung. Sesekali air mata meluncur bebas membasahi kedua sisi wajahnya seiring bertambahnya cairan bening itu.

Won Woo menarik tubuh yang terbaring di bawahnya. Dengan kedua tangannya yang sempat menyakiti, ia mendekap tubuh lemah itu. "Maaf!" Ungkapan penyesalannya meluncur dengan sederhana. Mudah saja kata itu diucapkan bibirnya, tapi sulit bagi hati yang lain untuk menerima kata itu.

Gadis dalam pelukannya masih menangis, dan ia paling tidak bisa melihat gadisnya itu menangis, apalagi karenanya. Isakan yang terdengar adalah bukti dari perilaku kasar yang telah dilakukannya. Tangisan gadis itu mendakwanya, menjatuhi hukuman dengan menyesakkan rongga dadanya, hingga tak ada lagi ruang di dalam sana karena dipenuhi perasaan bersalah.

"Kenapa kau tidak membunuhku saja seperti yang kau lakukan pada Appa?"

Won Woo tersentak. Kata-kata yang masuk melewati saraf pendengarannya mengingatkan pada sebuah dosa besar yang tidak akan pernah bisa dibersihkan dengan kebaikan apapun.

"Bunuh saja aku!" pinta gadis yang masih berada dalam pelukannya.

Rupanya gadis itu sudah menyerah untuk minta dibebaskan sampai akhirnya menginginkan kematian. Hanya ada satu hal yang membuatnya berpikir bahwa kematian itu lebih baik, yaitu karena ia tidak sanggup lagi melihat obsesi kakaknya sendiri terhadapnya.

Won Woo yang mendengar permintaannya hanya bergeming. Mana mungkin ia mengabulkan permintaan gadis itu. Bagaimana pun Won Woo mencintainya walau dengan cara yang salah.

"Kumohon, bunuh aku!" Lagi. Permintaan gadis itu terdengar memilukan. Kali ini bahkan si gadis memohon dengan suara lemahnya, seperti bisikan yang nyaris tak terdengar.

Min Hee yang juga mendengar semua itu hampir menjatuhkan tubuhnya jika saja roh wanita yang setia berdiri di sampingnya tidak menahannya. Kedua kakinya mendadak lemas dan tak sanggup lagi menopang beban tubuhnya. Perlahan tubuh miliknya merosot turun didampingi sosok yang memeganginya, lalu ia merebah di pangkuan sosok itu.

Min Hee masih tidak percaya, dirinya baru saja menyaksikan sebuah kotak pandora terbuka. Ucapan gadis yang diyakini dirinya sendiri telah mengungkap fakta yang sama sekali tidak bisa diingatnya. Won Woo—laki-laki yang baru saja diketahui sebagai kakak tirinya itu telah membunuh ayah mereka, ayah kandungnya sendiri.

Tubuhnya semakin lemas bahkan seperti mati rasa, kecuali satu bagian khusus yang menyimpan perasaannya dan itu pun didominasi rasa sakit. Tangannya mengepal dan memukuli tubuhnya sendiri tepat di bagian itu, seakan-akan cara yang dilakukannya dapat mengurangi sakit yang dirasakannya di dalam sana.

"Hentikan, Min Hee!" Wanita yang memegangi tubuhnya menahan pukulannya dengan menggenggam tangannya kuat. "Berhenti menyakiti dirimu sendiri!" Wanita itu berusaha menenangkannya.

"Kenapa aku harus menghentikannya? Bukankah ini tujuanmu sebenarnya?" Min Hee terisak. "Aku melihatnya, aku mendengarnya, dan itu menyakitkan."

Luapan perasaannya berkembang dalam waktu singkat dan menyebabkan genangan air mata menghalangi penglihatannya. Kemudian ia memutuskan membutakan matanya untuk sementara waktu dengan menutup kelopak matanya. Detik itu juga ia bisa merasakan aliran hangat lagi-lagi melewati wajahnya.

Ia terus-menerus meyakinkan dirinya sedang bermimpi. Namun ia sadar itu terlalu nyata untuk disebut mimpi, dan pada akhirnya ia tidak bisa membohongi dirinya sendiri.

Cukup lama ia memejamkan mata. Dan di sana, di balik kegelapan yang dibuatnya, ia berusaha mencari ketenangan sekaligus mengumpulkan keberanian untuk kembali membuka mata. Perlahan ia pun mulai membuka matanya di tengah keraguan menghadapi kenyataan.

Diluar dugaan ia mendapati dirinya sudah ada di kamarnya. Ia tidak tahu bagaimana caranya bisa kembali, yang jelas pasti hantu kembarannya yang melakukannya. Ia lalu menatap sosok itu yang sampai saat ini masih menggenggam tangannya.

"Kau memanipulasinya kan? Aku tahu kau bisa melakukan apapun," tuduh Min Hee.

"Apa yang kau lihat adalah kenyataannya. Itu masa lalumu."

"Tidak, itu bukan ingatanku." Min Hee terisak saat pikirannya memutar ulang kejadian yang sempat dilihatnya. Ia terus menolak dan berusaha menghentikan ingatan itu, tapi kendalinya hilang. Pertentangan dalam dirinya begitu menyiksa. Semakin sering ia menyangkal justru semakin menyakiti dirinya sendiri.

Wajah pucat yang dimiliki kembarannya menyiratkan kekhawatiran. Bagaimana pun mereka memiliki ikatan, dan kembarannya itu pasti bisa merasakan sakit yang dideritanya.

"Min Hee-ya, sungguh aku tidak bermaksud menyakitimu."

"Tapi kau melakukannya."

"Aku terpaksa. Hanya dengan cara ini agar kau percaya padaku. Aku datang untuk menyelamatkanmu."

Min Hee meringis, terlalu muak dengan kata-kata yang baru saja didengarnya. "Kumohon, hentikan omong kosong itu! Aku tidak akan mempercayaimu, termasuk apa yang kau perlihatkan padaku." Ia lalu menegakkan tubuh yang sebelumnya merebah di pangkuan kembarannya itu.

"Jangan menyangkalnya, Min Hee! Haruskah kukatakan alasan kedatanganku untuk memperingatkan kematianmu? Sekarang kau pilih, dia atau kau yang mati!"

***

TBC

Doppelganger 《Jeon Won Woo》Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang