"Jika masih ada rasa, mengapa kita tidak mencoba untuk memperbaiki masa lalu bersama?"
- Devanno Alfian
-o0o-
Matahari siang yang cukup terik tak mengurungkan niat para gadis-gadis untuk berkumpul di lapangan basket. Mereka bagai kerumunan semut yang menemukan harta karun berupa setitik madu di tengah-tengah tanah tandus.
Karena melihat lelaki tampan adalah kesenangan tersendiri bagi mereka.
Devanno Alfian.
Yang namanya kini tengah terdengar menjadi sorakan paling heboh di setiap sudut lapangan. Menutup mulutnya terperangah melihat idola mereka kini tengan menggiring si bola oren menuju ring.
Padahal di antara anak basket lain, Devan adalah yang paling tenang dalam bermain. Tidak banyak tebar pesona. Menang atau kalah pun wajahnya tetap sama. Datar dan tanpa ekspresi.
Tapi jangan ditanya berapa jumlah penggemar lelaki itu di sekolah ini.
Walaupun sekarang hanya latihan, kehebohannya sudah seperti sedang ada turnamen penting.
"Shilaaaa! Ayo ke lapangan.. gue pengen ikutan nonton juga..."
Si pemilik nama memberikan bombastic side eye paling sadis untuk sahabatnya itu yang tak kalah rempong dengan para gadis itu.
Plis deh. Itu kan nggak penting. Entah sudah berapa kali Shila memutar bola matanya jengah.
"Mager ah."
Sebenarnya ada alasan lain yang lebih simpel dibanding malas gerak, alias tidak mau saja bertemu Devan. Padahal setiap hari, mereka bertemu karena satu kelas.
"Devan nggak gigit kok, Shil."
"Idih, gue nggak mau kesana, bukan berarti gue ngindarin Devan, ya!" Shila mengernyit tidak terima.
Bohong. Emang Shila mau ngehindar!
"Masih sayang bilang aja deh. Pake sok-sokan menghindar taik kucing."
Belum sempat Shila mengutarakan protes, Ririn langsung menyeret lengan Shila begitu saja sampai ngomel-ngomel tidak jelas. Coba kalau bukan sahabat, Ririn pasti udah ditabok sama Shila.
Dan ya. Sesampainya di lapangan, yang pertama kali menyapa indra penglihatan Shila adalah penampakan gagah seorang Devan yang baru saja mencetak poin.
Diantara tepukan riuh para penonton, Devan terlihat tersenyum kecil sembari mengusap rambutnya ke belakang. Makin heboh saja cewek-cewek ini.
"Shilaaa rambutnya lepek!" Ririn terkikik.
"Apaan sih, Rin. Udah deh."
"Ihh mau jadi bola biar bisa dipegang terus ama ayang Devan."
Ririn yang dari setelan pabrik sudah lebay itu pasti akan menjadi ketua klub penggemar Devan jikalau Shila bukan mantan pacarnya.
Ya siapa sih yang tidak terpesona dengan Devan? Shila akui, Devan memang setampan itu. Makanya dia bisa jatuh cinta, dan sampai sekarang belum bisa melupakan Devan.
Miris.
"Shilaaa Devan ngeliatin lo tuhh!"
Ririn menyikut lengan Shila dan otomatis langsung menoleh ke arah yang dimaksud. Pandangan keduanya memang sempat bersirobok untuk beberapa detik saja. Shila berusaha menenangkan diri dan mencoba tidak ambil pusing.
"Apa sih."
"Acie yang saltinggg!!"
"Ririn bisa diem ga?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Ex
Teen Fiction"Salah sendiri ngangenin. Ayo balikan. Harus mau! Gue nggak mau kehilangan lo lagi.." -Devanno A ________ Putusnya hubungan tanpa alasan yang jelas membuat Shila diam-diam masih menyimpan rasa pada Devan, sang mantan yang pernah ia tangisi selama se...